Kontradiksi Nilai Kepahlawanan Sejarah Nusantara dengan Strategi Usang Pemilu

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah —Kontradiksi Nilai Kepahlawanan Sejarah Nusantara dengan Strategi Usang Pemilu
PAHLAWAN, adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah.
Kepahlawanan, perihal sifat pahlawan; seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan (KBBI).
Sejarah tokoh kepahlawanan di Nusantara pada kerajaan-kerajaan dengan nilai-nilai kepahlawanannya dalam mencapai tujuan, telah menjadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia saat ini sebagai teladan.
Raja Sanjaya contohnya, meskipun masih bergenealogi dengan Wangsa Syailendra, enggan mengadopsi seratus persen kepahaman yang diusung oleh Syailendra atas hegemoni di Jawa kuna. Perlawanan Sanjaya yang teguh pada garis spirit lokal, telah membawa pada rivalitas keduanya tiada henti, dan pada akhirnya berbuah, hingga Sanjaya posisinya sejajar, dianggap sebagai cabang ningrat baru lahirnya Wangsa Sanjaya.
Maharaja Sri Aji Jayabaya, Raja Kediri, telah membawa peradaban Nusantara khususnya Jawa, sejajar dengan bangsa-bangsa di dunia. Babon Garis-Garis Besar Haluan Negara yang direalisasi dalam visi misi Gemah Ripah Loh Jinawi-Toto Tentrem Kerto Raharjo terwujud. Kemakmuran kerajaan Kediri telah membawa pada level kesetaraan global. Jawa sejajar dengan bangsa Arab, Tionghoa, maupun bangsa lainnya.
Pati Unus, telah menjadikan kebudayaan maritim Nusantara maju pesat. Pembangunan infrastruktur kelautan Demak, dengan industri galangan kapal di Semarang, selevel dengan industri perkapalan Royal Caribbean Group yang memproduksi kapal pesiar terbesar di dunia The Harmony of the Seas bila itu dilinierkan garis waktu saat ini.
Tahun 1513, kerajaan Demak sudah bertempur di Selat Malaka untuk mengusir Portugis. Dalam berita yang ditulis oleh Tomee Pires dalam Sumo Oriental, mengatakan keheranannya bahwa ukuran besarnya armada kapal milik Portugis hanya empat puluh persen dibanding kapal laut milik Demak padahal Portugis terkenal sebagai bangsa pelopor pembuka jalur pelayaran di seluruh dunia.
Pertempuran fenomenal terjadi tahun 1628 dan 1629, oleh Sultan Agung Mataram melawan kompeni di Batavia. Rangkaian kampanye militer Sultan Agung dirasa patriotik, karena tidak ingin Jawa dikuasai oleh bangsa lain.
Jawa dan Nusantara harus menjadi hegemoni kekuasaan tunggal oleh pribumi, seperti semangat patriotismenya Sultan Hasanuddin dari Makasar, dengan julukannya “Ayam Jantan dari Timur” seolah ingin menunjukkan kepada dunia bahwa, mula peradaban dari Timur, sebagai jawaban untuk menggugurkan teori Orientalisme yang didikotomikan oleh Barat.
Pangeran Mangkubumi, yang selanjutnya bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I berkedudukan di Kesultanan Yogyakarta, bersama dengan Pangeran Sambernyawa (Arya Mangkunegara), telah berupaya dengan pertempuran sengit melawan VOC guna mengembalikan supremasi utuh Mataram yang tidak terpecah belah.
Kedaulatan teritori mutlak diperjuangkan oleh Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa melawan pemerintahan Hindia Belanda, biarpun sejengkal tanah. Tuanku Imam Bonjol memulai perlawanannya terhadap penjajah di kawasan kerajaan Pagaruyung, akibat politik devide et impera yang telah mencerai beraikan masyarakat adat. Perang Padri dimulai.
Pada seluruh kawasan di Nusantara, semangat para pejuang terus mengemuka, dalam rangka mewujudkan kehidupan yang lebih baik, juga perlawanan diplomatik maupun fisik terhadap para kolonialis.
Seorang ningrat dari Melawi Kalimantan Barat, Abdul Kadir, telah membawa dalam paradigma baru mengenai landasan ekonomi yang berkeadilan, meski pada akhirnya harus bertempur melawan Belanda.
