Aku, Tuhan dan Kemunafikan II
Nusantarapedia.net, Jurnal | Sastra — Aku, Tuhan dan Kemunafikan II
Dan malam pun masihlah sama
dengan remang yang riuh
meski jalan-jalan tak lagi ramai
memekak telinga sebab sirine kereta pengantar orang yang mati
atau mengantar orang-orang sekarat
Sementara sambil kutekan papan tulis dari laptopku
memahat kata demi kata menjadi kalimat iklan agar dagangku laku
Aku tak peduli pada sirine yang memekak menakutkan hatiku
aku tak merasa meski seringkali nampak tatapan menghiba dari wajah-wajah kesusahan nampak di hadapku..
Bukankah diri ini juga suram sebab kesusahan
sedang diri berupaya mengail rupiah agar tetap bisa makan
kulakukan segala itu sepenuh santun tanpa menyikut orang punya pendaringan
Tapi benarkah aku begitu?
diri dengan jubah-jubah suci
sambil kuteriakan, “hei, mata dan telinga kebanyakan mana hatimu”?
negara tetanggamu sedang susah sebab diserang
segeralah keluarkan semua yang ada di kantong celana dan baju kalian
lalu dengan bangganya aku menghitung berjuta-juta keping uang terkumpul seketika
dengan bangganya kuceritakan pada dunia inilah aku “umat pilihan”
Ah, tetiba seorang tua yang entah darimana datangnya menghampiriku
seakan mendekatkan mulutnya dan lirih berkata
Tidakkah kau malu wahai jiwa yang bernafsu
berselimut dengan kesantunan dan kesucian
berkata dan bergerak seakan-akan engkau pada kebijakan..
Aduhai kemana hati dan jiwamu
Padahal di dekatmu banyak yang sekarat dan kelaparan
di kanan-kiri mu orang mati bergelimpangan
Dan aku, tersedak sebab tegukan segelas terakhirku
semacam apa diri ini pada lelaku
di jalan apa langkah ini menjejak tak ragu
laptopku mendadak mati,
otakku seketika beku
sedang orang tua itu tak lagi ku lihat melagu
Jakarta, 18 Juli 2022 | Ry Cahyo
Untukmu, Jeng …
Aku, Tuhan dan Kemunafikan
Aku, Segelas Kopi dan Cerita Malam Ini
Hujan Bulan Juni
Apa Kabar Ibu Pertiwi …