Banjir dan Sampah

Dalam laporan Bank Dunia, jumlah sampah padat yang diproduksi secara nasional di Indonesia mencapai 151.921 ton per hari. Artinya, setiap penduduk Indonesia rata-rata membuang sampah padat sebesar 0,85 kg setiap hari.

18 Agustus 2022, 23:50 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Lingkungan Hidup — Banjir dan Sampah

“Para ahli membagi faktor penyebab bencana/kerusakan alam pada dua bagian. Pertama, bencana/kerusakan diakibatkan faktor alam, seperti gunung meletus dan gempa bumi. Kedua, bencana/kerusakan yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia, seperti bencana banjir.”

Ulah Manusia dan Alam

BENCANA banjir terus terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Jika menilik ke belakang, banjir di banyak tempat bukan untuk pertama kali terjadi. Beberapa wilayah mengalami bencana seperti ini. Biasanya bencana ini terjadi apabila hujan mengguyur secara terus-menerus.

Tentu saja, bencana ini tidak seharusnya ”diterima” begitu saja sebagai cobaan dari Allah. Secara teologis, setiap bencana yang terjadi di muka bumi, semua akibat ulah tangan manusia. Seperti tersurat dalam Al Qur’an Surat Ar-Rum ayat 41, ”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Secara eksplisit, Allah menginformasikan kepada manusia bahwa setiap kejadian kerusakan yang terjadi di muka bumi dan di lautan adalah ulah tangan manusia yang selalu melanggar hukum alam (baca: hukum Allah).

Para ahli membagi faktor penyebab bencana/kerusakan alam pada dua bagian. Pertama, bencana/kerusakan diakibatkan faktor alam, seperti gunung meletus dan gempa bumi. Kedua, bencana/kerusakan yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia, seperti bencana banjir. Faktor terjadinya bencana banjir di beberapa tempat. Pertama, curah hujan yang tinggi. Kedua, pendangkalan sungai akibat sampah. Perilaku masyarakat membuang sampah ke sungai mengakibatkan pendangkalan sungai. Sungai yang tadinya dalam lambat laun menjadi dangkal dan mengakibatkan meluapnya aliran sungai. Tumpukan sampah menjadi pemandangan yang lazim terlihat di aliran sungai, apalagi sungai ini berdekatan dengan pasar semimodern. Sampah organik dan anorganik bercampur tanpa ada upaya pemilahan. Ketiga, sistem drainase yang buruk. Saluran drainase dikatakan bermasalah ketika tidak mampu menampung debit air yang mengalir. Secara kasat mata, sistem drainase di beberapa tempat mungkin yang terburuk. Indikatornya adalah banyaknya genangan air saat hujan turun walaupun dalam intensitas ringan atau sedang. Hal ini diperparah dengan banyaknya sampah yang menyumbat aliran air. Keempat, banyaknya kegiatan pengalihan lahan di hulu sungai menjadi faktor selanjutnya. Penebangan pohon meskipun dalam skala kecil juga menjadi faktor pemicu bencana banjir. Penebangan pohon yang dilakukan secara eksploitatif akan menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air yaitu penyerap, penyimpan, penghasil,dan pendistribusi hasil.

Tindakan Nyata

Atas dasar faktor tersebut, seyogianya pemerintah daerah secepatnya mengambil tindakan nyata agar bencana tersebut tidak terulang lagi di kemudian hari. Beberapa solusi yang ingin ditawarkan, pertama, segera melakukan revitalisasi sungai. Revitalisasi adalah upaya memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dahulunya hidup, tetapi kemudian mengalami kemunduran. Proses revitalisasi suatu kawasan harus mencakup aspek fisik, ekonomi, dan sosial. Revitalisasi sungai berarti memfungsikan kembali sungai sebagai tempat mengalirkan air yang bermuara di laut. Proses ini diawali dengan upaya pengerukan aliran sungai yang dangkal. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengedukasi warga agar menjadikan sungai sebagai ”baraya”, tidak menjadikannya sebagai tempat pembuangan sampah sementara. Sungai tidak dijadikan sebagai tempat mengalirkan segala limbah rumah tangga, limbah industri, dan limbah-limbah lainnya.

Kedua, mengampanyekan ”Sungai Bersih”. Kegiatan ini terkait dengan upaya pengelolaan sampah yang terintegrasi dan komprehensif. Masalah sampah selalu menjadi persoalan rumit dan selalu diupayakan jalan keluarnya.

Dalam laporan Bank Dunia, jumlah sampah padat yang diproduksi secara nasional di Indonesia mencapai 151.921 ton per hari. Artinya, setiap penduduk Indonesia rata-rata membuang sampah padat sebesar 0,85 kg setiap hari. Jika tidak dilakukan pengelolaan sampah yang baik, tentu ini akan menjadi masalah besar untuk wilayah ”pelanggan bajir”. Kampanye jaga kebersihann sunga tidak sekadar memasang baligo atau spanduk, yang terpenting adalah mengedukasi warga secara masif dan terstruktur dalam pengelolaan sampah. Kampanye ”Sungai Bersih” tidak dilakukan hanya ketika ada penilaian Adipura saja, tetapi dilakukan secara terus-menerus dan terorganisasi.

Ketiga, memperbanyak bank sampah. Hal ini untuk meminimalkan tumpukan sampah di sembarang tempat. Dengan adanya bank sampah diharapkan masyarakat mampu memilah dan memilih sampah dimulai dari sumbernya. Istilah bank sampah sepenuhnya belum familiar di telinga kebanyakan orang karena biasanya bank selalu berkonotasi dengan uang.

Dalam laman wikipedia, bank sampah didefinisikan sebagai suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah, selanjutnya hasil dari pengumpulan sampah yang sudah dipilah tadi akan disetorkan ke tempat pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah.

Keempat, melakukan penghijauan di hulu sungai dan tidak membiarkan eksploitasi lahan dan hutan yang dilakukan masyarakat dengan dalih apa pun. Gerakan menanam pohon bukan sekadar konsep, melainkan harus berupa kerja nyata; melakukan penghijaun hutan.

Banjir dan sampah masalah kita bersama. Tidak ada usaha yang sia-sia merawat kebersihan sungai jika dilakukan bersama. Hal yang penting, diri sendiri bisa menjadi orang mandiri yang memelopori cinta kebersihan. Bisa? Pasti dong sebab teladan kita berwasiat, ” ”Dari Rasulullah saw. Sesungguhnya Allah Swt. itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Mahabersih yang menyukai kebersihan, Dia Mahamulia yang menyukai kemuliaan, Dia MahaiIndah yang menyukai keindahan maka bersihkanlah tempat-tempatmu” (H.R. Tirmizi).

Edi Warsidi, selepas menjabat Kepala Divisi Penyuntingan di ITB Press (Juni 2022), dia masih diberi amanah menjadi penulis dan editor di beberapa penerbit buku di Bandung, juga pengisi materi pada lokakarya pelatihan penyuntingan/editing naskah. Pengajar Mata Kuliah Bahasa Indonesia dan Literasi Keilmuan di sebuah kampus di Bandung.

Terkait

Terkini