Bagaimana Seni Tinggal di Bumi?

- Sudah selayaknya kita sebagai manusia yang telah Allah amanahkan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini mampu ’melukis’ karya seindah mungkin. Karya yang cukup dikenang oleh penduduk bumi atau langit -

8 Januari 2023, 14:38 WIB

Nusantarapedia.net, Gerai | ResensiBagaimana Seni Tinggal di Bumi?

Oleh Neneng Siti Nurhaliza

BUKU Seni Tinggal di Bumi merupakan karya pertama seorang aktivis muslim yang bernama Farah Qoonita. Sesuai dengan namanya, buku ini membawa pembaca kepada pemahaman bagaimana semestinya seni yang harus dituangkan dalam kehidupan seorang muslim. Beberapa penggalan kisah orang-orang saleh menjadi acuan besar yang dijadikan contoh akan permasalahan bagaimana seharusnya muslim dalam melukis dirinya.

Seperti dalam pembahasan pertama, sikap tidak pecaya diri merupakan hal lumrah yang dialami setiap manusia bahkan sekelas Nabi Zakariya dan Siti Maryam. “Bagaimana mungkin? Aku sudah sangat tua!” ucap Zakaria ketika Malaikat mengabarkan ia akan mempunyai keturunan yang telah didambakannya selama bertahun-tahun. “Bagaimana mungkin? Bahkan, aku tidak pernah disentuh laki-laki!” ucap Siti Maryam saat malaikat mengabarkan bahwa ia akan mengandung seorang bayi.

Keraguan adalah sebuah sinyal, sinyal kebahagiaan bahwa kita adalah manusia pilihan Allah. Ketika mempertanyakan kemampuan diri, kita memiliki peluang untuk percaya dan meyakini bahwa kita mampu dan punya potensi. Nabi Zakariya dan Siti Maryam pada akhirnya sukses menghadapi keraguannya menjadi pencapaian akhir yang indah.

Begitupun dengan halaman berikutnya, kisah orang-orang saleh merupakan seni terindah yang terlukis di kanvas kehidupan. Selayaknya Umar bin Khattab, sahabat Rasulullah sekaligus khalifah di masanya yang sangat tegas, tetapi memilki hati yang begitu lembut. “Jangan-jangan Allah menegurku karena aku jadi pemimpin yang lalai”. Batinnya ketika melihat daun jatuh di hadapannya. Lalu, bagaimana dengan kita? Sempat terpikirkankah hal kecil yang melewati kita merupakan teguran Allah? Mungkin jangankan daun berjatuhan kita terjatuh saja terkadang tidak sempat untuk berpikir hikmah di baliknya.

Begitu hebat orang-orang saleh ini, sikap kepribadiannya tidak lepas juga dari kedekatan kepada Allah yang begitu kuat. Seperti kebiasaan yang dilakukan penulis Seni Tinggal di Bumi ini, selalu membiasakan dirinya untuk salat malam sebelum menulis sebuah karya tulis, ini merupakan usaha pendekatan seorang penulis kepada Allah agar setiap tulisannya berkah dan diridai Allah.

Banyak tulisan yang menggugah bagi setiap pembaca yang tersaji dalam buku ini. Setiap halaman buku, banyak kisah renungan yang berhubungan dengan kehidupan, singkat tetapi mendalam. Dimulai dari Seni Melangkah di Bumi, tentang bagaimana kita menorehkan setiap guratan warna-warni luas dalam kanvas kehidupan. Tentang Hati yang Dicintai, perihal bagaimana seharusnya kita memerlukan sang pengemudi diri. Tentang Perempuan, mengetahui bagaimana spesialnya perempuan. Dunia di Sekitarmu, tentang bagaimana romantisme perjuangan Palestina. Terakhir, Menapaki Keabadian tentang bagaimana kita bersikap pada kehidupan setelah kematian.

Sudah selayaknya kita sebagai manusia yang telah Allah amanahkan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini mampu ’melukis’ karya seindah mungkin. Karya yang cukup dikenang oleh penduduk bumi atau langit. Selayaknya para nabi, sahabat rasul, dan orang-orang saleh setelahnya. Buku ini sangat ’cocok’ dibaca bahkan kawula muda sebab penyajian buku ini kental dengan bahasa gaul, tetapi isi bukunya mengajak mereka agar tergerak belajar dan meneladani biografi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (sirah nabawiyah).

Peresensi, mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAI Sabili Bandung

Ketika Zaman Membelenggu Pikiran dan Tenaga
Delapan Cerpen Anak Ajarkan Karakter Santun
Beda yang Tulus dan tidak Tulus
Eksplorasi Gaya Baru Penulisan Cerpen
Jejak Junghuhn di Lembang Jawa Barat?

Terkait

Terkini