Ariyah, Nenek 70 Tahun Buruh Tanam Padi

Pertanian harus terus dikembangkan hingga mencapai level industrialisasi kapitalisme pertanian mandiri Indonesia, bukan justru dengan narasi pembangunan (isme) semakin meminggirkan para petani.

22 Agustus 2022, 18:03 WIB

Nusantarapedia.net, Galeri | Potret Sosial — Ariyah, Nenek 70 Tahun Buruh Tanam Padi

AREAL persawahan sebagai zona hijau kawasan pertanian, luasannya semakin menyempit dari tahun ke tahun. Faktor utama demografi, dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadi penyebabnya. Dengan demikian, alih fungsi lahan dari kawasan pertanian menjadi kawasan pemukiman bahkan kawasan industri lazim terjadi di Indonesia, terutama di pulau Jawa sebagai pulau terpadat.

Selain itu, pola pembangunan fisik saat ini yang terus dikebut dengan tujuan yang beragam, telah menjadikan areal pertanian (sawah) ditumbuhi bangunan-bangunan permanen. Pembangunan atau pendirian pabrik-pabrik juga utilitas lainnya otomatis memakan ruang, yang tak lain adalah dibangun di atas zona hijau.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), hendaknya keseimbangan antara zona hijau, pemukiman dan industri benar- benar diseimbangkan. Untuk zona hijau misalnya, areal persawahan yang dikhususkan sebagai “sawah lestari” tidak boleh berkurang luasannya dengan alasan apapun. Namun dalam praktiknya, pembangunan dalam kategori peruntukan zona merah dan kuning (industri dan pemukiman) telah menyerobot sedikit demi sedikit di zona hijau.

Di samping secara fisik berakibat pada problem lingkungan (ekologi), secara kultur pun maka kebiasaan mengolah sawah atau berprofesi sebagai petani (bertani), sudah tidak menjanjikan lagi dari sisi ekonomi. Pun dengan para pekerja di sektor pertanian seperti “buruh tani” yang semakin menghilang pindah haluan.

Bagaimana hal seperti di atas menjadi PR bagi pemerintah pusat dan daerah. Di satu sisi bagaimana pembangunan dapat terus berlangsung namun berwawasan lingkungan, kebutuhan hunian dapat terpenuhi, dan kelestarian/ekosistem alam tetap terjaga, juga pada sisi pertaniannya itu sendiri.

Pertanian harus terus dikembangkan hingga mencapai level industrialisasi kapitalisme pertanian mandiri Indonesia, bukan justru dengan narasi pembangunan (isme) semakin meminggirkan para petani. Dampaknya, sektor pertanian semakin menurun, dan mencetak lahirnya buruh-buruh baru industri milik kapitalisme semakin massiv.

Dengan kesimpulan bahwa, menyeimbangkan RTRW sama saja mengambil kebijakan haluan bagi pusat atau daerah yang siap untuk tidak “populis.” Antara pembangunan dan pertanian, antara bangunan dan lahan persawahan telah masuk ke dalam pusaran bisnis. Disitulah PR-nya!

Di Desa Bandelan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, contohnya, jumlah luas lahan persawahan kian menyempit, begitu juga tatkala musim tanam padi tiba, mencari buruh tanam padi atau biasa di sebut dengan istilah “tukang tandur” kian sulit keberadaan profesi tersebut. Tentu banyak faktornya, seperti beralih menjadi buruh di pabrik-pabrik.

Ariyah (70), nenek dengan tiga orang cucu, dari satu anak, warga Dusun Tarub, Desa Bandelan, Kecamatan Taman, sudah melakoni sebagai buruh tanam hampir selama setengah abad lamanya. Nenek yang masih kelihatan tegap dan kuat ini, bekerja sebagai buruh tandur dengan upah 50 ribu per setengah hari.

Bekerja mulai pukul 6 pagi sampai jam 12 siang. Dirinya bersama dengan kawannya sesama buruh tandur, yang umurnya juga rata-rata sama dengan usianya, antara 60-70 tahun.

“Keinginan saya banyak, akan tetapi apa daya hanya seorang buruh tanam padi,” katanya di sela-sela waktu istirahatnya.

Menurut Uun, perangkat desa Taman, perempuan atau simbah-simbah Dusun Tarub memang terkenal tegap dan kuat dalam kegiatan di persawahan. “Saya saja salut loh, mas, diusia setua itu beliau masih pada sanggup melakukan pekerjaan berat di sawah,” ujarnya.

Masih menurutnya, “kita sebagai orang yang lebih muda, terkadang merasa malu dengan sikap sregep (giat) para simbah-simbah itu,” pungkasnya.

“Wong Urip,” Wong Urip! Wong Urip!
Buruh Tanam Bawang, Wanita Pejuang Rupiah
Transformasi Pertanian Subsisten Menuju Kapitalisasi Industri Pertanian Mandiri
Merapi Merbabu, Vespa 80 dan Sawah Lestari
IPM dalam Hak Hidup, Amanat Konstitusi dan Distribusi Keadilan

Terkait

Terkini