“Boyong Kedaton” IKN Harus Terwujud, Revisi UU IKN Harga Mati (2)
Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — “Boyong Kedaton” IKN Harus Terwujud, Revisi UU IKN Harga Mati (2)
Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi
IKN adalah ide dari Presiden Jokowi. Rangkaian program pembangunan Jokowi yang berawal dari visi-misi Presiden “Nawa Cita” yang include ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMNas) adalah menjadikan Indonesia yang maju dengan desain pembangunan infrastruktur untuk konektivitas dan produktivitas nasional, seperti program poros maritim yang terkait dengan konektivitas darat dan laut, seperti pembangunan jalan tol darat, tol laut, pelabuhan, dan aneka infrastruktur lainnya di segala bidang, dsb.
Hal itu sebagai akses dalam meningkatkan produktivitas nasional melalui program hilirisasi dan industrialisasi dalam negeri. Berlaku di semua industri, terutama industri pertambangan/sumber daya mineral.
Maka, skema dan skenarionya bahwa aneka program pembangunan tersebut diwadahi ke dalam ruang Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tentunya direncanakan melalui Bapennas. Kemudian, aneka skema pembiayaan dan pelaksanaannya melalui BUMN sebagai konsorsium utama maupun lead consortium, juga kerjasama langsung antar negara.
Untuk pembiayaannya, bisa melalui Penyertaan Modal Negara (PMN APBN), Penanaman Modal Asing, dan aneka skema-skema pembiayaan investasi, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Kemudian, IKN ditaksir menelan biaya Rp500 triliun, bahkan bisa saja membengkak menjadi dua hingga tiga kali lipat.
Dinamikanya, sistem investasi di IKN yang harapannya menarik investor dunia, sepi peminat. Para investor banyak yang hengkang, karena belum yakin bahwa IKN akan benar-benar terwujud dalam kalkulasi hitungan “balik modal” atau Return of Investment (ROI) atau BEP (Break Even Point).
Selanjutnya, bila pemerintah akan pyur menggunakan anggaran APBN untuk membangun IKN, jelas tidak mungkin karena beban negara sudah cukup besar, tidak mungkin APBN difokuskan hanya untuk IKN, sedangkan skala prioritas atau kebutuhan rutin sudah mengantri.
Di tengah kegamangan dunia untuk berinvest di IKN, pemerintah pun meningkatkan daya tarik investasi dengan menawarkan program-program atau paket kemudahan di IKN dengan diskon-diskon.
Menurut Suharso Monoarfa, Kepala Bapennas, kiat menarik investor tersebut seperti hal pemberian perizinan usaha, kemudahan dalam kegiatan berusaha, dan fasilitas khusus pembiayaan, serta pajak-pajak.
Dalam proses pemberian izin misalnya, cukup dilakukan melalui sistem online singgle submission (OSS) yang dikelola oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan layanan khusus mengenai IKN. Kemudian kemudahan soal tanah dalam hak pengelolaan, penggunaan, dan atau pelepasan aset kepada pelaku usaha sesuai dengan perjanjian.
Pemerintah (otoritas IKN) memberikan kemudahan HGU (hak guna usaha) untuk jangka waktu paling lama 95 tahun, juga dapat mengeluarkan HGB (hak guna bangunan) dapat diberikan dalam jangka waktu 80 tahun.
Tidak berhenti di situ, para pelaku usaha di IKN bisa mendapatkan kemudahan (fasilitas) perpajakan bagi penanaman modal, seperti pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan, pengurangan atau penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN), juga pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM), serta fasilitas kepabeanan atau cukai pembebasan bea masuk untuk barang-barang yang berkenaan dalam pembangunan IKN oleh investor.
Melihat langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dengan menghubungkan antara urgensi revisi UU IKN, maka terlihat bahwa pembangunan IKN sangat menguras energi. Pendekatan secara regulasi dan langkah-langkah sebagai promosi dan daya tarik terlihat diupayakan dengan bersusah payah.
Dengan demikian, revisi IKN yang dimaksud adalah sebagai upaya jaminan keberlanjutan masa depan IKN kepada para investor. Mengingat, UU IKN saat ini masih rawan dipatahkan oleh dinamika politik.
Bila ditarik pada sisi politik, oligarki politik dalam artian kekuasaan, adalah hal yang wajar bagi sebuah kekuasaan. Seperti halnya Presiden Jokowi yang pada 2024 sudah purna di saat program pembangunan melalui PSN dan khususnya mega proyek IKN belum menemui titik kepastian (belum selesai) akan keberlanjutan pembangunan dengan mantap.
Oleh sebab itu, signal Presiden yang dikirim kepada para calon-calon presiden yang nanti menjadi calon presiden pilihan Jokowi adalah yang mutlak dan utama sanggup melanjutkan proyek IKN. Signal seperti; presiden selanjut jatahnya Prabowo, atau signal kriteria pemimpin itu yang berambut putih yang ditafsirkan adalah Ganjar Pranowo. Bahkan, bukan tidak mungkin, Anies akan menjadi pilihannya ketika Anies menggaransi keberlanjutan IKN dan PSN lainnya.
Pada sisi lain, keberadaan oligarki ekonomi di Indonesia sangatlah penting, karena pendekatan pembangunan Jokowi dilakukan dengan investasi. Maka para investor akan kembali menghitung kalkulasi untung dan rugi dalam berinvestasi dengan terus ikut mengendalikan politik, mengamati, mengikuti dan pada titik tertentu harus dalam posisi “wait and see“.
Oleh sebab itu relasi antara oligarki politik dan oligarki ekonomi erat. Justru oligarki ekonomi akan terus berusaha mengendalikan situasi politik seperti apa yang diinginkan.
Namun demikian, khusus untuk proyek IKN, oligarki ekonomi pun masih belum menunjukkan penekanan yang signifikan, karena menyangkut proses politik setidaknya hingga gelaran Pilpres 2024. Kecuali, kepentingan oligarki ekonomi pada proyek non IKN yang resiko gagalnya sedikit, karena langsung berkenaan dengan sektor produksi yang tidak harus menunggu lama terketahui market dan BEP-nya.
Dengan adanya revisi UU IKN ke depan, dengan rambu-rambu mengenai isinya, jalan telah dibuka melalui akses regulasi dari proses politik untuk oligarki ekonomi, atau sebaliknya, semua itu demi segera terwujudnya “Boyong Kedaton“.