Bulan Sutena dan Potret Hedonisme Remaja Indonesia
Tidak diragukan lagi bagaimana gadget mempengaruhi gaya hidup masyarakat kita terutama remaja. Berbagai macam aplikasi yang mendukung sikap narsistik membuat penasaran para generasi remaja untuk mencoba dan akhirnya terlupa kewajiban esensi mereka.
Nusantarapedia.net – Bulan Sutena dan Potret Hedonisme Remaja Indonesia
Hai, Nuspedian! Ngga asing, dong, ya, dengan nama Bulan Sutena? Gadis kelahiran Bali 17 tahun lalu yang sempat menyedot perhatian publik karena lembut dan merdunya suaranya yang menghiasi layar TikTok miliknya. Kini, followers-nya mencapai 5 milyar. Tak heran karena karya-karya memang bikin gemas penikmat lagu-lagu kekinian. Terlebih dia sering membawakan potongan lagu Indonesia Timur yang memang sedang hits. Karena dibawakan secara parsial justru membuat penikmatnya justru penasaran.
Belia pemilik lesung pipi ini, pernah hingga grand final dalam ajang model se-Bali. Sering menyabet penghargaan di ajang-ajang kontes menyanyi, dan di balik kelembutannya, ia ternyata juga atlet bela diri kempo. Pernah meraih emas dalam kejuaraan bela diri 2019 lalu.
Meskipun namanya melejit melalui platform Tik Tok, tetapi ia menawarkan tontonan berbobot yang membuat pemirsa dan penikmat terkesima, di tengah eufora asiknya remaja kita berjoged-joged vulgar di depan kamera demi sebuah konten Tik Tok pula.
Bulan Sutena adalah potret remaja kekinian yang mempunyai nilai plus pada passionnya. Ia bertaruh dengan jutaan Tiktoker remaja lainnya demi mendapat perhatian viewers dan followers. Baiknya, tenarnya adalah sebab prestasi bukan sensasi. Fenomena sosial penampakan remaja di tayangan TikTok yang terkesan vulgar dan berani kini sudah seperti hal yang lazim. Ini adalah bahaya yang jarang disadari oleh para orang tua dan guru, terlebih di masa pandemi pembelajaran tatap muka beralih dalam jaringan. Artinya, akses teknologi lebih banyak dikuasai oleh para remaja ditambah pengawasan orang tua yang kurang.
“Begitulah seharusnya remaja. Memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk tidak ikut arus hedonisme (dunia hura-hura dan foya-foya) yang justru bisa menjerumuskan diri pada kebodohan. Tidak perlu harus seperti Bulan Sutena, menjadi diri sendiri yang bermanfaat dan bisa diandalkan oleh orang tua dan lingkungan itu sangat hebat.”
Tiktok dan Perubahan Budaya
Sejak kemunculannya, Tik Tok telah mampu mengubah banyak tatanan. Berubahnya pola sosialisasi masyarakat akibat pandemi (New Normal), juga mendukung budaya penggunaan Tik Tok. Tik Tok berpenetrasi masif ke semua lapisan masyarakat, tak terkecuali kalangan anak-anak bahkan balita, disebabkan orang tuanya yang menggemari main peran di aplikasi milik warga Tirai Bambu ini.
Nuspedian, sedikit kita bicara tentang kasus ini dari kaca mata ilmu sosial, bagaimana fenomena ini benar-benar mampu menjadikan pelakunya berani menggeser telak nilai-nilai sosial. Bahkan baru-baru ini kita temukan beberapa remaja atau pemuda yang bermain Tiktok di depan jenazah temannya. Demi apa? Jelas, eksistensi. Kekuatan berkeinginan untuk sebuah eksistensi ini terfasilitasi oleh media yang sangat berpengaruh pada pikiran khalayak. Teori media massa (teori jarum hipodermik) menitik beratkan kajian ini pada model komunikasi linear yang menitikberatkan pada kekuatan pengaruh media terhadap khalayak.
Tik Tok baru memuncaki tren media pada tahun 2019 dan berkembang pesat hingga detik ini. Pengguna Tiktok hampir 1 milyar, atau 800 juta pengguna yang didominasi usia remaja (Ari Koeswanto, 2021). Feneomena penggunaan Tiktok ini seperti jarum yang menghunjam, menyerang masyarakat untuk turut meramaikannya. Melesat dengan cepat, hingga mengubah banyak tatanan budaya. Kini berjoged di depan khalayak itu adalah hal yang biasa saja, bahkan membanggakan.
Dampak Tiktok
Terobosan digital apapun itu, memiliki dualisme dampak. Dampak positif paling menonjol adalah meningkatnya kemampuan digitalis masyarakat yang bisa mempermudah urusan. Selain itu juga bisa meningkatkan kreativitas para remaja dalam hal upgrade diri, tentunya. Dampak negatifnya, masyarakat menjadi berlebihan menggunakan aplikasi ini hingga menanggalkan normalitas hidup dan menganggap hal itu sebagai bagian dari seni. Bermedia sosial, apapun itu, akan menjadi candu ketika kita tidak bijak dan tidak bisa memahami tujuan dari aktivitas bermedsos itu sendiri.
Nuspedian, kembali dengan Bulan Sutena. Publik mungkin tidak akan mengetahui prestasi-prestasinya ketika dia tidak bermain Tiktok. Karena aplikasi Tiktok inilah Bulan bisa mempublish karya-karyanya. Dengan demikian, tiktok seperti dua ujung tombak. Satu sisi bisa memberi ruang keberhasilan, satu sisi justru bisa merusak diri dan generasi.
Menjadi Remaja Aktif dan Produktif
Masa remaja adalah masa-masa yang indah. Itu kata pepatah. Untuk kebanyakan orang tua, masa remaja adalah masa paling krusial dalam membersamai tumbuh kembang anak. Kondisi psikologis yang masih labil juga semangat yang berapi-api memerlukan sinkronisasi dan arahan ketat dari orang tua. Di masa ini, akan banyak influence dari luar yang memungkinkan akan terus menghempas pendirian para remaja yang masih labil. Influence yang paling dahsyat saat ini adalah gadget.
Tidak diragukan lagi bagaimana gadget mempengaruhi gaya hidup masyarakat kita terutama remaja. Berbagai macam aplikasi yang mendukung sikap narsistik membuat penasaran para generasi remaja untuk mencoba dan akhirnya terlupa kewajiban esensi mereka.
Apakah harus seperti Bulan Sutena? Tidak. Bulan Sutena hanya satu diantara remaja talentis yang lain. Hanya saja Bulan Sutena berhasil menjadi idola banyak remaja seusianya bahkan masyarakat melalui aplikasi Tiktok karena prestasi-prestasinya. Bukan karena sensasi-sensasi yang dibuat seperti kebanyakan teman-teman seusianya yang baru kecanduan medsos.
Berprestasi tidak harus menang dalam ajang kompetisi. Belajar sungguh-sungguh, mencari lingkungan pertemanan yang baik, produktif dan bermanfaat itu adalah prestasi besar buat remaja. Seperti, ikut menjadi relawan pegiat lingkungan, mengikuti komunitas kepenulisan, atau jika pun harus eksis, bisa mendaftarkan diri di sanggar-sanggar seni terdekat. Agar keinginan eksis, keberanian dan kemampuannya bisa terakomodir dengan tepat.
Begitulah seharusnya remaja. Memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk tidak ikut arus hedonisme (dunia hura-hura dan foya-foya) yang justru bisa menjerumuskan diri pada kebodohan. Tidak perlu harus seperti Bulan Sutena, menjadi diri sendiri yang bermanfaat dan bisa diandalkan oleh orang tua dan lingkungan itu sangat hebat.
Statistik Pengguna Internet Dunia dan Indonesia, Medsos Rajanya!
Internet Positif, Korelasi Netizen Journalism dan Pengaruh Buruk Medsos