Buya Syafii Telah Berpulang, Pembaharu Pemikiran Intelektual Muslim Indonesia (1)

Dari perjalanan akademik di atas, serta tekad kuatnya untuk belajar ke Jawa dengan merantau, membuktikan bahwa Buya Syafii merupakan pribadi yang optimis, pribadi pembelajar yang haus akan ilmu.

28 Mei 2022, 16:08 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Citra Persona — Buya Syafii Telah Berpulang, Pembaharu Pemikiran Intelektual Muslim Indonesia

“Seperti kota Surakarta dan Yogyakarta khususnya, sebagai kota kelahiran Muhammadiyah. yang mana peran serta, andil dan pengaruhnya pada perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia dalam konteks nasional sangat vital. Poros kekuasaan (politik) antara Jakarta, Yogyakarta dan Minangkabau terdapati hubungan yang erat dalam proses perjalanan pembentukan kultur Indonesia saat ini dari aspek historisnya.”

Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali.

Selamat jalan profesor, semoga surga Tuhan tetapkan, tenang di sisi-Nya.


Buya Syafii meninggal dunia di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta, sekitar pukul 10.15 WIB, pada Jumat (27/5/2022). Sebelumnya, Buya opname di rumah sakit sejak Sabtu, (14/5/2022) karena keluhan sesak napas akibat penyakit jantung. Buya Syafii tutup usia pada umur 86 tahun.

Nama Buya telah disematkan padanya sebagai kata sapaan, sepadan dengan kapasitas keilmuannya dengan apa yang telah ia berikan kepada bangsa dan negara sebagai tokoh intelektual Indonesia. sesuai dengan kiprahnya semasa hidup sebagai figur panutan bangsa dan guru bangsa.

Buya Syafii, sebagai cendekiawan Indonesia, salah satu putra terbaik bangsa yang sekaligus seorang ulama. Pikiran-pikiran baru yang lahir darinya terus tumbuh menjadi poros penjaga (keberpihakan) intelektual bangsa melalui ruang profesinya sebagai seorang pendidik (dosen), aktivis sosial politik, sejarawan, penulis, agamawan dan organisatoris yang terbuka.

Buya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, atau akrab dipanggil Buya Syafii, lahir pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpurkudus, Sijunjung, Sumatera Barat. Syafii kecil tumbuh di lingkungan keluarga muslim, ayahnya adalah tetua adat Nagari setempat bernama Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu. Tumbuh dengan kultur Minangkabau yang kental dengan pandangan Islam.

Syafii kecil tekun beribadah, belajar mengaji di Surau, belajar agama di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah dan bersekolah formal di Sekolah Rakyat. Setidaknya, selama 18 tahun sejak dilahirkan, dibesarkan dengan norma adat Minangkabau sebelum akhirnya hijrah ke Jawa.

Pada tahun 1953, Syafii merantau ke Jawa bersama dua adik sepupunya, untuk bersekolah di Madrasah Muallimin Yogyakarta. Sempat tidak diterima di Madrasah tersebut karena alasan sudah penuh. namun pada akhirnya Syafii berhasil masuk di Madrasah tersebut bahkan menjadi guru bahasa Indonesia dan Inggris.

Selama masa-masa tersebut, Syafii tekun belajar dan aktif di organisasi kepanduan Hizbul Wathan. juga menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar. Majalah tersebut berkembang menjadi Lembaga Pers Mu’allimin, adalah sebuah majalah pelajar Muallimin di Yogyakarta. Bahkan Syafii sempat belajar sebagai montir. Nampaknya, ia gemar mempelajari ilmu apapun.

Pendidikan Syafii selanjutnya ditempuh di Universitas Cokroaminoto Surakarta D-3 (1964), IKIP Yogyakarta S-1 (1968), Ohio State University S-2 (1980), Chicago University Doktor (1993), hingga bergelar Profesor.

Perjalanan Syafii sebelum menempuh pendidikan di Universitas Cokroaminoto Surakarta, dikisaran umur 21-22 tahun sempat menjadi guru di Pohgading, Lombok Timur atas permintaan Konsul Muhammadiyah. Namun tak berselang lama, Syafii pulang ke kampung halamannya dan kembali lagi ke Jawa untuk kuliah di Surakarta.

Selama menjadi mahasiswa, Syafii terlibat aktif dalam Himpunan Mahasiswa Islam serta kegiatan aktivis kampus lainnya dengan berbagai kegiatan pendidikan dan sosial budaya.

Setelah lulus hingga melanjutkan studi di IKIP Yogyakarta sampai mendapatkan gelar sarjana, Syafii telah malang melintang di dunia pendidikan dan aneka profesi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Syafii berprofesi menjadi guru ngaji, guru honorer di Wonogiri, menjadi karyawan toko, hingga membuka usaha kecil-kecilan bersama teman-temannya. Syafii juga pernah menjadi redaktur majalah Suara Muhammadiyah dan aktif di dunia jurnalistik, termasuk ikut bergabung dalam organisasi Persatuan Wartawan Indonesia.

Gelar Doktor Syafii diperoleh di Universitas Chicago, AS, pada Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat. Disertasinya berjudul Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.
“Islam sebagai Basis Negara: Kajian Ide Politik Islam yang Tercermin dalam Debat Konstituante di Indonesia.”

Sebelumnya, gelar Magister S-2 didapatkan pada program ilmu sejarah di Ohio State University, Amerika Serikat (1980).

Dari perjalanan akademik di atas, serta tekad kuatnya untuk belajar ke Jawa dengan merantau, membuktikan bahwa Buya Syafii merupakan pribadi yang optimis, pribadi pembelajar yang haus akan ilmu.

Landasan kultural Minangkabau-nya dengan pandangan yang penuh etik dan norma, ditambah jiwa perantauan budaya Minang, membentuk mental seorang Syafii menjadikan kuat dan konsisten, dengan daya jelajah berfikir menjadi lebar. Hingga landasan di atas mampu diproyeksikan dalam setiap langkahnya.

Hal tersebut semakin menjadikan image mengenai seorang kaum intelektual melekat pada diri Buya Syafii, dengan pengalaman dan progres ilmu pengetahuan gabungan dari kaum intelektual, ulama, organisasi dari orang-orang Jawa dan kultur lainnya yang bertemu di Jawa. Tidak dipungkiri lagi, karena Jawa menjadi titik bertemunya kebudayaan Indonesia hingga pusat-pusat pergerakan politik sosial budaya.

Seperti kota Surakarta dan Yogyakarta khususnya, sebagai kota kelahiran Muhammadiyah. yang mana peran serta, andil dan pengaruhnya pada perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia dalam konteks nasional sangat vital. Poros kekuasaan (politik) antara Jakarta, Yogyakarta dan Minangkabau terdapati hubungan yang erat dalam proses perjalanan pembentukan kultur Indonesia saat ini dari aspek historisnya.

Buya Syafii semakin dikenal luas oleh publik Indonesia, ketika pencapaian akademiknya sampai pada tingkat doktor. Namun yang paling esensi adalah ketika Buya Syafii mengenal dan memahami pokok-pokok pemikiran barat (dunia) yang liberal, yang sedikit banyak turut memperkaya khazanah pemikirannya, seperti konsep pemikiran Islam Liberal yang kemudian diusungnya.

(bersambung bagian 2)

Buya Syafii dan Islam Liberal

Buya Syafii Telah Berpulang, Pembaharu Pemikiran Intelektual Muslim Indonesia (2)
Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia Berdasar Periodisasinya
Obyek Itu Bernama Perempuan
Soneta Tatengkeng, ”Berikan Aku Belukar” Kekayaan Semesta yang Terabaikan dalam Proses Pembelajaran
Moral Clarity dan Etika Politik Poros Intelektual
Menuju Indonesia Maju dengan Merubah Kultur
Peradaban Palestina-Israel dalam Linimasa, Masa Abraham hingga Nabi Muhammad (1)
Yang ber-Otak Tak Bakal Mengekor

Terkait

Terkini