Aku Bersedih … Kugantungkan Harapan dan Cita-Cita Indonesia Setinggi Candi Borobudur

Pembangunan tak hanya soal fisik, terciptanya manusia Indonesia seutuhnya harus kembali digaungkan. Manusia atau rakyat tidak dibolehkan menjadi ajang lahan bisnis. Negara tidak boleh berbisnis kepada rakyatnya sendiri

9 Juni 2022, 02:01 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Kemanusiaan — Aku Bersedih … Kugantungkan Harapan dan Cita-Cita Indonesia Setinggi Candi Borobudur

“Bila dugaannya seperti itu, pasti by desain itu sudah meng-infiltrasi ke dalam sisi regulasi. Pernahkah kita tahu lebih dalam mengenai Badan Otorita, seperti Badan Otorita Batam, atau Badan Otorita Ibu Kota Negara. Dan, akan muncul Badan Otorita Borobudur.”

ENTAH energi apa yang membangunkan alam bawah sadarku menuju ke tingkat super sadarku, ada keterhubungan spiritual yang terkoyak dalam bathin-nya dan bathin-ku pada lorong waktu masa lalu dan saat ini.

Tapi, abaikanlah itu, anggap saja hanya kata-kata afirmasi belaka, atau justifikasi-kan saja bahwa diri ini sedang berhalusinasi.

Setelah lebih dalam lagi selidik sana dan sini, simplifikasi Borobudur dengan narasi menjaga aset cagar budaya, sekilas telah mengerucut pada satu kesepakatan, yang mana hal tersebut sebegitu terkesan arif dan bijaksananya (rasional) bila dipikir-pikir, tetapi jika mau jujur, bagaimana itu dirasakan dan merasakan begitu menyedihkan.

Tanpa mengurangi rasa hormat, bila hal itu arahnya sebagai fungsi (living monument) beribadah, dipersilahkan. Ada statement dari salah satu pemuka agama, bahwa wacana kenaikan tarif masuk (naik) tersebut juga menyusahkan bagi yang ingin beribadah. Karena tidak semuanya mampu untuk membayar sebesar itu untuk tujuan ibadah. Dalam pokoknya, bila digunakan khusus untuk beribadah, juga bukan kehendak dari saudara-saudara pemeluk, keyakinanku demikian.

Bahkan ada lagi sosmed-er dalam video Tik-tok dan Fb yang mengatakan bahwa 750 ribu itu teramat murah, tidak sebanding dengan nilai mahakaryanya.

Kalkulasi di atas biarlah menjadi kalkulasi opini publik, jika itu yang diharapkan, entah pendapat by desain (framing) maupun murni. Tetapi, saya punya argumentasi di balik kenaikan itu. Dan, bukan alasan seperti di atas.

Namun sebelumnya, saya ingin bercerita bahwa, saya adalah bagian orang-orang yang beruntung.

Dari pengamatan di media massa dan sosial media, reaksi atas wacana kenaikan tersebut ditanggapi oleh warganet dengan beragam, bahkan pendapat (reaksi) tersebut bisa ditengarai sebagai suatu bentuk sikap. Siapa lagi kalau bukan oknum masyarakat Indonesia atau oknum bangsa Jawa yang sangat pandai dalam mensikapi dan mencari solusi. Makhlum, pendidikan agresor telah membawa pada budaya yang tahan banting, kreatif dan solutif.

Alon-alon waton kelakon, gemi nastiti ngati-ati, sing penting ana, tiada rotan akar pun jadi!

Uang 750 ribu ketimbang untuk naik ke candi, bisa untuk ngopi se-RT, bisa untuk beli nasi kucing se-RW. Akhirnya, menenangkan pikiran sendiri, ngeyem-yemi atine dewe, itu bagian dari solusi khas budaya Jawa.

Di Klaten, ada Candi Sojiwan, Plaosan dan Merak. Di Jogja, ada Candi Ijo, Barong, Banyunibo, Sari, Sambisari, Kalasan, Kedulan, dlsb. Di Magelang, ada Candi Pendem, Asu, Umbul, Ngawen, Losari, Gunungsari, dlsb. Atau Candi Gedongsongo di Ambarawa, juga candi di kompleks Dieng Banjarnegara-Wonosobo. Ini adalah nama-nama candi pilihan pemirsa sebagai alternatif kunjungan.

Nah, kenapa kemudian Persero (BUMN) PT. Taman Wisata Candi Borobudur-Prambanan-Ratu Boko memilih ketiganya sebagai taman wisata internasional, ya, ketiga tempat tersebut adalah kluster terbesar candi dengan segala potensi (lingkungan) yang besar. Mengandung keindahan dan potensi yang lebih, eksotis, luas, dlsb. Dalam poin sangat komersil.

Saya sebagai orang Klaten, dan mungkin saudara-saudara yang berada di wilayah eks-Karesidenan Surakarta dan DIY, tahukah anda di mana titik terindah dan termewah menikmati candi Prambanan. Pernahkah anda menonton pertunjukan Sendratari Ballet Ramayana di Prambanan. Di manakah itu? berapa harga tiket masuknya?

Kadang kita sedih, saudara-saudara kita yang belum pernah piknik keliling Indonesia, ke Bali, Lombok, Jakarta, Danau Toba, Minangkabau, Borneo, Bunaken, Maluku hingga Papua (Raja Ampat). Boro-boro ke destinasi tersebut, ada sebagian dan masih banyak masyarakat yang kekuatan pikniknya hanya antar kecamatan dan antar kabupaten. Bisa berkunjung ke Jogja pun karena piknik sekolah, atau setahun sekali, bahkan belum pernah sama sekali piknik ke Jogja, padahal itu (oknum) warga Klaten dan sekitarnya atau umumnya Indonesia, misalnya.

Menyedihkan memang, ketika (kita) orang daerah sekitar Prambanan belum pernah melihat indahnya Candi Prambanan dari titik yang paling indah, paling maksimal, sembari melihat gelaran Sendratari Ballet Ramayana, di tepi Sungai (kali) Opak yang bersejarah tersebut.

Lokasi ideal tersebut terletak di sebelah barat Kali Opak, yang mana merupakan spot terindah menikmati agungnya Prambanan, terlebih di waktu malam hari. Di situ juga terdapat resto yang mewah. Khabarnya, tempat tersebut biasanya di booking para oknum pejabat atau grup-grup korporasi/institusi dari Jakarta untuk menyelenggarakan event atau rapat-rapat.

Nah, pernahkah anda datang ke sana? bahwa tempat tersebut adalah tempat terindah di kawasan Candi Prambanan. Eksotis, Beautiful!

Terkait

Terkini