Cahaya tentang Kisah Kita yang Usai

14 November 2022, 07:30 WIB

Nusantarapedia.net, Gerai | Resensi — Cahaya tentang Kisah Kita yang Usai

Edi Warsidi

UNTUK apakah seseorang menulis kumpulan quote atau semacam ungkapan bijak yang dianggap menarik dan memuat ide, pendapat atau gagasan pengarangnya. Karena pada dasarnya setiap orang adalah pengarang, jawaban untuk pertanyaan yang simpel itu tidak terbatas jumlahnya. Dalam bayangan awam, seorang pengarang adalah makhluk yang suka melamun sambil menunggu ide mungkin mampir dalam kamar, mungkin di luar rumah, mungkin dalam kafe, dan kemungkinan lainnya agar bisa melahirkan karya. Jadi, yang ada adalah ”menunggu”. Andaikata yang ditunggu tidak juga tiba, tentu saja dia batal menulis. Akan tetapi, apakah memang seperti itu? Khususnya jika kita berbicara tentang proses kreatif tulis-menulis.

Apa pun genre karangan bisa diciptakan sebab pengarang ingin mengarang. Segenap dorongan itu bisa datang dari mana saja, luar atau dalam si pengarang. Segenap peristiwa sosial atau pengalaman ’spiritual’ bisa jadi pemantik kreativitas si pengarang. Artinya, dia bisa menulis tentang penghayatan pribadinya terhadap dunia sekitar lengkap dengan norma dan nilai yang sudah ditentukan masyarakatnya. Pengarang juga bisa menulis tentang berbagai peristiwa yang terjadi dalam dirinya, segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia dalam dirinya.

Hal yang kedua itulah tampaknya yang menyebabkan pengarang muda, Cahaya Putra Rangkuti ini menulis 100 ’bait’ quote. Dalam tulisan yang dihimpun dalam Kisah Kita yang Usai, dia menulis tentang beragam tema. Sejak semua manusia menulis ’kata-kata indah’, mungkin berbagai masalah ini juga yang mendorong dia menciptakan benda budaya yang dianggap sebagai seni kata; Cahaya menggunakan kata untuk mengungkapkan harapan, kekecewaan, kecemasan, cinta, kasih sayang, kesendirian, kesepian, dan beragam kondisi lain yang menyebabkan dirinya merasa ada sebagai manusia. Dalam ”Kesepian”, dia menegaskan: ”Bagiku, kesepian juga bukan menjadi alasan, kesepian mengalirkan rasa ketenangan, mengajari rasa kesedihan, dan menjadi proses kedewasaan” (hlm.107).

Saya begitu riang dapat mempersembahkan karya hati ini meskipun belum dapat dikatakan indah dan sempurna menurut pembaca. Dengan harapan, saya dapat terus belajar dari ketulusan hati dan menjadi terapi agar saya terus berkarya. Semua liku atau getir dalam pengalaman hidup menjadi warna dalam tiap lembar buku ini, kemudian mengalun menjadikan energi meskipun terkadang ada jeda untuk pilu, duka, lalu bahagia. Semua energi ini ada dan tiba bergantian mewarnai perjalanan hidup saya (hlm. v).

Apa yang diungkapkan Cahaya dalam Prabaca itu semangatnya bagai peribahasa Latin, verba valent schripta manent atau apa yang terucap akan lenyap terbawa angin, sedangkan yang tertulis akan terkenang abadi. Buku Kisah Kita yang Usai ini menjadi semacam langkah kecil untuk Cahaya agar di kemudian hari berlari cepat tetapi pasti melahirkan karya lainnya. Kita sambut penerbitan buku ini sebagai bukti bahwa perkembangan seseorang dalam meniti karier menulis tidak pernah setop pada buku pertama. Waktulah yang akan menilainya!

Pembaca yang akan berminat membeli buku Kisah Kita yang Usai ini, silakan kontak Cahaya Putra Rangkuti melalui Instagram@putraarangkuti atau di TikTok@anothertraa.

Peresensi, tinggal di Bandung

Mendongengi Pembaca dengan Teror Jamur Jahat
Virus Motivasi untuk Kemajuan Diri
Tipe Pekerja
Prostitusi Daring
Imajinasi Anak Menilai Sesuatu Berjiwa dan Bernilai

Terkait

Terkini