Bumerang Gimik Gibran “Buah” Proses Pencapresan Niretik dan Hukum

9 Februari 2024, 23:51 WIB

Nusantarapedia.net | OPINI — Bumerang Gimik Gibran “Buah” Proses Pencapresan Niretik dan Hukum

Oleh : Marianus Gaharpung

“Masyarakat juga dapat menilai gagasan yang sekadar kosmetik alias gimik saja. Masyarakat sudah bisa memberikan penilaian gagasan cawapres yang substansial otentik untuk masa depan republik ini. Cawapres doyan gimik dugaan kuat, akibat dari “buah” pencapresan yang niretik dan hukum.”

HEAD line Metro TV hari ini, “Gimmick Gibran Jadi Bumerang”. Debat cawapres, Minggu malam 21 Januari 2024, sebagai “pertandingan” terakhir proses pilpres, dimana menampilkan Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Prof. Mahfud MD sebagai calon wakil presiden, terlihat seru dan asyik.

Tema debat yaitu dengan ruang lingkup hal agraria, lingkungan, pembangunan berkelanjutan serta masyarakat adat (hak ulayat). Sesungguhnya materi debat sesuatu yang serius, karena selama 10 tahun ini banyak kebijakan pembangunan yang justru mengamputasi hak-hak ekonomi dan sosial rakyat. Reformasi agraria bukan soal program bagi-bagi sertifikat kepada warga, tetapi lebih penting  redistribusi tanah kepada rakyat yang selama ini hanya menjadi tumbal kaum konglomerat alias oligarki ekonomi yang menikmati ratusan bahkan ribuan hektar.

Lingkungan alam rusak dan korbannya adalah lingkungan dan warga di sekitarnya. Hadirnya oknum-oknum investor dengan dugaan ketamakannya, membuat hak-hak adat masyarakat adat menjadi punah.  Masalah ini menjadi isue krusial dan seharusnya adanya ide-ide brilian dari ketiga cawapres.

Prof. Mahfud MD jelas dengan latar belakang keilmuan hukum, bahwa untuk penyelesaian masalah adalah pembuatan regulasi yang wajib melibatkan warga, implementasi peraturan yang konsekuen, dan komitmen aparat penegak hukum. Muhaimin dan Gibran kurang lebih pemikiran yang sama.

Ada hal yang menjadi buah bibir dari debat keempat pemilihan presiden (pilpres) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Ahad (21/1/2024), adalah gimik yang dipertonton cawapres paslon nomor 2 Gibran Rakabuming Raka. Sikap, tutur, serta gimik putra pertama Joko Widodo ini membuat pemirsa tv kaget, terutama kepada Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD. Dari aspek etik tidak pantas. Publik berharap sebagai calon pemimpin tidak saja tampilan nalar berpikir yang disajikan, tetapi atitude (sikap) dalam bertanya dan menanggapi pertanyaan lawan. Publik spontan kaget apakah kesehariannya putra pertama Joko Widodo ini memang seperti ini kalau berkomunikasi dengan orang. Sehingga wajar Mahfud MD, menilai pertanyaan Gibran “recehan”, tidak perlu dijawab, namun dikembalikan kepada moderator. Gibran janganlah menutupi kekurangannya dengan gimik, padahal debat pilpres sejatinya sebagai upaya serius untuk menata bangsa ini lima tahun ke depan, seperti apa proyeksinya.

Perlu dipahami salah satu kegagalan seluruh pembangunan saat ini, karena masyarakat terutama generasi muda terbuai dengam gimik murahan. Ini tidak baik dalam proses pendidikan politik bagi generasi milenial.

Kita harus pada substansi pembangunan. Gimik akan sangat berbahaya,  keberlangsungan (praktik) visi dan misi terlaksana sesuai harapan rakyat. Debat cawapres seharusnya menawarkan program konkrit atas tema yang diberikan KPU. Cawapres harus memiliki pengetahuan substansi yang kuat, tidak akan melakukan banyak gimik. Sebaliknya, ketika substansinya lemah, pihak itu harus menutupinya dengan atraksi gimik.

Debat cawapres putaran terakhir telah usai, masyarakat dengan sendirinya dapat menilai gagasan yang otentik dari cara penyampaian yang logik. Masyarakat juga dapat menilai gagasan yang sekadar kosmetik alias gimik saja. Masyarakat sudah bisa memberikan penilaian gagasan cawapres yang substansial otentik untuk masa depan republik ini. Cawapres doyan gimik dugaan kuat, akibat dari “buah” pencapresan yang niretik dan hukum. (Mg)

Marianus Gaharpung
| dosen FH UBAYA Surabaya

UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Tidak Legalistik dan Kepastian Hukum

Terkait

Terkini