Cerita Satir dan Alegori tentang Kemaluan dan Kehidupan

- Seorang remaja bernama Ajo Kawir kelimpungan. Burungnya menjadi murung. Tidak bisa berdiri tegak layaknya lelaki lain -

10 Desember 2022, 21:59 WIB

Nusantarapedia.net, Gerai | Resensi — Cerita Satir dan Alegori tentang Kemaluan dan Kehidupan

Edi Warsidi

NOVEL Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas sukses juga difilmkan. Adaptasi novel ke film ini diproduksi oleh Palari Films, sedangkan sutradaranya adalah Edwin. Film ini sukses tayang perdana di Festival Film International Locarno 2021. Film ini didukung oleh pemeran seperti Marthino Lio (Ajo Kawir), Ladya Cheryl (Iteung), Sal Priadi (Si Tokek), dan Reza Rahardian (Budi Baik).

Seorang remaja bernama Ajo Kawir kelimpungan. Burungnya menjadi murung. Tidak bisa berdiri tegak layaknya lelaki lain. Ajo Kawir mengalami hal tersebut setelah kejadian yang dialaminya bersama Si Tokek, temannya, di sebuah rumah kosong dengan maksud awalnya ingin mengintip Rona Merah, janda muda yang sinting di sana.

Naas, kegiatan yang hendak mereka lakukan dipergoki oleh dua orang polisi, yang saat itu sedang memperkosa Rona Merah. Setelah kepergok, Ajo Kawir dipaksa dua orang polisi tersebut untuk melakukan persetubuhan dengan Rona Merah, dan pada saat itu juga burungnya yang berdiri tegak tiba-tiba murung, meringkuk tak bangun-bangun lagi.

Menarik melihat bagaimana berbagai macam usaha dilakukan Ajo Kawir untuk membangunkan burungnya, seperti onani pakai sabun, lihat gambar porno, pergi ke lokalisasi, bahkan (tololnya) mengolesnya dengan cabai yang sudah dipotong-potong, menyengatnya dengan lebah, terakhir sampai mau dikapak burungnya. Si Tokek pun takbisa berbuat apa-apa lagi untuk membantu temannya itu.

Sampai akhirnya, Ajo Kawir menyerah dan menganggapnya sebagai berkah. Karena dia mulai bisa bertindak tenang dan berpikir bijak. Kehidupannya yang dulu selalu dipenuhi dengan perkelahian satu ke perkelahian lain perlahan berubah menjadi kehidupan yang sedikit lebih damai dan tentram. Juga, dia bisa bertemu dengan Iteung. Cintanya.

Cintanya pun takserta merta berjalan mulus. Kehidupan dari perkelahiannya yang dulu terus membayanginya. Dimulai dari Budi Baik; lelaki lain yang juga mencintai Iteung, lalu kelompok anak jalanan Tangan Kosong, dan Si Macan. Puncaknya ketika Si Macan berhasil dikalahkan dan Iteung ditinggalkan karena hamil bukan olehnya.

Burung yang murung miliknya membawa Ajo Kawir melewati masa-masa sulit itu. Dibawanya dia menyusuri jalanan sebagai seorang supir truk. Babak baru dimulai, bersama seorang anak lelaki bernama Mono Ompong, keneknya, yang memiliki tabiat persis dirinya ketika muda dulu.

Polish 20221210 215423621

Di babak baru ini, Ajo Kawir lebih bertindak sebagai penasihat yang mendinginkan bara api di tubuh Mono Ompong, diakibatkan Si Kumbang, seorang supir truk yang ditakuti supir truk lain, terus menerus mengganggu hidupnya. Perkelahian hebat pun terjadi di kandang judi. Dan berakhir dengan muka babak belur Si Kumbang di tangan Mono Ompong.

Selain mendinginkan Mono Ompong, Ajo Kawir mendapat gairah baru setelah Jelita, seorang gadis buruk rupa, tanpa tahu dari mana sudah berada di bagian belakang truk, sambil duduk meringkuk. Gairah itu muncul tanpa disadari sebab hanya ada di dalam mimpi. Burung yang murung mendadak bisa berdiri tegak dan itu membuat Ajo Kawir bertanya-tanya. Mengapa hanya kepada perempuan itu, si burung menjadi tidak murung?

Pertanyaan tersebut akan terjawab nanti ketika pembaca membaca novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karangan Eka Kurniawan ini, seorang penulis yang dikenal dengan karya-karyanya seperti Cantik itu Luka dan Lelaki Harimau, yang kali ini hadir bersama satu cerita yang bernada satir dan alegori, tentang kemaluan dan kehidupan.

Sebagai perumpamaan, Ajo Kawir dan burungnya yang murung seperti sebuah bentuk ketidaksiapan seorang ketika nafsu mendadak hilang dari tubuhnya, dan membuat segalanya menjadi tidak seimbang dirasa selain resah di dada. Burung Ajo Kawir sendiri seperti sebuah kehidupan yang merindukan ketenangan dan kedamaian, di saat Ajo Kawir terjun ke dalam dunia yang keras dan brutal, di mana akal dan nurani terkadang lumpuh di hadapan hawa nafsu, ia justru mempertemukan dan menundukkan Ajo Kawir dengan Iteung, dengan Cinta; dengan asal mula kedamaian.

Ketika kedamaian sudah merayap di hati, tidak ada lagi alasan untuk takut mati, dalam usaha meninggalkan segala hal yang berhubungan dengan hawa nafsu, seperti yang terangkum dalam kalimat pembuka cerita, “Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati.” (*)

Polish 20221210 214531132

Edi Warsidi, tinggal di Bandung. Selepas menjabat Kepala Divisi Penyuntingan di ITB Press (Juni 2022), dia masih diberi amanah menjadi penulis dan editor di beberapa penerbit buku di Bandung, juga pengisi materi pada lokakarya pelatihan penyuntingan/editing naskah. Pengajar Mata Kuliah Bahasa Indonesia dan Literasi Keilmuan di sebuah kampus di Bandung.

Tokoh Khayalan Juhara, Cerita Pendek EDI WARSIDI
Sajak Edi Warsidi
Editor Bagai Matador
Merawat dan Memberdayakan Kearifan Lokal
Soneta Tatengkeng, ”Berikan Aku Belukar” Kekayaan Semesta yang Terabaikan dalam Proses Pembelajaran
YouTube : Nusantarapedia Journals | NPJ

Terkait

Terkini