Amnesia dan Diskursus Sejarah Terhadap Peradaban Maritim Nusantara (1)

Nusantarapedia.net — Amnesia dan Diskursus Sejarah Terhadap Peradaban Maritim Nusantara
Oktober 2014, Ir. Joko Widodo dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7, dalam pidatonya; visi Indonesia akan dibawa menghadap ke laut, tidak memunggungi laut.
Pembangunan Indonesia dengan visi kebijakan kelautan (vision for marine policy) melihat laut keluar (outward looking) sebagai potensi sumber daya yang harus diambil, dengan pembangunan berorientasi pada sektor maritim (maritime base oriented), tidak lagi bertumpu pada sektor agraris yang kedalam (inward looking) dengan orientasi tata kelola di daratan (land based oriented).
Konsep itu tersusun dalam visi-misi Presiden sebagai Poros Maritim dalam geo-strategi politik Indonesia.
Sejarah
Masih ingatkah lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut, ya, bukan tanpa sebab terciptanya lagu tersebut.
Pada relief candi Borobudur terukir jelas gambar perahu bercadik, yang jauh sebelum masehi sudah digunakan nenek moyang berlayar sampai di Madagaskar.
Bangsa pribumi bersama bangsa dunia yang lain telah berada dan bekerjasama di Nusantara kuno, seperti bangsa India yang kemudian melahirkan konsep kebudayaan Hindu-Budha, juga karena migrasi amalgamasi, telah membuktikan bahwa kawasan Nusantara telah menjadi kota urban sejak jaman kuno, setidaknya sudah dimulai sejak awal masehi.
Swarnadwipa, Jawa dan kepulauan di Timur telah meninggalkan jejaknya akan infrastruktur kelautan. Pelabuhan di sepanjang pesisir Jawa, seperti Jepara, Batang atau Pekalongan era Kalingga, juga kota dagang kuno di laut utara Sumatera.
Dari artefak yang banyak ditemukan bahwa, Nusantara dengan kebudayaan austronesia telah bermigrasi ke belahan dunia dalam rangka banyak kepentingan.
Kertanegara terkenal dengan ekspedisi Pamalayu (1275), ekspansi teritori kerajaan Tumapel dalam bentuk kampanye militer telah dilakukan untuk menguasai kerajaan-kerajaan jauh ke tenggara, seperti di negri Champa (Vietnam) juga menaklukan wilayah Dharmasraya (Melayu).
Dalam literasi kerajaan Singasari, banyak berita asing dari Tiongkok yang menggambarkan hal ini, termasuk peristiwa kedatangan tentara Kubilai Khan dari Mongolia.
Tradisi tersebut dilanjutkan oleh Majapahit, ratusan Jong (kapal) milik angkatan laut kerajaan sudah siap untuk kepentingan pertahanan maupun ekspansi.
Pada era Raja Pramodyawardani-Hayam Wuruk dekade 1330, Majapahit berhasil menyatukan Nusantara Serikat di bawah Laksamana Nala (Mpu Lembu Nala) dan Gajah Mada. Angkatan laut yang terbesar se-Asia Tenggara berpusat di bandar Hujung Galuh (Tanjung Perak-Surabaya).
Kerajaan Demak (1475), harus menghadapi globalisasi dunia dengan ramainya perdagangan di seluruh dunia dengan memanfaatkan moda kemaritiman.
Demak sudah mempunyai galangan kapal di Semarang, apabila ditarik saat ini, level produksi kapalnya dimungkinkan menyamai perusahaan Royal Carribean yang memproduksi kapal Harmony of The Seas.
Nampaknya, Nusantara sebegitu mendunia dengan komoditas dagangnya, hingga menjadi kosmopolitan baru dunia dan kota urban.
Menurut catatan Historia (2019), jumlah penduduk Nusantara pada abad ke-16 berjumlah 8.000.000 jiwa, kota-kota pelabuhan di Jawa, Sumatra dan (Indonesia Timur) seperti Gresik, Demak, Banten, Pasai, Malaka, Makassar, sudah dihuni antara 50.000 – 100.000 jiwa, sedangkan kota-kota dunia seperti London, New York, Frankfrut hanya dibawah 40.000, hanya Paris yang sudah mencapai angka diatas 50.000 dan Tokyo dengan 100.000 jiwa.
Dengan demikian, Nusantara merupakan kawasan padat penduduk, terutama Jawa, yang oleh kebudayaan barat menyebutnya sebagai kota terpanjang di dunia, merujuk pada kota-kota di pesisir utara Jawa yang sambung menyambung.
BPS 2020 mencatat, penduduk Indonesia berjumlah 270,2 juta jiwa.
Garis Waktu Kebudayaan Maritim Dunia
Telaah kehebatan kebudayaan Nusantara dapat ditinjau dari garis waktu kebudayaan dunia.
Akhir kegelapan eropa baru selesai pada tahun 1500. Tahun 1500-1800 Eropa dalam periode modern awal pembentukan kebudayaan, puncaknya revolusi Prancis 1789 dengan dimulainya periode modern sebagai cikal bakal peradaban modern saat ini.
Christopher Columbus tahun 1492 baru menemukan benua Amerika. Namun demikian, sejarah mencatatkan sebagai keniscayaan dunia bahwa bangsa Portugis dan Spanyol mempelopori rute jalur pelayaran dunia untuk perdagangan, dan itu baru terjadi tahun 1494, terlebih sejak diberlakukannya Perjanjian Tordesillas.
Artinya, Nusantara tidak ketinggalan, contoh kasus, pelabuhan Kalingga di Jepara-Kendal saat pemerintahan Ratu Sima telah berlangsung perdagangan tingkat dunia pada abad ke-6.
Kemunduran Kemaritiman Nusantara pada Diskursus Land Based Oriented-Maritim Based Oriented
Kemaritiman Nusantara awal masehi sampai abad ke-16 sangat berjaya, faktanya sebagai berikut;
(1) Produsen manufactur kapal untuk militer dan bisnis.
(2) Kota pelabuhan perdagangan dunia yang sibuk dengan skala internasional dan lokal, tersebar hampir di seluruh Nusantara.
(3) Komoditi barang agraris-maritim yang melimpah.
(4) Nusantara berada pada belahan benua samudra pasifik dan hindia, dengan posisinya yang strategis pada rute pelayaran dunia.
(5) Tipikal masyarakatnya yang “open house” menghasilkan kebudayaan yang maju.
Lantas, mengapa mundur? berubah arah, banyak faktor dari segi unsur kebudayaan yang mempengaruhinya karena kepentingan global.
Dalam sistem religi misalnya, Nusantara tidak mengenal budaya ke-Nabian atau ke-Santoan sebagai masa awal pembentukan agama monotheysme.
Ini membuktikan telah tercapainya sebuah kesadaran dan keselarasan hidup perihal konsep religi dalam konstruksi tatanan sosial. Nusantara tidak mengalami jaman kebodohan maupun masa kegelapan.
Hal ini mendorong bangsa-bangsa di dunia untuk datang dan menawarkan kefahaman baru, yang selanjutnya diterima menjadi bagian nafas baru Nusantara.
Pada bagian sumber daya alam, Nusantara sangatlah melimpah, lebih dari cukup untuk memenuhi pokok kebutuhan hidup. Saking kayanya, Nusantara telah menarik perhatian bangsa-bangsa di dunia dalam aneka tujuan dan kepentingan.
Dalam pokoknya, Nusantara sebagai kawasan yang makmur dan kondusif, meski secara kasuistik dinamika peperangan acap kali terjadi, itupun atas peran serta kepentingan global.
Ihwal kemakmuran tersebut banyak disinggung dalam catatan literasi Nusantara, seperti pelukisan keadaan Nusantara oleh Sri Aji Jayabaya (Kadiri), dengan istilah “gemah ripah loh jinawi-toto tentrem kerto raharjo.”
Menggali Misteri Palung Mariana
Dengan demikian, kesimpulannya, akibat kemakmuran di atas menjadikan pengelolaan sumber daya di dalamnya menjadi lemah, karena semua sudah tersaji oleh alam.
Menjadikan bentuk tata kelola institusional yang lemah, akibat keterlenaan dalam pengelolaan manajemen, dari dasar ketersediaan aneka sumber daya tersebut.
Hal ini juga berpengaruh pada kelanjutan platform kemaritimannya yang tidak dibangun konsisten melainkan parsial, meski gemilang dan maju secara kasuistik, karena keberadaan kerajaan institusional yang berpindah-pindah.
Apa saja fakta kehebatan kesejarahan tersebut, serta diskursus di dalamnya atas melimpahnya sumber daya yang akhirnya justru menjadi kelemahan.
Dikotomi gunung dan laut atau
“segara-gunung,” agraris-maritim,” “dalam-luar,” memang itu fakta geografis Nusantara yang melahirkan konsep kebudayaan berperadaban tinggi.
Banyak literasi geo-mitologi dan wujud kebudayaan mengetengahkan akan hal itu, meski demikian pusat inti kebudayaan tetap bermula di pedalaman sebagai budaya asli (local genius).
Hal diatas yang kemudian mendasari pembangunan yang melahirkan landasan pengelolaan yang berorientasi ke darat dan ke laut (Land Based Oriented-Maritime Based Oriented).
Kerajaan Kalingga yang sudah hebat dipesisir utara Jawa dengan poros maritimnya harus dipindah ke dalam (selatan) menjadi Medang i Mataram seiring semakin meningkatnya urbanisasi, juga karena faktor perang saudara (intrastate conflict).
Demikian dengan kerajaan Kahuripan, Singasari, Kediri dan Majapahit tetap berorientasi pada pembangunan agraris yang berada di pedalaman. Itu wajar, sebelum abad ke-15 bahkan sampai era pergerakan kemerdekaan, Nusantara tidak terjadi perang frontal atau invasi militer dari luar yang mengancam eksistensi kedaulatan negri secara massif meski hal itu ada.
Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Nusantara berciri Open House dan mudah bekerjasama dalam pergaulan dunia.
Dalam tata laksana hidup, tercukupinya hak hidup individu menyebabkan ketenangan dan fokus pada penciptaan nilai-nilai kehidupan, akibatnya ilmu spiritual dan aneka bidang kebudayaan (7 unsur budaya) menjadi maju dan berkembang.
Namun, tidak adanya keberlanjutan atas terciptanya integrasi tata kelautan yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk mengarungi dunia, seperti alasan kekurangan pangan atau konflik, seperti kasus Portugis dan Spanyol akibat krisis ekonomi yang mengharuskan untuk berlayar. Hal tersebut tidak pernah terjadi oleh bangsa Nusantara.
Ketika globalisasi terjadi, Demak menjadi platform baru kemaritiman era modern dunia, namun sayang, Joko Tingkir memindahkannya ke Padjang yang kemudian menginisiasi lahirnya Mataram hingga Mataram Anyar Kolonial.
Dengan demikian, diskursus konsep agraris dan maritim terjadi bukan hanya pengaruh dari luar, tetapi dalam tubuh internal.
Kehadiran banyak bangsa-bangsa dunia sejak awal masehi oleh penganut Hindu-Budha, baik dari kalangan pedagang ataupun agamawan dari India Utara dan Selatan, juga bangsa yang membawa kefahaman Islam seperti muslim Cina Daratan, Champa, Handramaut, Persia, Gujarat, India, Ahlul bait, Asmarakand dan lainnya.
Amnesia dan Diskursus Sejarah Terhadap Peradaban Maritim Nusantara (3)
Di Indonesia timur, penginjilan Indonesia oleh Portugis dan VOC dilakukan. Pengaruh-pengaruh di atas berlangsung tanpa adanya pergolakan yang berakibat fatal akan eksistensi sosiologis, kecuali dampak kultural sustainablenya yang hadir menjadi budaya baru sebagai arah.
Teori seperti ini tidak bisa dipisah-pisahkan dalam telaah sejarah kemaritiman Nusantara. Faktor budaya melalui penyebaran agama, perdagangan, dan mobilitas lainnya juga sistem administrasi pemerintahan yang akhirnya berorientasi pada kebijakan pembangunan agraris dan maritim yang di dikotomikan sebagai Land Based Oriented dan Maritime Based Oriented.
(bersambung bagian 2)
Amnesia dan Diskursus Sejarah Terhadap Peradaban Maritim Nusantara (2)
Resolusi 2022 dalam Tradisi Dunia, Target dan Eksekusi