Bharada E “Pahlawan” Kejujuran di Tengah Tercabiknya Kepercayaan Publik Terhadap APH

Pertanyaan kepada PU dan pejabat di Kejaksaan sekalian, bagaimana rasanya jika posisimu seperti Bharada E, menerima dan bersyukur atau sebaliknya?

26 Januari 2023, 17:34 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Bharada E “Pahlawan” Kejujuran di Tengah Tercabiknya Kepercayaan Publik Terhadap APH

Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH UBAYA & Lawyer di Surabaya

“Dalam konteks ini, hakim mengambil sebagian “kewenangan” Allah di muka bumi untuk menghukum pelaku kejahatan paling singkat satu hari sampai maksimal hukuman mati.”

DRAMA persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Y (J) terjadi pada tanggal 8 Juli 2022 akan segera finish.

Peristiwa berdarah yang sangat mencoreng nama institusi Polri sebagai lembaga penegak hukum terjadi di rumah dinas Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, ketika itu menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

Drama pembunuhan sungguh memalukan, penuh rekayasa, manipulatif, disutradarai terdakwa Ferdy Sambo, termasuk memakan banyak korban anggota korps polisi menjadi pesakitan (diproses hukum) dan menerima pemecatan dari keanggotaan institusi Polri.

Dari kronologi awal hingga saat ini, setidaknya ada beberapa poin yang dapat dibaca ihwal penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam kasus ini, seperti :

1) Jika Bharada E Tidak Jujur
Sungguh tidak bisa dibayangkan seandainya Bharada E tetap kukuh dengan skenario dari terdakwa Ferdy Sambo bahwa peristiwa pembunuhan 8 Juli 2022 di Duren Tiga adalah baku tembak almahrum J. Hutabarat dan Eliezer akibat tindakan pelecehan seksual almarhum terhadap Putri Candrawati, maka karier (jabatan) Eliezer dan Richard dan oknum-oknum pendukung terdakwa Ferdy Sambo di korps Polri pasti moncer (bersinar).

Namun, tidak, justru Bharada E memilih sikap jujur berani keluar dari skenario busuk terdakwa Ferdy Sambo yang barangkali akan menjadi “duri” dalam hati nurani sepanjang hidupnya. Bharada E jujur dihadapan Kapolri dan publik tanah air bahwa sejatinya almahrum J bukan korban tragedi tembak menembak, tetapi sengaja ditembak dengan sutradara adalah terdakwa Ferdy Sambo.

Wujud prestasi moral kejujuran yang luar biasa Bharada E di tengah hati nurani publik tanah air tercabik-cabit terhadap potret buram penegakan hukum di tanah air.  Bharada E potret “pahlawan” kejujuran, sebab nilai kejujuran “bagai mencari tumpukan jarum di jerami” (sangat sukar untuk ditemukan, hampir sia-sia saja untuk dilakukan).

Trend ketidakjujuran demi uang, jabatan, ketenaran sudah jumlah. Nilai moral beragama serta beribadah hanya ritual formal belaka, implementasi nilai kejujuran, cinta kasih jauh dari harapan.
Sangat terlihat dalam perilaku aparat penegak, nilai kejujuran, kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan (kegunaan) pemidanaan terhadap pelaku kejahatan bukan lagi yang dipegang teguh, melainkan tawaran nilai ekonomis menggiurkan. Nilai moral penegakan hukum menjadi barang dagangan untuk mendapatkan uang, jabatan dan lain lain.

Atas dasar moralitas kejujuran ini, Bharada E diberi meterai justice collaborator (JC) oleh lembaga negara LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Adapun penghargaan terhadap moralitas kejujuran Bharada E yang dapat berupa: keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, pemberian remisi tambahan dan hak narapidana lain sesuai peraturan yang berlaku. Nyatanya semua ini tidak dari requisitoir penuntut umum (PU).

2) Penuntut Umum Ternyata Corong UU
PU, Hakim, Kuasa Hukum Terdakwa serta Saksi (ahli) yang hadir dalam persidangan di PN Jakarta Selatan dengan basic science sarjana hukum (SH). Itu artinya paham tujuan proses peradilan pidana (penyidikan, penuntutan dan putusan) demi terwujud kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan atau kegunaan hukum bagi korban, negara dan rasa keadilan publik.

Ternyata dalam requisitoir PU 12 tahun terhadap Bharada E sangat tidak mencerminkan adanya keadilan dan kemanfaatan hukum justru sangat legalistik formal (corong UU). Eksistensi Kejaksaan mewaliki kepentingan korban, negara serta rasa keadilan publik, semuanya nihil belaka. PU merasa dengan tuntutan 12 tahun sudah benar, maksimal menghargai nilai moral kejujuran Bharada E. Pertanyaan kepada PU dan pejabat di Kejaksaan sekalian, bagaimana rasanya jika posisimu seperti Bharada E, menerima dan bersyukur atau sebaliknya?

3) Majelis Hakim Corong Keadilan Publik
Mata dan harapan publik jagat tanah air  terarah kepada keberanian, kejujuran, moralitas dan suara hati majelis hakim pemutus mega kasus jalan Duren tiga ini.
Ratio legis dari kepala putusan yakni “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” bahwa hakim dalam memvonis perkara wajib berdasarkan norma hukum, fakta yang terungkap di depan persidangan, requisitoir PU, pledoi kuasa hukum, replik PU, duplik kuasa hukum serta terakhir adalah hati nurani hakim. Dalam konteks ini, hakim mengambil sebagian “kewenangan” Allah di muka bumi untuk menghukum pelaku kejahatan paling singkat satu hari sampai maksimal hukuman mati. Semoga nilai moral pahlawan kejujuran seorang Bharada E mendapat apresiasi tertinggi melalui vonis Majelis Hakim.

Status Justice Collaborator Eliezer Tidak Dianggap?
Akankah “Drama” Sidang Kematian Yosua Menjadi Lonceng Kematian Keadilan Publik
YLBHI: Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Sekedar Retorika dan Ilusi
YLBHI: Penerbitan Perpu Cipta Kerja Kudeta Atas Konstitusi
Tolak! Jabatan Kades Skema 9X2 Bukan Pula 6X3, Dorong Revisi UU Desa 5X2

Terkait

Terkini