Apa Keuntungan Indonesia dengan Revolusi Industri 1.0 hingga Society 5.0 AI, Jangan Tertipu Kemanfaatannya Saja – Pikirkan Sistem Proteksinya
Dengan kita tidak mengikuti jerat sistem teknologi 4.0 mereka, otomatis kita tidak memberikan data-data informasi apapun (Indonesia) kepada mereka. Ingat, sistem AI bekerja dari merekam data informasi masa lalu dan saat ini. Dari sekumpulan milyaran data tersebut kemudian direplikasi
Nusantarapedia.net | JURNAL, IPTEK — Apa Keuntungan Indonesia dengan Revolusi Industri 1.0 hingga Society 5.0 AI, Jangan Tertipu Kemanfaatannya Saja – Pikirkan Sistem Proteksinya
Oleh: B. Ari Koeswanto ASM
“Artinya, dalam konteks kita (Indonesia) saat ini, bahwa digitalisasi 4.0 yang kita jadikan kiblat sekarang adalah jembatan, sebenarnya adalah upaya pengumpulan (pencurian) data dan informasi untuk mereplikasi, menduplikasi dan bahkan mengkloning manusia, yang selanjutnya hidup kita akan dikendalikan oleh teknologi AI.”
MASIH jelas ingatan kita dalam pelajaran ilmu pengetahuan sosial di SD (sekolah dasar), bahkan sampai hafal nama-nama ilmuwan dengan penemuan besar yang merubah peradaban dunia pada hal sains dan teknologi. Sebut saja James Watt sang penemu mesin uap. Berkat James Watt lahirlah era baru dunia, yaitu fenomena dimulainya revolusi industri 1.0 pada rentang tahun 1750-1850.
Hadirnya revolusi industri ini menjadikan perubahan besar pada manusia dalam mengelola sumber daya, menciptakan sebuah produk. Dalam pokok, terjadinya tatanan baru dalam kehidupan manusia di segala bidang dan aspek. Juga seiring berkembangnya kapitalisasi ekonomi global (global business).
Dari sejak era 1.0 tumbuh ke era 2.0, yaitu ketika Thomas Alfa Edison mengawalinya dengan menemukan teknik lampu pijar yang selanjutnya disempurnakan menjadi teknologi kelistrikan. Sejak teknologi listrik menjadi sempurna untuk diaplikasikan di hampir semua terapan kehidupan, terutama sektor transportasi. Era ini berlangsung pada kurun waktu 1850 an hingga menjelang 1900 an, disebut dengan revolusi industri 2.0. Era ini sebagai lompatan sains dan teknologi untuk kehidupan yang lebih mudah. Dalam perjalanannya, aplikasi teknologi 1.0 yang dirasa kaku (konvensional) dan menimbulkan problem ekologi termasuk energi, semakin ditinggalkan, memaksa terjadinya perubahan besar listrikisasi, yaitu era revolusi industri 2.0.
Selanjutnya, memasuki abad ke-20, dimulai pada kisaran tahun 1900 an hingga jelang era millenium 2000, terjadi lompatan teknologi yang pesat. Aneka peralatan penunjang hidup dan peralatan industri manufaktur dan peralatan lainnya yang sebelumnya telah dilistrikisasi menjadi lebih modern lagi dengan tingkat efektifitas dan kecepatan yang tinggi, yaitu hadirnya teknologi otomatisasi. Otomatisasi pada peralatan mekanik di semua level menandai berlangsungnya era revolusi industri 3.0. Era ini dengan jargon life becomes easy, hidup menjadi mudah. Teknologi on/off contohnya.
Dinamika global terus tumbuh, pun ketika terjadi perebutan kekuasaan oleh negara-negara dunia melalui invasi perang, teknologi otomatisasi telah canggih pada alutsista perang. Geopolitik dan strategi untuk menguasai sebuah negara harus dilakukan dengan perang (kontak fisik). Perang Dunia I dan II adalah puncaknya, yang mana banyak korban jiwa, meninggalkan tragedi kemanusiaan yang nyata di depan mata. Akhirnya, dunia sepakat untuk meninggalkan budaya perang. Namun, hegemoni kuasa untuk menjadi negara superior yang paling kuat, paling berkuasa dan paling-paling lainnya, tetap melekat pada diri sebuah manusia/bangsa sebagai hal yang otentik. Hanya saja berubah dari yang nyata ke dunia maya, dari yang kasar ke sifat lembut. Namun sejatinya tetaplah perang, perang untuk tujuan menguasai. Lagi-lagi atas tren kekuasaan monopoli ekonomi dan keuangan global.
Hadirnya teknologi alutsista pada masa-masa (perang) tersebut, sejatinya telah dimulai perlahan-lahan dengan hadirnya teknologi radar berteknologi satelit (GPS). Bermula dari situlah, lahirlah teknologi internet dari basis awal komunikasi untuk pertempuran. Modern kini, kecepatan komunikasi berubah menjadi arus komunikasi dalam narasi globalisasi yang pada sisi politik bertujuan untuk mengendalikan arus informasi. Tentu selain tujuan positif untuk kemudahan akses komunikasi menjadi bagian keuntungan di setiap lompatan teknologi. Mesti dalam perkembangannya tetap digunakan sebagai teknologi perang gaya baru.
Akhirnya, teknologi internet pun terus tumbuh memasuki era milenium 2000 an hingga 2023 ini dengan teknologi internet berjaringan 5G, dari sebelumnya 4G, 3G, HSDPA/EDGE, GPRS/GSM, juga kabel. Sebentar lagi akan hadir jaringan 6G pada era revolusi (industri) society 5.0 AI (artificial intellegence).
Dengan hadirnya teknologi ini disebut dengan era revolusi industri 4.0, adalah suatu era ketika penatalaksanaan hidup di segala bidang dan aspek telah berubah ke dalam bentuk digital hingga tumbuh pesat membentuk ekosistem digital. Wujud terapannya dengan pengendalian alat-alat dengan teknologi komputerisasi hingga operasional melalui perintah-perintah nir-kabel yang sifatnya kasat masa, atau disebut lahirnya dunia baru – dunia maya. Lihat bentuk aplikasi sosial media, layanan dan aksesibilitas di semua bidang berbasis jaringan internet. Tak luput, teknologi alutsista perang pun demikian. Pun dengan perang ekonomi. Uang digital contohnya (cryptocurrency).
Era revolusi industri 4.0 ini adalah yang tersingkat, namun dibuat serba kompatibel, terintegrasi dan super cepat, yang bertindak sebagai jembatan untuk mengumpulkan data seluas-luasnya, sebanyak-banyaknya, dan sedetail-detailnya tentang kehidupan di bumi ini bahkan di planet lain. Jangankan data kependudukan atau cadangan energi sumber daya mineral, bahkan data DNA atau genom dari setiap penduduk dunia pun dapat terindentifikasi. Inilah kegilaan dunia baru yang disebut dengan teknologi AI (artificial intelligence). Inilah dimulainya (2020) revolusi society 5.0 AI (kecerdasan buatan) yang akan mencapai puncaknya atau menjadi tata laksana baru pada tahun 2045, atau tidak sampai 25 tahun lagi.
Selamat datang dunia baru, kehidupan baru, tata laksana baru di dunia AI. Bagaimana kita, Indonesia?