Bambang Wuryanto dan Yasonna Berikan Keterangan Usai Pengesahan RUU KUHP Menjadi (UU) KUHP
Nusantarapedia.net, Jakarta — Rapat Paripurna DPR RI Ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (06/12/2022), berlangsung di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta dengan tiga agenda, salah satunya adalah Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Akhirnya, RUU KUHP disahkan oleh DPR RI melalui Rapat Paripurna yang dipimpin oleh pimpinan sidang Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Dalam Rapat Paripurna pengesahan RUU KUHP tersebut hanya dihadiri 18 anggota secara fisik. Sebanyak 108 anggota dewan hadir secara virtual, dan 164 izin. Dengan demikian, sebanyak 285 dari 575 anggota dewan absen.
Dalam sidang tersebut sempat diwarnai ketegangan antara pimpinan sidang Sufmi Dasco Ahmad dan anggota Fraksi PKS Iksan Qolba Lubis. Namun pada kesimpulannya agenda pengesahan tetap berlanjut.
Usai sidang Rapat Paripurna, Bambang (Pacul) Wuryanto selaku Ketua Komisi III DPR RI memberikan keterangannya.
Sebelumnya, pengesahan tersebut berangkat dari rangkaian pembahasan antara Komisi III DPR RI dan Pemerintah yang secara resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) untuk disetujui menjadi UU.
Bambang mengatakan bahwa, pembahasan RUU KUHP sudah berlangsung sejak periode DPR 2014-2019, yang mana telah banyak meminta pendapat dari berbagai unsur masyarakat.
“Mengingat rumit dan luasnya cakupan substansi materi UU KUHP, sebagaimana permintaan pemerintah dalam penundaan pengesahan RUU KUHP pada Periode 2014-2019, pemerintah bersama DPR telah melakukan berbagai dialog publik dan sosialisasi naskah UU KUHP ini dengan berbagai elemen masyarakat terutama para akademisi dan masyarakat hukum pidana dari berbagai lembaga dan universitas, sehingga meningkatkan partisipasi publik secara signifikan,” ujar Bambang Pacul, seperti dilansir dari dpr.go.
Menurut Bambang, langkah selanjutnya Komisi III DPR RI akan terus mengawal dan mengevaluasi persiapan dan pelaksanaan UU KUHP yang baru, yang mana akan berlaku 3 tahun sejak diundangkannya UU KUHP ini (tahun 2025), terutama peraturan pelaksana dan seluruh instrumen atau infrastruktur pendukungnya agar sesuai dengan tujuan untuk mencapai kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Serta sistem penegakan hukum yang adil, profesional dan akuntabel dengan harapan agar pembaruan ini akan dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat terutama di bidang hukum dan keamanan.
Beberapa hal penting yang menjadi perkembangan baru dan diatur dalam UU KUHP ini diantaranya adalah penerapan asas legalitas materiil dan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), doktrin ultimum remedium keadilan restoratif dan penerapan diversi, pergeseran menjadi aliran neo-klasik (memperhatikan faktor subyektif dan obyektif), perluasan subyek hukum pidana (termasuk korporasi), penerapan asas pertanggungjawaban mutlak dan pengganti, pengaturan jenis pidana pokok baru (pengawasan dan kerja sosial) dan Penerapan Pidana Mati Bersyarat.
“Dan berbagai penyesuaian berbagai tindak pidana yang telah diatur di luar KUHP seperti Tindak Pidana Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, Tindak Pidana terhadap Pemerintah dan Tindak Pidana terhadap Kekuasaan Pemerintah, contempt of court atau tindak pidana terhadap proses peradilan, tindak pidana kesusilaan, dan tindak pidana khusus,” tutur Bambang Pacul.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menjelaskan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik. RUU KUHP sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia.
“Pemerintah dan DPR mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam momen bersejarah ini,” ujar Yasonna.
Diketahui, dinamika pembahasan hingga pengesahan RUU KUHP menjadi (UU) KUHP ini telah menjadikan polemik di tengah masyarakat menyangkut isi pasal-pasalnya. Adapun pasal-pasal tersebut seperti di antaranya; Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, juga Pasal 218 terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Beberapa waktu yang lalu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa, bagi yang tidak setuju dengan pengesahan RKUHP ini dipersilahkan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. (**/ASM)
Sah! RUU KUHP Menjadi (UU) KUHP
Pasal Penghinaan Kepada Kekuasaan Umum dalam RUU KUHP, Legislator Sarankan Untuk Diubah
19 Pasal RKUHP Ancam Kemerdekaan Berpendapat, selain Polemik 14 Isu Krusial
14 Isu Krusial RUU KUHP, “Matinya” Fungsi Kontrol Kekuasaan dari Narasi Feodalisme
RKUHP Segera Digedok Sebelum Masa Reses, Dasco: Yang Tidak Setuju Silahkan ke MK