Antara TEKEN, TEKUN, dan TEKAN

- Begitu kata orang tua, yang memiliki makna tiada kesetiaan yang sia-sia -

21 Januari 2023, 19:08 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | ReligiAntara TEKEN, TEKUN, dan TEKAN

“Teken bukanlah tujuan; ia hanyalah alat untuk menuju cita-cita yang dikehendaki.”

NUSPEDIAN, kalian pernah dengar kata teken, tekun, dan tekan, belum? Mungkin ada yang asing, ya, karena itu merupakan bahasa Jawa.

Teken-tekun-tekan adalah kata yang memiliki makna yang berbeda. Tak banyak yang tahu jika ketiga kata itu merupakan permainan kata dari leluhur Jawa sebagai filosofi. Kata-kata itu digunakan untuk menggambarkan bagaimana cara menjalani kehidupan di mayapada ini.

Cari tahu yuk, makna dari masing-masing kata yang berkaitan itu.

Teken bermakna tongkat, panduan dalam menjalani hidup. Teken bisa juga dimaknai sebagai agama atau ageman, pegangan yang dikukuhi ketika menjalani hidup. Dalam ilmu Tasawuf, teken berada di level syariat: seperangkat aturan, etika, untuk menjalani hidup. Teken bukanlah tujuan; ia hanyalah alat untuk menuju cita-cita yang dikehendaki.

Sejatinya, setiap orang punya teken yang berbeda, sesuai dengan kecocokan pribadi orang itu. Sayangnya, banyak yang berhenti di level teken, bahkan menuhankan teken. Selain teken yang diagem (dipakai), tidak ada lagi teken yang layak diagem.

Ketika seseorang sudah mempunyai teken, ia mesti menapaki level selanjutnya, yaitu tekun.

Tekun yaitu menjalani dengan setia (istiqamah) dan penuh penghayatan melalui arahan teken. Dalam ilmu Tasawuf, tekun berada di level tarekat, suluk, laku spiritual. Siapa saja yang tekun menjalani laku spiritual, ia pasti sampai pada tahapan selanjutnya, yaitu tekan.

Ada pepatah yang berbunyi, “Sapa sing tekun bakal tekan.” Siapa yang tekun akan sampai.” Begitu kata orang tua, yang memiliki makna tiada kesetiaan yang sia-sia.

Selanjutnya, tekan adalah buah yang akan dipetik para pejalan spiritual yang tekun (“penekna blimbing kuwi,” seperti dalam tembang Ilir-Ilir). Dalam ilmu Tasawuf, tekan berada pada level hakikat dan marifat.

Orang yang tekun berjalan dengan tekennya, tak peduli rintangan apa pun yang dihadapinya dalam perjalanan (“lunyu-lunyu yo penekna” dalam tembang Ilir-Ilir), pasti akan mampu mengetahui hakikat dari apa-apa yang terkandung di dalam dan di luar teken-nya.

Dan jika Gusti Allah menghendaki, ia akan diundang memasuki istana-Nya yang tak terbayang keindahannya (“kanggo seba mengko sore” dalam tembang Ilir-Ilir). Ketika ia memasuki istana-Nya, ia akan memperoleh karunia terbesar, yaitu melihat dirinya sendiri dalam rupa yang gilang-gemilang. Wallahu’alam.

Nah, itu tadi makna dari kata teken, tekun, dan tekan. Tentu ketiganya menjadi sesuatu yang berkesinambungan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Semuanya harus saling berkaitan erat.

Berikut ada lirik tembang Ilir-Ilir, yang sedikit dibahas dalam tulisan di atas.  Ilir-Ilir termasuk dalam lirik tembang dolanan karya Sunan Kalijaga.

Ilir Ilir

Lir ilir, lir ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggoh temanten anyar

Cah angon-cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekna kanggo mbasuh dodotira

Dodotira-dodotira kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana jlumatana kanggo seba mengko sore

Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako…
Surak hiya…

Mundy Sae | penulis tinggal di Magelang

Syair Tembang Selawat ‘Turi Putih’ dan Maknanya

Perbedaan Sunan – Sultan dan Panembahan (Sunan Kalijaga dengan 10 Filosofinya) bag. II
Shalawat Nariyah
Sholawat Busyro
Sejarah Lagu Lingsir Wengi, bermula dari Kidung

Terkait

Terkini