11 Juli Hari Populasi Dunia, Pengelolaan Demografi Kunci Pembangunan Baru Masa Depan
Dalam proyeksi negara-negara di dunia, terutama negara maju, demografi adalah potensi dan ancaman, maka mengungkap demografi dalam kesatuan pandang dengan proyeksi kondisi di masa depan akan menjadi kunci untuk agenda pembangunan baru.
Nusantarapedia.net, Jurnal | Dunia — 11 Juli Hari Populasi Dunia, Pengelolaan Demografi Kunci Pembangunan Baru Masa Depan
“Belum lagi seribu potensi lainnya atas potensi demografi Indonesia yang terkorelasi dengan potensi sumber daya alam dengan proyeksi global geo-politik dan geo-strategi.”
“Kunci mendalami demografi Indonesia dalam cara pandang yang sederhana seperti di atas, adalah bukti bahwa keberubahan masa depan adalah keniscayaan yang dimaknai sebagai sesuatu yang alami bahkan ditangkap sebagai potensi bukan ancaman.”
11 Juli sebagai Hari Populasi Dunia, jelas menimbulkan tantangan demografi pada penduduk bumi. Meledaknya jumlah penduduk bumi tentu berdampak global pada kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri. Tantangan seperti isu pangan, tata ruang, energi, dan problem ekologi tentu menjadi tanggung jawab dari seluruh penduduk bumi.
Dalam proyeksi negara-negara di dunia, terutama negara maju, demografi adalah potensi dan ancaman, maka mengungkap demografi dalam kesatuan pandang dengan proyeksi kondisi di masa depan akan menjadi kunci untuk agenda pembangunan baru. Baru dalam pengertian yang belum terfikirkan saat ini. Disitulah muncul relasi antara demografi dengan geo-politik dan geo-strategi sebuah negara.
World Population Day atau Hari Populasi Sedunia merupakan agenda tahunan yang dirayakan pada tanggal 11 Juli setiap tahun untuk meningkatkan kesadaran mengenai kondisi populasi (jumlah penduduk) dunia.
World Population Day diatur oleh Dewan Pengatur Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1989. Hal ini diinspirasikan oleh ketertarikan bersama dalam Hari 5 Miliar pada 11 Juli 1987 yang merupakan hari di mana jumlah penduduk dunia mencapai 5 miliar jiwa. (wikipedia)
Hari Populasi Dunia diinisiasi oleh Dr. K.C.Zachariah, saat bekerja sebagai Sr Demographer di Bank Dunia, yang mana pada kisaran tahun 1987-an isu demografi mendunia yang mana mencapai angka 5 milyar penduduk bumi.
Selanjutnya, berdasarkan resolusi 45/216 membuatnya menjadi peringatan resmi. Pada bulan Desember 1990 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan menghasilkan keputusan resmi tanggal 11 Juli sebagai ‘Hari Populasi Dunia’.
Tujuannya dari hari populasi dunia oleh PBB adalah, untuk memonitor permasalahan yang berkembang seiring dengan demografi global yang terus bertambah, mengingat sumber daya dunia terus menipis pada tingkat yang tidak berkelanjutan, seperti persoalan pangan, energi, tata ruang, dan lingkungan.
PBB ingin menekankan pada dunia bahwa terdapat relasi yang kuat tentang efek kelebihan penduduk pada pembangunan manusia dan fisik dengan alam. Hal tersebut sebagai upaya harmonisasi kehidupan sebagai tanggung jawab kelestarian kehidupan di bumi.
Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada semua aspek, contoh di antaranya berdampak pada kesehatan ibu dan anak. Ibu menjadi sangat penting karena berkaitan dengan kehamilan dan pengendalian penduduk seperti program keluarga berencana. Meski ibu bukanlah faktor utama untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
Masalah lainnya, seperti munculnya ketegangan di masyarakat dalam bentuk kejahatan atas pelanggaran hak asasi manusia, seperti perdagangan manusia, eksploitasi anak, dlsb., akibat over populasi ditambah kebijakan negara-negara yang tidak berpihak, terutama pada negara-negara miskin dan berkembang.
Jumlah Penduduk Bumi
Berdasarkan analisis yang diterbitkan oleh Biro Sensus Amerika pada 2021. Jumlah penduduk dunia mencapai 7,7 miliar jiwa per-Februari 2021. Dari sekitar 7,7 miliar penduduk dunia, Asia menduduki ranking pertama dengan jumlah penduduk sebesar 4 milyar.
Data yang lain dari Badan Kependudukan PBB, pada tanggal 10 Juli 2021, jumlah penduduk dunia mencapai 7.8 miliar jiwa. Sebelumnya, tanggal 12 Oktober 1999 penduduk dunia mencapai 6 miliar jiwa.
Peringkat negara-negara di dunia dengan jumlah penduduk terbesar tahun 2021:
1) Republik Rakyat Tiongkok (1,412. M jiwa)
2) India (1.387.600.000 jiwa)
3) Amerika Serikat (332.486.698 jiwa)
4) Indonesia (278.173.879 jiwa)
5) Pakistan (225.839.946 jiwa)
6) Brazil (212.332.794 jiwa)
7) Nigeria (197.911.988 jiwa)
8) Bangladesh (171.779.628 jiwa)
9) Russia (152.610.309 jiwa)
10) Jepang (126.417.244 jiwa)
Data dari Dashboard Populasi Dunia PBB tahun 2022, jumlah penduduk bumi sebesar 7,954 miliar jiwa, dari perkiraan laju perubahan populasi tahunan sebesar 1 persen pada rentang 2020 hingga 2025. Spekulasinya, jumlah penduduk bumi saat ini sudah mencapai angka 8 milyar jiwa.
Sebelumnya, pada tahun 2015, PBB sudah memprediksikan jumlah penduduk dunia. Pada tahun 2030 diproyeksikan mencapai 8,5 miliar, 9,7 miliar pada 2050, dan 11,2 miliar pada 2100.
Proyeksi Indonesia
Melihat data tersebut, seperti prediksi PBB sejak tahun 2015 dengan akurasi yang mendekati tepat. Bagaimana Indonesia dalam hal ini?
Justru, jumlah demografi yang tinggi adalah aset kapitalisme-neoliberal untuk mencetak kaum buruh dan pekerja di Indonesia. Alih-alih dengan sumber daya alam Indonesia yang melimpah dengan demografi yang saat ini hampir tidak terkendali pun masih linier untuk mengentaskan kehidupan rakyat Indonesia yang maju adil dan makmur sesuai hak hidup manusia, juga atas hak dan tujuan konstitusi.
Namun faktanya, masihlah jauh panggang dari api. Justru dengan potensi SDA yang melimpah dan demografi yang besar, Indonesia menjadi panggung pasar dunia. Alih-alih memanusiakan rakyatnya, justru manusia terjebak ke dalam mesin-mesin industri sebagai tenaga kerja yang ber-upah murah.
Paradoksal seperti di atas adalah konstruksi bangunan yang secepatnya bangsa ini harus berbenah. Narasi pembangunan (isme) yang digaungkan saat ini tidak ada urgensi dan kemanfaatan yang nyata sebagai indikator tercapainya kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Tentu kita kawatir, bagaimana nanti bila 2025-2050-2100 sumber daya alam yang menghidupi hajat hidup manusia Indonesia habis. Yang mana habis karena eksploitasi besar-besaran.
Ruang-ruang produksi pangan dan penjaga keberimbangan lingkungan sudah semakin menyempit akibat pembangunan yang massiv dengan mengkonversi lahan (alih fungsi) menjadi kawasan industri, infrastruktur, hunian dan utilitas lainnya.
Terlebih, narasi kemakmuran dengan terus membentuk DOB (daerah otonomi baru) terus bergaung. Tentu narasinya untuk kemajuan masyarakat yang itu selalu hal ekonomi dan keuangan. Padahal, kita wajib kawatir bahwasanya itu sebagai portal untuk membuka panggung bisnis dunia.
Dengan analisis sederhana seperti di atas, tentu bangsa ini juga harus menyadari bahwa pengendalian laju pertumbuhan penduduk adalah penting. Penggalakan kembali program keluarga berencana (KB) dengan dua atau tiga anak cukup perlu digiatkan kembali.
Selain itu, budaya pada aspek tata ruang seperti pembangunan rumah-rumah pribadi juga perlu diatur agar tidak memakan tempat. Kebutuhan pemukiman adalah penting dan hak dari setiap warga negara, namun demikian, budaya pemukiman seperti konsep apartemen yang di bangun ke atas perlu dikaji dan diterapkan. Tujuannya jelas, agar kebutuhan pemukiman tidak massiv merubah alih fungsi lahan.
Di atas adalah paradoksal secara global, masih banyak yang perlu diuraikan lebih mendalam dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, proyeksi laju pertumbuhan penduduk yang besar adalah kunci dari model pembangunan di masa depan, yang mana saat ini pun sudah dimulai.
Dengan besarnya demografi Indonesia, justru mampu dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan produktivitas bangsa di semua bidang. Jika bicara produktivitas secara makro, Indonesia jelas produktif, tetapi itu bukan mewakili sisi kedaulatan ekonomi dan budaya Indonesia yang kemudian mengalir pada terciptanya kualitas kehidupan masyarakat yang ideal. Ideal dalam konteks berbangsa dan bernegara (konstitusi) dan ideal atas hak hidup (humanity). Pada pokoknya, rakyat masih miskin.
Belum lagi seribu potensi lainnya atas potensi demografi Indonesia yang terkorelasi dengan potensi sumber daya alam dengan proyeksi global geo-politik dan geo-strategi. Sederhana saja, ketika dunia dihadapkan pada krisis pangan dan energi, tentu kita enjoy-enjoy saja, asalkan produktivitasnya nyata pada industri pertaniannya, seperti konsep Kapitalisasi Industri Pertanian Mandiri Indonesia berbasis kerakyatan.
Bila Indonesia menjadi negara pemasok pangan 5 besar dunia dari sistem kerakyatan yang nyata misalnya, maka kedaulatan itu adalah keniscayaan. Korelasi antara jumlah penduduk Indonesia dengan lahan pertanian dan produksi pertanian dari hulu sampai hilir adalah linier.
Kunci mendalami demografi Indonesia dalam cara pandang yang sederhana seperti di atas, adalah bukti bahwa keberubahan masa depan adalah keniscayaan yang dimaknai sebagai sesuatu yang alami bahkan ditangkap sebagai potensi bukan ancaman. Menjadi ancaman karena langkah yang telah dikerjakan keliru, menjadi alami karena langkah yang dikerjakan dalam tata kelola yang benar dan seimbang.
Pembangunanisme, Rumah Berlindung Pemekaran Daerah (1)
Menakar Kekuatan Rakyat dan Kebijakan Pemerintah dalam Isu Global Krisis Pangan (1)
Transformasi Pertanian Subsisten Menuju Kapitalisasi Industri Pertanian Mandiri
Arah Gula Nasional, dari Raja Gula, Swasembada dan Impor
Statistik Pengguna Internet Dunia dan Indonesia, Medsos Rajanya!
Internet Positif, Korelasi Netizen Journalism dan Pengaruh Buruk Medsos
IPM dalam Hak Hidup, Amanat Konstitusi dan Distribusi Keadilan
Moral Clarity dan Etika Politik Poros Intelektual