Delik Korupsi Hanya Dapat Diterapkan Pada Si Penerima Dana
- menyamakan doktrin dalam hukum perdata berkaitan dengan beban pembuktian dalam pengusutan perkara pidana adalah tidak tepat atau tegasnya adalah keliru -
Nusantarapedia.net, Netizen | Artikel — Delik Korupsi Hanya Dapat Diterapkan Pada Si Penerima Dana (Dugaan Korupsi Dana Hibah 1 miliar di Koni Ende)
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH UBAYA Surabaya
“Penyidik Polres Ende dengan kewenangannya dapat memperoleh data dan informasi dari manapun dan tidak terpaku pada siapa yang menuduh atau melapor,”
OTONOMI daerah melahirkan konsep desentralisasi, ternyata begitu banyak menimbulkan penyalahgunaan kewenangan dan tindakan melawan hukum yang begitu membabi buta dilakukan oleh oknum-oknum pejabat (ASN) di daerah-daerah se-Jagat Tanah Air, dalam konteks ini khususnya kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Tindakan ini menguntungkan diri pejabat publik tersebut, orang lain, korporasi, sehingga mengakibatkan negara dirugikan. Terbukti oknum pejabat di daerah bertindak semaunya dalam memanfaatkan uang negara. Sebut saja, kasus suap, gratifikasi, mark up serta tindakan yang sangat merendahkan martabat, yakni operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Kasus yang cukup menarik perhatian publik kota Pancasila Ende, yakni adanya dugaan dana hibah Pemerintah Kabupaten Ende untuk Komite Olahraga Nasional (KONI) Ende senilai Rp1 miliar lebih diperuntukkan untuk pembinaan dan pengembangan olaraga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sampai dengan 27 Desember 2022. Surat pertanggungjawaban tersebut yang seharusnya diterima Pemkab Ende. Alasannya, antara pengeluaran dana dengan pelaporan akhir sulit untuk dipertanggungjawabkan.
Penyakit ini sudah lumrah terjadi di dalam tata kelola administrasi keuangan di daerah.
Untuk menutupi dugaan kejahatan tersebut, maka oleh bendahara atau mereka yang terlibat dalam organisasi KONI Ende ada dugaan mulai dengan merekayasa laporan alias mencocok-cocokan data laporan masukan dan pengeluaran. Di sini sejatinya celah mark up anggaran demi merapikan tata laporan administrasi keuangan. Sehingga yang sering kita dengar bahwa laporan sudah beres secara administrasi.
Apakah kebenaran secara administrasi (formil) menghilangkan tanggungjawab tindak pindana korupsi yang mengharuskan adanya kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah kebenaran yang sesuai fakta uang pemasukkan (penerimaan dana hibah) dan pengeluaran atau pemakaiannya sesuai. Oleh karena itu, dalam kondisi kebingungan tersebut bendahara selalu menjadi tumbal alias pesakitan dalam tindak pidana korupsi.
Dalam dugaan korupsi ini yang sedang hangat di Kota Ende karena ada nama ketua harian KONI Ende, Fery Taso (Ketua DPRD Ende), yang beberapa hari lalu dipanggil dan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus ini oleh penyidik Polres Ende.
Pertanyaannya? Apakah wajar Fery Taso dipanggil dan diperiksa penyidik? Dalam hukum acara tindak pidana sudah “on track,” alasannya ketua DPRD Ende ini ketua KONI Ende yang bertanggungjawab baik di dalam maupun di luar pengadilan dalam kaitannya tata kelola organisasi dan keuangan dari komite olahraga nasional Ende.
Pertanyaan selanjutnya? Apakah ketua KONI Ende dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas dugaan penggunaan dana hibah 1 miliar tersebut?Sangat mungkin terjadi!
Oleh karena itu, sudah sangat benar Fery Taso dengan gentleman datang ke Polres Ende memberikan keterangan atas dugaan korupsi dana hibah. Jadi tidak boleh Fery Taso bersikap misalnya dengan menyatakan siapa yang mendalilkan atau menuduh, maka dialah yang harus membuktikan.
Semoga jangan keluar dari setiap pernyataan ketua DPRD Ende ini, karena konsep perdata sangat berbeda dengan konsep pidana. Oleh karena itu, atas peristiwa hukum yang sedang mem-booming di kota Pancasila ini, maka ada 2 (dua) hal menarik yang ingin dianalisis sebagai isu hukum yang menjadi dasar analisis dalam tulisan ini.
Pertama, andaikan Feri Taso tidak ikut menikmati atau menerima dana KONI sepeserpun dari dugaan kasus dana hibah 1 miliar ini, apakah serta merta Fery Taso dapat dikatakan steril dari kasus tersebut? Secara tegas kami katakan tidak demikian, karena baik ketentuan Pasal 2 maupun Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak melokalisir pada adanya penerimaan uang oleh seseorang yang notabene berasal dari keuangan negara, karena delik materiil dalam kedua pasal tersebut adalah memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang.
Dengan demikian, bisa saja Fery Taso mungkin tidak menerima uang dalam dugaan korupsi dana KONI tetapi bukan berarti serta merta dapat dikatakan bahwa Fery Taso clear and clean dalam kasus ini.