Apa Pekerjaan Anda? HANYA IBU RUMAH TANGGA
“Why men can’t listen and woman can’t read maps” menuturkan dengan begitu jelas tentang persoalan kodrat

Nusantarapedia.net | JURNAL, GAYA HIDUP — Apa Pekerjaan Anda? HANYA IBU RUMAH TANGGA
“Ketulusan dan kehadiran pada setiap momen tumbuh kembangnya akan dikenangnya seumur hidup bahkan hingga kita tertimbun di dalam tanah. ‘You are precious,’ bunda begitu berharga.”
SUATU hari kubaca sebuah undangan di grup alumni. Ah, rangkaian kata yang selalu tak ingin ku dengar. Menyebutkannya saja, sudah sakit perutku. “Undangan Reuni Akbar”. Terlintas di kepalaku, bayangan teman-teman yang dengan segala kemewahannya, begitu glamournya dan kisah sukses mereka dengan sederet gelar dan profesi istimewanya. “hai, Mel, Kerja apa kamu sekarang?” ah, itu pertanyaan yang tak pernah ingin ku jawab. “I am no one, not more than just a house wife”. Bahwa aku bukan siapa-siapa, hanya seorang ibu rumah tangga. Akhirnya akan selalu berakhir keputusan yang selalu sama, “Maaf ya, aku gak bisa hadir”
Sebuah ilustrasi yang tentunya pernah kita alami ya bun?, sebagai seorang ibu rumah tangga sejati, insecure dengan profesi yang selalunya disamaartikan dengan kata ngangggur. tapi benarkah demikian adanya? Sementara kita yang nglakoni setengah mati menjalani peran ini bukan? Sebuah peran besar yang gak dimiliki setiap wanita, kadang juga sebuah pilihan yang harus kita ambil, saat merasa segalanya begitu kacau tanpa kehadiran kita. Ya, menjatuhkan pilihan sebagai Wanita karir dengan sejuta kesibukan bisa saja kita pilih untuk sebuah ego “demi masa depan anak-anak” tapi kadang nalar kita mempertimbangkan begitu banyak hal, bahwa anak anak dan suami lebih membutuhkan kehadiran kita.
Ketahuilah untuk tujuan apa kita diciptakan sebagai pasangan hidup, dalam surat Ar ruum ayat 21, dengan begitu gamblangnya Allah menyebutkan “Dia (Allah) menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang”.
Jelaslah kehadiran kita untuk pasangan, bahwa misi awalnya kitalah sang pembawa kedamaian, ketenteraman, ketenangan untuknya. Seperti halnya adam yang diturunkan ke dunia, dengan rahmat Allah, menghadirkan hawa sebagai teman hidupnya, penyejuk hatinya. Bahkan ketika keduanya sengaja dipisahkan oleh-NYA, jelaslah betapa guncang hati seorang adam, dan dengan segala upaya mencari keberadaan sang belahan jiwa. Seolah tidak akan tenteram hidupnya tanpa kehadiran hawa di sisinya.
Peran kita begitu besar dalam menentukan ketenangan hati seorang suami. Barang kali jika mau jujur, mereka suami yang istrinya berkarir hingga menghabiskan hampir seluruh waktu untuk profesinya, apakah mereka tenteram dengan kondisinya tersebut?. Jika diberi pilihan, dalam kondisi finansial yang cukup, tentunya mereka akan meminta istrinya untuk di rumah saja, menjaga anak anaknya, mengurus rumah tangga. Atau bahkan beberapa di antara suami telah memilihkan sang istri untuk di rumah saja, karena beberapa kekacauan yang terdampak dari ketiadaan ibu dalam pengasuhan, tapi dengan segala kekuatan egonya, sang istri merasa belum siap untuk nganggur, belum siap dalam kondisi tak berpenghasilan.
Bahkan dampak dari ketidakseimbangan peran ini, sering kita mendengar kasus, seorang suami yang berselingkuh dengan alasan istrinya yang terlalu sibuk. Tanpa sadar dengan emosional, kebanyakan orang akan menyalahkan posisi suami “suami gak tahu diri! Kurang apa istrinya? Sudahlah cantik, pinter nyari uang pula”, kadang tanpa berempati, kira kira bagaimana rasanya menjadi suami yang hidup kesepian tanpa belahan jiwa. Dengan tidak bermaksud membenarkan perilakunya, tapi memang ayat Allah bahwa kehadiran istri sebagai penyejuk hati memang benar adanya, jadi tidak heran, jika kebutuhan akan ketenangan jiwa tak terpenuhi maka, seorang pria akan mencari ketenangan di luar sana. Bagaimanapun mereka membutuhkan kehadiran seorang wanita di sampingnya yang siap hadir dan benar benar membersamainya. Mungkin perlu ada peninjauan lebih dalam pada sebuah kasus perselingkuhan, baik dari pihak istri maupun suami, adakah hal-hal yang terlewat dari kodrat keduanya?