Bajingan, dari Sopir Gerobak Sapi Hingga Penjahat Berdasi
Kita, rakyat jelata, butuh waras agar tetap bisa bertahan sehat di negeri yang sakit. Tidak perlu risau selama petani masih tanam padi, jagung dan ketela. Para penarik gerobak tetap menari gembira di tengah festival para bajingan, sementara bajingan berkerah putih juga sedang bergelimang kebahagiaan atas hasil mbajingnya

Nusantarapedia.net | SOSBUD — Bajingan, dari Sopir Gerobak Sapi hingga Penjahat Berdasi
“Kasus korupsi yang begitu masif terjadi dengan angka kerugian yang fantastis, pelakunya layak disebut bajingan. Oknum pengusaha yang main timbun kebutuhan rakyat demi spekulasi harga, mereka juga pantas disebut bajingan.”
BAJINGAN. Hingga detik ini masih banyak yang belum menyadari kata ini sebenarnya bukan umpatan. Bajingan adalah sebutan untuk pengendali gerobak sapi yang ada di Jawa.
Zaman dahulu, masyarakat Jawa sering memanfaatkan gerobak sapi untuk mengangkut hasil buminya ke pasar. Seseorang yang mengendalikan gerobak sapi tersebut yang disebut bajingan.
Dalam terminologi uthak athik gahuk-nya pendahulu, bajingan adalah kepanjangan dari Bagusing Jiwo Angen-angening Pangeran yang artinya orang yang punya hati mulia serta dikehendaki oleh Tuhan.
Konon karena di zaman dulu mereka mengawal dan mengamankan hasil bumi yang diangkut untuk kemudian dijual. Di Yogyakarta, sudah ada komunitas untuk profesi bajingan yang disebut Bajingers Community.

Dilansir oleh Nusantarapedia.net dari Wikipedia.com, terdapat dua versi makna kata Bajingan ini. Versi pertama adalah orang yang memang mengendalikan jalannya sapi, sedangkan versi berikutnya adalah para pengawal yang disewa oleh saudagar pemilik gerobak sapi demi keamanan muatannya dari bahaya perampokan. Namun, versi pertama yang umumnya dipergunakan.
Mengapa Bajingan Menjadi Berkonotasi Negatif?
Kita ketahui bersama, seseorang menyebut kata bajingan, interpretasi yang muncul adalah seseorang tersebut sedang mengumpat. Dalam perkembangannya, kata ini memang menjadi berkonotasi negatif. Gerobak sapi yang lamban, berjalan dengan kecepatan 4 km/jam, membuat sang saudagar menjadi marah dan mengumpat, “Dasar Bajingan!”
Dalam perjalanannya kemudian kata bajingan menjadi kata umpatan untuk hal-hal yang sifatnya umum. Nuspedian masih sering melihat gerobak sapi melintas di jalan-jalan pedesaan, kan? Ini upaya untuk mengingatkan kembali betapa pentinganya alat transportasi ini pada zaman dahulu.
Eksistensi Sang Bajingan kini sudah meredup. Sudah jarang ditemukan gerobak sapi yang disewa untuk mengangkut hasil bumi. Adapun masih eksisnya gerobak sapi dan bajingannya, lebih pada peran nguri-nguri kekayaan atau properti sejarah.
Festival-festival gerobak sapi di beberapa daerah masih dilaksanakan. Belakangan gairah untuk menghidupkan gerobak sapi ini muncul dalam banyak gerakan perhelatan festival atau karnaval arak-arakan gerobak sapi.

Festival melibatkan banyak peserta dengan hingar bingar make up propertinya sehingga ini bisa memantik memori lintas generasi. Generasi tua bisa bernostalgia bagaimana jasa angkut yang dikendalikan bajingan ini pernah menjadi bagian dalam perjalanan hidupnya.
Generasi muda pun mendapat pengetahuan tentang sejarah gerobak sapi dan diharapkan merekalah yang akan mengiventarisasi asset sejarah ini dalam mentuk aktivitas mengirabkannya kembali hingga menjadi bagian dari kearifan lokal dan potensi wisata.