24 Tahun Sri Bertahan dengan Mie Usek

Kerupuk mie usek adalah produk kemiskinan kultural masa lalu, tentu saat ini Sri dan Sri Sri lainnya tak ingin lagi kekurangan minyak goreng.

24 Juli 2022, 14:53 WIB

Nusantarapedia.net, Galeri | Potret Sosial — 24 Tahun Sri Bertahan dengan Mie Usek

“Sri, dan Sri Sri lainnya semoga lekas naik kelas, karena sudah 24 tahun berjualan keliling, terlebih usianya yang akan menuju kepala enam. Saatnya Sri akan pensiun dan menikmati hari tuanya yang berkecukupan. Itulah idaman pejuang keluarga Indonesia seperti Sri di atas.”

Kerupuk adalah camilan untuk teman makan nasi, bakso ataupun mie. Makanan olahan ini terbuat dari berbagai bahan seperti tepung terigu, tepung tapioka dengan di campur bumbu atau rempah-rempah, serta sedikit pewarna sebagai pemantik tampilan agar menarik.

Di Indonesia kerupuk merupakan makanan (camilan) yang familiar. Di berbagai daerah kerupuk di campur dengan aneka bahan dari daging hewani. Jadilah aneka kerupuk seperti kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk (rambak) sapi, bahkan kerupuk atau keripik sayur dan buah dengan bahan seperti bayam, daun singkong, apel, pisang, dlsb.

Ada beberapa jenis atau nama kerupuk yang umum dijajakan di pasar, baik pasar tradisional ataupun pasar modern.

Kerupuk yang lazim sebagai teman makan inti (main course), dengan rasa asin, gurih, sedikit manis dan pedas.

Berikut nama-nama jenis kerupuk dengan rasa asin untuk teman makan yang di temui awak NPJ di daerah Pemalang kota, Jawa Tengah. Di antaranya dari berbagai varian dan turunan kerupuk, yakni; Slondog, Kuda poni, Srimping, Kerupuk udang, Kerupuk Ikan, Gender/Karak, Rambak jari, Kerupuk kedelai, Borobudur, Lampion, Kerupuk jengkol, Mie usek (kerupuk goreng pasir), dan masih banyak lagi jenis kerupuk tradisional lainnya.


Sri (50), sudah 24 tahun lamanya berjualan aneka macam kerupuk seperti tersebut di atas. Dari beberapa kerupuk yang dijualnya, ada salah satu kerupuk yang unik, yang mana tidak digoreng dengan minyak goreng. Kerupuk mi usel atau mi usek namanya, cara menggorengnya dengan memakai pasir laut.

Media pasir tersebut di jemur terlebih dahulu sampai kering agar hilang kandungan airnya, lalu disangrai di wajan untuk memastikan kekeringannya terbebas dari air. Setelah benar-benar kering, pasir di taruh di penggorengan atau wajan sebagai media goreng menggantikan minyak goreng kelapa sawit.

Setelah pasir dirasa cukup tingkat kepanasannya, barulah kerupuk mentah di masukkan ke wajan dengan di usek.

Bunyi krusak-krusek-kresek nyaring terdengar, kerupuk mentah atau “jrangking” di benamkan di pasir dengan di usek-usek. Karena proses penggorengannya tersebut lalu dinamakan dengan kerupuk usek.

Ada juga yang menamakan “kerupuk miskin” karena jaman dulu banyak yang tidak kuat membeli minyak goreng, lalu menggunakan pasir sebagai media goreng alternatif.

Sri, penjual aneka macam jenis kerupuk tersebut, memasarkan dagangannya dengan berkeliling ke beberapa kampung pada waktu sore hari, seperti di desa Penggarit, Cibelok, dan Sungapan. Untuk tempat mangkal setiap hari, dari pagi sampai siang ada di pasar Banjardawa, kecamatan Taman, Pemalang, Jawa Tengah.

Ketika di temui awak NPJ, ibu dengan beberapa anaknya yang ikut membantu jualan, berada di acara Car Free Day hari Minggu (24/7/2022) di Alun-alun kota Pemalang.

Dari ratusan pedagang yang berjualan di acara CFD tersebut, lapak dagangan kerupuk punya Sri termasuk ramai, di kunjungi para pembeli lantaran keunikan dari kerupuk usek tadi.

Heni, salah satu pembeli kerupuk Sri dari kelurahan Widuri mengatakan, untuk dagangan kerupuk punya Sri, slondog sama mi usek yang paling diminati.

“Di samping aman dari kolesterol, sensasi bunyi kriuknya yang menyebabkan dia menyukai panganan kering dari bahan tapioka ini,” kata Heni.

Kerupuk mie usek adalah produk kemiskinan kultural masa lalu, tentu saat ini Sri dan Sri Sri lainnya tak ingin lagi kekurangan minyak goreng. Meski minyak goreng saat ini sudah tidak langka, tetapi faktanya ganti harga. Sebelum isu minyak goreng meledak harga minyak goreng curah Rp.7-9 ribu, kini Rp.13-15 ribu.

Semestinya perjuangan para elit dalam menyikapi persoalan minyak goreng adalah, jangan sampai ganti harga tetapi turun harga. Itulah harapan pastinya.

Sri, dan Sri Sri lainnya semoga lekas naik kelas, karena sudah 24 tahun berjualan keliling, terlebih usianya yang akan menuju kepala enam. Saatnya Sri akan pensiun dan menikmati hari tuanya yang berkecukupan. Itulah idaman pejuang keluarga Indonesia seperti Sri di atas.

Sementara itu, dari pantauan NPJ di lapangan, masih banyaknya para pedagang yang menggunakan plastik sebagai pembungkus makanan, sebagai indikator belum maksimalnya target Pemkab Pemalang untuk mengurangi penggunaan plastik. Selain itu, juga masih banyaknya kendaraan bermotor yang menerobos masuk ke area CFD di Alun-alun Pemalang, yang mana kontradiktif dengan prinsip car free day sebagai hari bebas kendaraan bermotor. (Ragil74)

Mengenang 33 Tahun Ambruknya Jembatan Comal 1989
Kampung Seribu Jembatan
Widuri
Pantai Joko Tingkir, Di Bawah Pohon Cemara Ada Teh Poci dan Mendoan
Wamsu, Pedagang Lukisan Kaligrafi Keliling

Terkait

Terkini