Bagaimana Akademisi Seharusnya Bersikap?

12 Februari 2024, 12:24 WIB

Nusantarapedia.net | OPINI — Bagaimana Akademisi Seharusnya Bersikap?

Oleh : Dr. Tomy Michael

“Ada pertanyaan filosofis yaitu, apakah yang akan dilakukan ketika keinginan tercapai? Ketika berusaha mempertahankan maka harus tetap bersandar pada norma hukum yang berlaku termasuk hukum yang tidak tertulis. Terlintas suatu bahan kontemplasi, apakah diri kita yang anti kritik?”

DALAM grup WhatsApp yang saya ada didalamnya, terjadi pro dan kontra akan manuver Presiden Joko Widodo. Ada yang terlihat selalu mencari kesalahan dengan propaganda seperti penyebarluasan video bernarasi ambisius, ada yang menyebarluaskan hasil data, hingga kadangkala doa yang mengarah pada kebencian. Pihak yang pro berusaha menyajikan tafsiran akan peraturan perundang-undangan yang ada, membandingkan dengan kemajuan sebelumnya, hingga segala sesuatunya dikatakan relatif.

Ada hal menarik ketika kita melihat wajah Majapahit yang merupakan rekaan Moh Yamin, sejak dulu hingga saat ini masih menimbulkan polemik. Namun ada seorang ahli arkeologi dari Jakarta mengatakan, Majapahit memiliki tubuh yang tidak gemuk dan wajah yang dengan lekukan tajam. Artinya, pemihakan pro kontra adalah suatu kewajaran dalam banyak hal. Tetapi ketika terjadi normalisasi, maka bukan berarti yang tidak normal menjadi salah. Di dekat tempat tinggal saya terdapat larangan putar balik yang telah ada sejak tahun 1990-an dan hingga saat ini rambu larangan itu kadang ada kadang dilepas. Namun sudah beberapa bulan belakangan ini rambu tersebut tidak ada. Sudah puluhan tahun lalu, para pengendara sepeda motor melakukan putar balik di jalan tersebut, karena jika dilakukan putar balik sesuai arah yang benar maka membutuhkan waktu kurang lebih 7-10 menit. Menjadi pertanyaan, hingga saat ini tidak ada rambu yang memperbolehkan untuk putar balik.

Kembali lagi pada sikap akademisi pada pemerintahan saat ini, dimana ada “adagium” kalau kita sebagai akademisi hanya diam, maka bagaimana negara ini ke depannya. Tentu secara pribadi ajakan tersebut merupakan kesadaran masing-masing pribadi sebagai manusia yang memiliki kesadaran alamiah. Terjadi penolakan adalah konsekuensi bernegara. Apakah saya mendapatkan keuntungan dalam pemerintahan sekarang? Tentu saja dibutuhkan jawaban yang kompleks karena misalnya selama menjadi akademisi hingga saat ini bisa memperoleh hibah penelitian, adanya kemudahan bagi mahasiswa dalam melakukan pertukaran. Tentu saja sebagai masyarakat awam, saya juga mendapatkan hal-hal positif. Lantas bagaimana menyikapinya?

Semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kemajuan bagi negara dan penolakan bagi negara. Tidak seluruhnya di tangan para akademisi, karena jika hal tersebut adalah doktrin yang sempurna maka ciri bijaksana yang melekat akan hilang. Akademisi akan menegasikan pekerjaan dan profesi lainnya. Bukankah dalam ilmu negara ada yang namaya siklus bentuk pemerintahan, dimana seluruhnya harus siap. Justru disinilah peran akademisi betul-betul bisa memberikan kontribusi pemikirannya.

Ada pertanyaan filosofis yaitu, apakah yang akan dilakukan ketika keinginan tercapai? Ketika berusaha mempertahankan maka harus tetap bersandar pada norma hukum yang berlaku termasuk hukum yang tidak tertulis. Terlintas suatu bahan kontemplasi, apakah diri kita yang anti kritik? Buah-buah pemikiran harus ada dan kritis, namun marilah berusaha menghargai pemikiran orang lain. Sebagai tanggung jawab moral maka kebenaran harus tetap saya sampaikan kepada mahasiswa berlandaskan pengalaman akademik. Karena, ketika ada yang mengatakan bahwa teori dan praktik itu berbeda maka perbedaan atas pemikiran bahwa praktik selalu buruk nampaknya cukup menyesatkan. (TM)

Polish 20231112 215914518 5

Dr. Tomy Michael
| Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Bagaimana Menyikapi Golput?

Terkait

Terkini