2023, Dicari Cendekiawan yang Jujur dan Mendobrak, Menyentuh Wacana Publik Tujuan Indonesia
- Cobalah di 2023 ini benar-benar dimulai dari hal yang substansi, konstruktif dan relevan dalam menjawab kebutuhan rakyat -
Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — 2023, Dicari Cendekiawan yang Jujur dan Mendobrak, Menyentuh Wacana Publik Tujuan Indonesia
“Jangan lagi rakyat seolah-olah dituntun dalam mengentaskan kebutuhan hidupnya dari gelanggang ke gelanggang yang di dalamnya tidak jelas peta jalannya.”
TAHUN 2022 telah berlalu, kaleidoskop Indonesia selama setahun, bahkan sejak proklamasi kemerdekaan, pun sejak zaman kerajaan di Nusantara berdiri, belum pernah clear menampakkan tanda-tanda kehidupan bangsa ini ideal atas dasar tujuan bernegara sesuai dengan amanat konstitusi, Pancasila dan UUD 1945, yang mana, rakyat benar-benar dalam suasana hidup dan kebatinan yang telah dikodratkan ideal sebagaimana hak hidup yang diberikan oleh Tuhan, meski lebih dari cukup wadah administratif mewadahi amanat nilai-nilai dari langit untuk menjadikan tujuan yang ideal bagi rakyat.
Dimanakah letak distribusi keadilan itu benar-benar dilaksanakan atas nama kesepakatan negara ini didirikan, yang pada pokoknya adalah praktik yang adil, makmur dan sejahtera.
Berkah bagi penduduk Indonesia atas kodrat mendiami Tanah Air Indonesia atas kekayaan alamnya. Bumi emas tanah air, gemah ripah loh jinawi. Artinya, kekayaan energi sumber daya mineral (tambang) dan potensi di atasnya berupa sawah, ladang, hutan, gunung, sungai dan laut pun adalah fakta anugerah dari langit. Matahari pun bersinar sepanjang tahun.
Sungguh paradoksal ketika indeks pembangunan manusia yang sesungguhnya masih jauh dari standar. Apakah anak-anak Indonesia benar-benar menikmati hasil lautnya, seberapa banyak makan ikan, daging, ayam, telur dan minum susu per harinya.
Mengapa harus ada tawar menawar soal kesehatan, yang mana iuran kesehatan adalah keharusan, bila tidak, akses administratif pun teracam tidak bisa legal.
Begitu juga dengan aneka pajak-pajak yang oleh penyelenggara selalu dimaknai sebagai potensi. Potensi pada hak-hak rakyat yang kodrati?
Mengapa kuliah di perguruan tinggi negeri harus membayar, yang mana institusi pendidikan pun berbentuk badan hukum/badan usaha, alih-alih demi kemandirian dan kemajuan.
Indonesia yang indah, dari Danau Toba, Bali, Bunaken, hingga Raja Ampat, masih banyak jutaan rakyat yang tidak kuat untuk mengunjunginya. Terlebih, melihat Candi Borobudur atau Pulau Komodo, yang jelas-jelas itu peninggalan atau negara hanya “nemu“, kita (rakyat) tak kuat mengunjunginya, alih-alih demi percepatan pembangunan nasional dengan pengkotak-kotakan narasi Badan Otorita, justru di situlah persoalannya, yang itu adalah “kepentingan”.