Asa Kepemimpinan “Gung Binanthara” Presiden 2024 (1)

Selamat untuk Pak Anies, Pak Prabowo dan Pak Ganjar, yang akan membawa raga, sukma, jiwa dan nyawa ini berada di tempat yang semestinya, sebagaimana Tuhan telah menetapkannya

26 September 2023, 02:41 WIB

Nusantarapedia.net | JURNAL-RELIGI — Asa KepemimpinanGung BinantharaPresiden 2024 (1)

Oleh : B. Ari Koeswanto ASM

“Ingat, tidak main-main! posisi presiden berada di puncak tangga hirarki sosial rakyat Indonesia, yang di atasnya lagi presiden juga berada di puncak kepemimpinan spiritual. Maka dari itu bersungguh-sungguh lah menjadi pemimpin (presiden) 2024, karena 275 juta jiwa rakyat Indonesia bersandar di pelukanmu, tak hanya soal materi, tapi menyangga bathin rakyat.”

Kalimat ambek adil paramarta berarti mampu bersikap adil dan bermurah hati (keadilan sosial), karena kepekaannya pada nilai-nilai yang dibangun dari konstruksi yang manusiawi dengan landasan imanensi.

“Narendra gung binanthara bau dhendha nyakrawati, ber budi bawa leksana ambek adil paramarta”.
(Raja besar yang didewakan, teguh, cakap, murah hati, dapat dipercaya, adil, bijaksana).

Di atas adalah petikan dari naskah kuno Serat Pambekanipun Para Nata Binathara” (SPPNB), koleksi perpustakaan Museum Reksapustaka Mangkunegaran
Surakarta nomor D 44. Dalam naskah tersebut digambarkan perwatakan atau tabiat dari raja-raja di Jawa yang berkuasa sejak tahun 665 Saka sampai dengan tahun 1751 Jawa, yakni dari raja Prabu Kresna Dipayana di Kerajaan Hastina sampai dengan Sri Susuhunan Paku Buwana ke V yang bertakhta di Kraton Kasunanan Surakarta. (Suyami dan Sumarno: 2017)

Pada 14 Februari 2024 mendatang,  Indonesia akan melangsungkan Pemilihan Umum, termasuk didalamnya Pemilihan Presiden (Pilpres). Ya, saat ini sudah ada tiga kandidat bakal calon presiden (bacapres), ialah ; Anies Rasyied Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Salah satu dari ketiganya akan menjadi Presiden (raja), pemimpin dari sekurangnya 275 juta jiwa rakyat Indonesia.

Bagaimana dan akan seperti apa kepemimpinan presiden terpilih nanti. Konsep kepemimpinan seperti apakah yang akan digunakan – diterapkan, menyangkut nilai dan etika kepemimpinan sebagai alas kebijakan dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu kepemimpinan yang ideal sebagai harapan seluruh rakyat. Namun sejauh mana konsep ideal kepemimpinan tersebut mampu dihadirkan, linier, reliable dan kompatibel dari penggalian sumber-sumber nilai kebangsaan (kultural) dengan tata kelola administrasi – manajemen pemerintahan modern saat ini.

Bentuk pemerintahan Indonesia yang menganut sistem presidensiil, memiliki tiga unsur pokok, yaitu; ketika presiden yang dipilih rakyat menerima (memegang) mandat dari rakyat melalui Pemilu. Setelahnya, presiden secara bersamaan berkedudukan menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, yang mana dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang bertanggung jawab kepada presiden. Di sinilah presiden bertindak sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi yang kuat secara struktur dan legitimate, karena dipilih secara langsung, bukan oleh DPR, serta tidak adanya lembaga tertinggi negara, artinya presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR.

Dalam sistem presidensiil, presiden mempunyai kekuasaan yang utuh. Yang mana terdapat tiga kekuasaan yang terpisah (Trias politica), antara kekuasaan eksekutif/pemerintah, legislatif/DPR dan yudikatif/kehakiman berdiri sendiri-sendiri. Maka, kekuasaan presiden menjadi penuh. Lembaga DPR sebagai fungsi kontrol tidak mudah melakukan pemakzulan dari pandangan politik yang subyektif, kecuali presiden telah benar-benar melanggar aturan konstitusi secara massive. Ini berbeda dengan sistem parlementer, yang mana roda pemerintahan diselenggarakan oleh Perdana Menteri (PM) yang setubuh dengan lembaga parlemen. Maka, parlemen mudah saja melakukan fungsi pengawasan terhadap PM, hingga sering melakukan gerakan mosi tidak percaya. Dalam sistem monarki parlementer, irama kestabilan politik antara parlemen dengan PM ditengahi oleh seorang raja. Pendek kata, dalam sistem presidensiil Indonesia, presiden selain bertindak sebagai PM, juga berperan semi seperti raja (kepala negara).

Dalam analisis hukum ketatanegaraan di atas, kedudukan presiden jelas sebagai kekuatan yang tidak mudah dikendalikan. Untuk itu, harapan seorang presiden Indonesia harus benar-benar mampu bertindak sebagai pemimpin tertinggi bak dewa. Standarisasinya menempatkan bentuk kepemimpinan yang sempurna. Mengapa, karena jelas bertindak sebagai kepala negara, yang mana wilayah itu lebih pada ranah tata nilai, filosofi, kosmologi kosmik dan makna simbolik. Masih ditambah lagi mempunyai kekuasaan sebagai kepala pemerintahan. Disinilah kelemahan dari sistem demokrasi presidensiil yang rawan penyalahgunaan wewenang dan kaburnya arah/haluan bernegara.

Untuk itu, plus minus sistem pemerintahan tetap kembali pada nilai etik dan moral penyelenggara, bahwa posisi presiden Indonesia mengemban tanggung jawab yang super berat dan ekstra besar dalam keadaan penuh kesadaran. Bila tidak arif dan bijaksana bak raja (peran raja/kepala negara), berpotensi melahirkan model kepemimpinan yang otoriter/diktator/tirani, ditopang dengan kekuasaan manajemen pemerintahan menggunakan — mempunyai alat-alat negara yang mutlak bertanggung jawab kepada presiden, yang itu berkecenderungan melahirkan bentuk kepemimpinan yang absolut, ugal-ugalan, sembrana, dan subyektif — suka-suka. Melahirkan ego kepemimpinan yang tidak terkendali. Di sinilah fungsi kontrol DPR itu sebenarnya sangat diharapkan.

Polish 20230926 023627343

Terkait

Terkini