Candi Kalasan, Wujud Toleransi Masa Mataram Kuno

Candi ini dikategorikan sebagai candi Umat Buddha tertua. Berdasarkan keterangan prasasti Kalasan, pendirian candi ini dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk menghormati Bodhisattva wanita, Tarabhawana, juga sebagai tempat peribadatan umat Budha (vihara) bagi para pendeta.

26 Februari 2022, 10:26 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Candi Kalasan, Wujud Toleransi Masa Mataram Kuno

Candi Kalasan adalah simbol nyata dari sebuah penghargaan untuk agama lain. Ini termanifestasi dari upaya para penasehat raja agar membuatkan bangunan suci untuk pemujaan Dewi Tara.”

CANDI Kalasan terletak di desa Kalibening, Tirtomartani, Sleman, Yogyakarta. 16 km dari pusat kota ke arah timur. Candi ini juga disebut Candi Kalibening.

Penamaan Kalibening diambil dari nama lokasi penemuannya, yaitu Desa Kalibening. Ini sesuai dengan keterangan dalam prasasti Kalasan, yang memuat semua hal tentang candi ini. Prasasti berbahasa Sansekerta dengan tulisan pranagari yang ditulis pada tahun Saka 700 (778 M).

Candi ini dikategorikan sebagai candi Umat Buddha tertua. Berdasarkan keterangan prasasti Kalasan, pendirian candi ini dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk menghormati Bodhisattva wanita, Tarabhawana, juga sebagai tempat peribadatan umat Budha (vihara) bagi para pendeta.

Candi ini dibangun pada masa pemerintahan Maharaja Tejapurnapana Panangkaran (Rakai Panangkaran) dari keluarga Syailendra.

Oleh para tokoh agama dan penasehat raja, mereka membujuk Sang raja Tejapurnapana untuk mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan sekaligus sebagai vihara tempat ibadat para pendeta.

Terdapat Candi Sari yaitu candi yang tak jauh dari Candi kalasan yang belakangan diduga itulah vihara yang dimaksudkan untuk ibadah para pendeta Buddha.

Berdasarkan tahun penulisan prasasti Kalasan itulah, diperkirakan tahun 778 M adalah tahun berdirinya Candi Kalasan.

Menurut beberapa ahli kepurbakalaan, candi Kalasan telah mengalami 3 kali pemugaran. Sebagai bukti, terlihat adanya empat kaki sudut candi dengan bagian yang menonjol.

Selain itu terdapat torehan yang dibuat untuk keperluan pemugaran pada tahun 1927 sampai 1929 oleh van Romondt, seorang arkeolog Belanda.

Sampai saat ini candi Kalasan masih digunakan sebagai tempat pemujaan bagi penganut ajaran Buddha, terutama aliran Buddha Tantrayana dan pemuja Dewi Tara. (perpusnas.go.id)

Arsitektur Candi Kalasan

Tinggi Candi Kalasan diperkirakan sekitar dua puluh meter di atas permukaan tanah. Berdiri di atas alas atau pondasi dengan luas 45×45 meter membentuk selasar di sekeliling candi.

Terdapat tangga di setiap sisi dengan dihiasi sepasang kepala naga pada dua sisi kaki tangganya.

Di bawah tangga adalah hamparan teras yang luas yang tersusun dari lempengan batu yang bergelombang.

Dinding candi terdapat pelester kapur yang dalam bahasa Sansekerta disebut Valiralepa, yang konon plester ini hanya ada di beberapa candi di Jawa. Plesteran kapur berfungsi melindungi dinding candi dan memperjelas lekuk lukisan pada dinding candi.

Bagian atas candi berbentuk kubus. Ini merupakan puncak candi yang dikelilingi 52 stupa dengan tinggi rata-rata 4,6 meter.

Antara puncak dan badan candi dihiasi deretan arca makhluk kerdil yang disebut Gana. Yang paling puncak dari candi ini berbentuk segi delapan yang dihiasi arca Buddha.

Puncak candi atau atapnya terbagi menjadi dua tingkat yang kesemuanya dihiasi dengan arca Buddha.

Tingkat yang pertama dihiasi arca Buddha Manusi Buddha, tingkat yang kedua dihiasi arca Dhayani Buddha.

Bagian puncak candi sebenarnya terdapat stupa yang hingga kini belum berhasil direkonstruksi karena banyak bagian dari candi yang hilang.

Bagian ruang-ruang dari candi, ruang utama memiliki pintu di sebelah timur. Di dalam ruang ini terdapat seperti altar batu bertingkat yang konon dulu tempat diletakkannya patung Dewi Tara yang hingga kini arca Dewi Tara itu pun juga hilang.

Diperkirakan bahwa arca Dewi Tara terbuat dari perunggu setinggi enam meter. Di ruang utama tersebut adalah tempat pemujaan karena ditemukan seperti altar luas di belakang batu bertingkat tersebut.

Bersatunya Dua Dinasti, Toleransi Hindu-Buddha Masa Mataram Kuno

Candi Kalasan adalah simbol nyata dari sebuah penghargaan untuk agama lain. Ini termanifestasi dari upaya para penasehat raja agar membuatkan bangunan suci untuk pemujaan Dewi Tara.

Raja Tejapurnapana Panangkaran adalah Rakai Panangkaran yang merupakan putra dari Raja Sanjaya yang memerintah kerajaan Mataram Hindu. Akhirnya Rakai Panangkaran menjadi raja ke-2 Mataram Hindu.

Tahun 750 – 850 M kawasan utara Jawa Tengah dikuasai oleh raja-raja dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan menyembah Dewa Siwa. Ini terlihat dari penemuan candi-candi bercorak Hindu.

Selama kurun waktu yang sama wilayah selatan Jawa Tengah dikuasai oleh raja-raja wangsa Syailendra yang beragama Buddha Tantrayana yang memuja Dewi Tara.

Pembagian kekuasaan tersebut mengakibatkan bangunan candi yang khas akan karakter masing-masing peradaban agama waktu itu.

Akhirnya kedua wangsa bersatu melalui pernikahan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya (838 – 851M) dengan Pramodawardhani, putra Maharaja Samarattungga dari wangsa Syailendra.

Oleh Raja Panangkaran sesuai permintaan para guru wangsa Syailendra akhirnya dihadiahkan Desa Kalasan untuk didirikan bangunan suci berupa candi untuk pemujaan Dewi Tara bagi umat Buddha kala itu.

Ini membuktikan bahwa kultur toleransi HinduBuddha telah tumbuh subur pada masa ini.

Candi Kedulan, 13 Kali Tertimbun Erupsi
Candi Sojiwan, How Beautiful Klaten’s Herritage!
Candi Banyunibo, Simbol Sakralitas Keheningan
Candi Ngawen, Peradaban Buddha di Muntilan Magelang
Candi Cangkuang, Leles Garut Pesona Wisata di ”Swiss van Java”

Terkait

Terkini