“Boyong Kedaton” IKN Harus Terwujud, Revisi UU IKN Harga Mati (1)
- Melihat dari potensi tidak terbendungnya kemauan tersebut, secara tidak langsung kita setuju saja IKN harus terwujud untuk segera "Boyong Kedaton" dan tumbuh menjadi peradaban baru Indonesia sebagai mercusuar dunia -

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — “Boyong Kedaton” IKN Harus Terwujud, Revisi UU IKN Harga Mati (1)
“Namun, bila masih bisa ditawar, hemat penulis sebaiknya IKN tidak dilanjutkan, mengingat, membangun sebuah peradaban membutuhkan waktu yang sangat lama, terutama pada pembangunan manusia sebagai dasar pembangunan material, bukan sebaliknya, membangun wujud budaya maka bentuk pemikiran akan menyertainya. Apakah begitu?”
IBU kota baru Indonesia telah lahir secara yuridis, bernama Ibu Kota Nusantara (IKN). IKN secara hukum dan administrasi adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat Provinsi. Provinsi baru tersebut dinamakan Otorita yang dijalankan oleh Badan Otorita dipimpin oleh seorang Kepala (Badan) Otorita.
Badan Otorita IKN adalah ibu kota Indonesia yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur. IKN dengan luas daratan 256.142 hektar area (ha), dan wilayah perairan laut seluas 68.189 ha.
IKN terbagi menjadi dua kawasan, yakni;
1) Area kawasan inti seluas 56.180 ha.
2) Kawasan pengembangan pembangunan seluas 199.962 ha.
Kawasan IKN, menjadikan asa baru bagi masyarakat yang saat ini tinggal diterjang pembangunan kawasan IKN di sebelah selatan, barat, utara dan timur, seperti di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, Teluk Balikpapan, dan Kota Balikpapan. Juga bagi masyarakat yang tinggal di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, serta masyarakat di sekitar teluk Makassar.
Penulis yakin, asa baru bagi masyarakat sekitar karena harapan menjadi kota lengkap dengan poros dan simpulnya (aspek sosiologis seperti ekonomi), sehingga ditafsirkan akan membawa dampak kemanfaatan yang positif. Di bagian lain, penulis juga yakin, meski prosentasenya super kecil, masih ada yang tidak setuju dengan alasan “problem ekologi” dan alasan lainnya.
Dengan demikian, tidak hanya di IKN, seperti semangat munculnya daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota pemekaran, bahwa semangat untuk menuju kehidupan yang lebih baik, teredukasi sebagai sebuah “keniscayaan” terletak pada kunci “ekonomi”, dan ekonomi digerakkan oleh “pembangunan”. Dengan kesimpulan hemat penulis, telah terjadi “pembangunan-isme”. Tentu konsekuensi dari pembangunan-isme adalah keberlanjutan kompleks masa depan. Di sinilah pilihannya, antara pembangunan material dan spiritual.
Jika IKN analoginya adalah sebuah negara, maka syarat berdirinya sebuah negara, IKN sudah mempunyai wilayah, sudah lahir pemerintahan yang formil (Badan Otorita), dan tentunya isi di dalamnya, yakni penghuni dalam artian rakyat. Syaratnya adalah perlu dibangunnya ruang-ruang untuk hunian. Hunian dalam kontes ini tak lain adalah kantor pemerintahan, gedung-gedung/rumah hunian, kawasan bisnis, dsb. dalam pokok infrastruktur. Lantas, rakyat yang dimaksud yang paling awal mendiami IKN, tentunya para pejabat dan ASN (Aparatur Sipil Negara), karena fungsi utama dari IKN sebagai ibu kota dari negara Republik Indonesia sebagai pusat pemerintahan.
Setelah persiapan dan kesiapan infrastruktur yang dimaksud terpenuhi, tahap selanjutnya adalah “Boyong Kedaton“, atau pindah ibu kota, pindah kantor, pindah rumah, dan pindah-pindah lainnya.
