Candi Sukuh, Sebuah Kisah Pengruwatan Kehidupan (2)
Cerita Sudamala mengisahkan tentang Sadhewa, salah satu dari satria kembar di antara kelima satria Pandawa, yang berhasil meruwat (menghilangkan kutukan) dalam diri Dewi Uma, istri Bathara Guru
Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Candi Sukuh, Sebuah Kisah Pengruwatan Kehidupan
“Dewi Kadru mempunyai beberapa anak angkat yang berwujud ular. Dalam sebuah pertaruhan Dewi Winata dikalahkan oleh Dewi Kadru, sehingga ia harus menjalani kehidupan sebagai budak Dewi Kadru dan anak-anaknya. Garudheya mendapatkan Tirta Amerta yang menjadi syarat peruwatan atau pembebasan ibunya dari perbudakan Dewi Kadru dan anak-anaknya,”
Di sisi timur laut atau bagian belakang pelataran teras kedua terdapat gerbang berupa gapura bentar yang mengapit tangga menuju ke pelataran teras kedua. Tidak terdapat pahatan atau hiasan pada dinding gapura ini. Di pelataran teras kedua yang tidak terlalu luas juga tidak terdapat arca ataupun relief.
Pada sisi utara timur atau bagian belakang pelataran teras kedua terdapat gerbang berupa gapura bentar yang mengapit tangga menuju ke pelataran teras ketiga. Gapura ini dalam keadaan rusak berat. Di depan gapura terdapat sepasang Arca Dwarapala yang saat ini dalam keadaan telah aus. Pahatan kedua arca penjaga pintu ini kasar dan kaku dan wajahnya sama sekali tidak menyeramkan, bahkan terkesan lucu.
Teras ketiga yang letaknya paling tinggi merupakan tempat yang paling suci. Pelataran teras ketiga terbagi dua sisi, utara dan selatan, oleh jalan batu menuju ke bangunan suci di bagian belakang. Di pelataran halaman ketiga ini terdapat banyak sekali arca dan panel batu bergambar. Di bagian depan pelataran sisi utara terdapat 3 arca manusia bersayap dan berkepala garuda dalam posisi berdiri dengan sayap membentang. Hanya satu dari ketiga arca ini yang masih utuh. Dua arca lainnya sudah tidak berkepala lagi. Pada salah satu arca garuda terdapat prasasti berangka tahun 1363 Saka atau 1441 M dan 1364 Saka atau 1442 M. Di sisi utara terdapat panel-panel batu yang diletakkan berjajar, masing-masing dihiasi pahatan gambar gajah dan sapi.
Di depan bangunan utama agak ke selatan, terdapat tiang batu yang berisi pahatan cuplikan kisah Garudheya. Pada sudut kiri atas terdapat parsasti dalam huruf dan bahasa Kawi berbunyi “Padamel rikang buku tirta sunya” atau sama dengan 1361 Saka. Garudheya adalah nama seekor Garuda, putra angkat Dewi Winata. Sang dewi mempunyai saudara yang juga menjadi madunya, yang bernama Dewi Kadru. Dewi Kadru mempunyai beberapa anak angkat yang berwujud ular. Dalam sebuah pertaruhan Dewi Winata dikalahkan oleh Dewi Kadru, sehingga ia harus menjalani kehidupan sebagai budak Dewi Kadru dan anak-anaknya. Garudheya mendapatkan Tirta Amerta yang menjadi syarat peruwatan atau pembebasan ibunya dari perbudakan Dewi Kadru dan anak-anaknya. Relief kisah Garudheya ini juga terdapat di Candi Kidal di Jawa Timur yang dibangun atas perintah Anusapati untuk meruwat ibunya, Ken Dedes.
Di bagian selatan pelataran teras ketiga ini terdapat panel-panel batu yang ditata berjajar. Panel-panel batu ini memuat relief dengan tema cerita yang diambil dari Kidung Sudamala.
Cerita Sudamala mengisahkan tentang Sadhewa, salah satu dari satria kembar di antara kelima satria Pandawa, yang berhasil meruwat (menghilangkan kutukan) dalam diri Dewi Uma, istri Bathara Guru. Dewi Uma dikutuk oleh suaminya karena tidak dapat menahan kemarahannya terhadap suaminya yang minta untuk dilayani pada saat yang menurutnya kurang layak. Karena menunjukkan kemarahan yang meluap-luap, Sang Dewi dikutuk dan berubah wujud menjadi seorang raksasa bernama Bathari Durga. Bathari Durga yang menyamar sebagai Dewi Kunthi, ibu para Pandawa, mendatangi Sadewa dan meminta satria itu untuk meruwat dirinya. Kisah tersebut dituangkan dalam lima panel relief.
Relief pertama menggambarkan Dewi Kunti palsu yang merupakan penyamaran Bathari Durga yang mendatangi Sadewa dan meminta satria itu ‘meruwat’ (menghilangkan kutukan) dirinya.
Relief kedua menggambarkan ketika Bima, kakak Sadewa, berperang dengan seorang raksasa. Tangan kiri Bima mengangkat tubuh raksasa, sedangkan tangan kanannya menancapkan kuku Pancanaka (senjata pusaka Bima) ke perut lawannya.
Relief ketiga menggambarkan Sadewa, yang menolak untuk ‘meruwat‘ Bathari Durga, diikatkan ke sebuah pohon. Di hadapannya berdiri Bathari Durga yang mengancamnya dengan menggunakan sebilah pedang. Relief keempat menggambarkan pernikahan Sadewa dengan Dewi Pradhapa yang dianugerahkan kepadanya karena berhasil ‘meruwat‘ Bathari Durga. Relief kelima menggambarkan Sadewa beserta pengiringnya menghadap Dewi Uma yang telah berhasil diruwat.
Di pelataran sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, dan di dalamnya terdapat arca dengan ukuran yang kecil pula. Menurut mitologi setempat, candi kecil itu merupakan kediaman Kyai Sukuh sang penguasa kompleks Candi Sukuh.
Di depan bangunan utama terdapat tiga arca bulus kura-kura berukuran besar. Kura-kura yang melambangkan dunia bawah, yakni dasar gunung Mahameru, juga terdapat di Candi Cetha (Ceto).
Bangunan utama berbentuk trapesium berdenah dasar 15 m2 dan tinggi mencapai 6 m. Di pertengahan sisi barat bangunan terdapat tangga yang sempit dan curam menuju ke atas atap. Diduga bangunan yang ada saat ini adalah batur atau kaki candi, sedangkan bangunan candinya sendiri kemungkinan terbuat dari kayu. Dugaan tersebut didasarkan pada adanya beberapa umpak (kaki tiang bangunan) batu di pelataran atap. Di tengah pelataran atap terdapat sebuah lingga. Konon yoni yang merupakan pasangan lingga tersebut saat ini disimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Upaya pelestarian Candi Sukuh telah dilakukan sejak jaman Belanda. Pemugaran pertama dilakukan oleh Dinas Purbakala pada tahun 1917. Pada akhir tahun 1970-an Candi Sukuh mengalami pemugaran kembali oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.