Alienasi IKN Cara Kuasai Total Jakarta Melalui Aglomerasi Kawasan Baru (Semuanya Serba Sepaket)
Nusantarapedia.net | OPINI, POLHUKAM — Alienasi IKN Cara Kuasai Total Jakarta Melalui Aglomerasi Kawasan Baru
(Semuanya Serba Sepaket)
Oleh : B Ari Koeswanto ASM
– Ketua Dewan Aglomerasi dalam hal ini adalah wakil presiden, membawahi 8 daerah termasuk DK Jakarta, sebagai kawasan terintegrasi. Dulu ada akronim JABOTABEK: Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi; kemudian bertambah menjadi JABODETABEK: tambah Depok, dan sekarang bertambah lagi menjadi satu kluster kawasan; terdiri dari: (1) DK Jakarta, (2) Kota Bekasi, (3) Kabupaten Bekasi, (4) Kota Bogor, (5) Kabupaten Bogor, (6) Kota Tangerang, (7) Kabupaten Tangerang, (8) Kota Tangerang Selatan, (9) Kota Depok, bahkan (10) Kabupaten Cianjur –
“Sepaket yang dimaksud, sesepaket pula pembangunan kereta cepat Jakarta – Bandung, sebagai poros baru antara aglomerasi DK Jakarta dan Bandung sebagai “panggung bumi” miliknya, sementara rakyat hanya akan terus dijadikan obyek perahan market society, dengan terus dihadirkan narasi cuci otak berlabel “patriotisme, pancasilaisme, cinta Tanah Air, Indonesia Emas,” dan seribu kebanggaan gigantis lainnya, yang padahal lupa: gas LPG menghilang, beras mahal, makan seadanya, minyak goreng mahal, beban iuran kesehatan, kuliah yang ber-PTNBH, aneka pajak dan iuran yang beragam, masih ditambah lagi anak-anak harus berkeranjingan dengan game online, bapak-bapak terjerat judol, ibu-ibu pun terlilit pinjol. Inilah sepaket pula narasi digitalisasi sebagai syarat kemajuan bangsa, padahal sepaket menuju penderasan generasi ambyar. Sepaket pula alienasi IKN adalah bentuk penguasaan total Jakarta melalui desain pembangunan kawasan, seperti aglomerasi DK Jakarta salah satunya.”
UNDANG-UNDANG Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) sudah resmi disahkan. Satu langkah lagi menunggu terbitnya Keppres pemindahan ibu kota, maka otomatis kota Jakarta sudah tidak berstatus sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI). Sebaliknya perangkat hukum pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan sudah terlebih dulu disiapkan berpayung UU IKN hasil revisi sesuai “keinginan”, bahkan terbit pula Keppres percepatan pemindahan ibu kota (No. 75/2024), sebagai “aturan sakti” tak ada yang bisa membendung proses (pembangunan) percepatan IKN dari sisi regulasi.
Menariknya, bahwa skema pembangunan IKN yang didahului dengan by design regulasi, terdapat benang merahnya, antara UU IKN dan UU DKJ. Dalam kesimpulannya adalah sepaket untuk menguasai kota Jakarta secara total, dengan skenario membuka aglomerasi kawasan baru, itulah maksud di balik pemindahan ibu kota.
IKN adalah bentuk alienasi/pengasingan tatanan dari semua aspek, selain dari proyek itu “sambil menyelam minum air” terbukanya lahan-lahan atau projek baru bisnis (buat projek) yang berskala global.
Poin “sepaket” yang dimaksud, seperti berkaitan dengan Putusan MK hal batasan umur calon wakil presiden (aspek politis), bahwa: UU DKJ mengamanatkan; pembentukan kawasan aglomerasi dengan dibentuk “lembaga” Dewan Kawasan Aglomerasi Jakarta yang dipimpin oleh wakil presiden.
Ketua Dewan Aglomerasi dalam hal ini adalah wakil presiden, membawahi 8 daerah termasuk DK Jakarta, sebagai kawasan terintegrasi. Dulu ada akronim JABOTABEK: Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi; kemudian bertambah menjadi JABODETABEK: tambah Depok, dan sekarang bertambah lagi menjadi satu kluster kawasan; terdiri dari: (1) DK Jakarta, (2) Kota Bekasi, (3) Kabupaten Bekasi, (4) Kota Bogor, (5) Kabupaten Bogor, (6) Kota Tangerang, (7) Kabupaten Tangerang, (8) Kota Tangerang Selatan, (9) Kota Depok, bahkan (10) Kabupaten Cianjur.
Ketentuan mengenai hal ini tercantum dalam pasal 55 UU DKJ, bahwa wakil presiden bertanggung jawab untuk mengoordinasikan pembangunan di kawasan aglomerasi DK Jakarta.
Tentu narasi integritasi kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional yang berskala global menjadi pakem, yang di dalamnya akan ada pengembangan infrastruktur, pengelolaan sumber daya manusia, perencanaan tata ruang, serta pengelolaan lingkungan, yang mana kalimat berdasarkan partisipasi masyarakat atau terciptanya lapangan pekerjaan, dalam pokok pembangunan inklusi pastinya menjadi jargonnya — demi kepentingan rakyat.