Dewandaru Berenergi Spiritual Besar Hanya Ada di 3 Lokasi (3)
Hal tersebut wajar sebagai kebalikannya, misalnya, kayu Cendana dari daerah Nusa Tenggara Timur, kualitas kayu dan tuahnya juga tidak bisa tergantikan dengan kayu Cendana asal dari daerah lain, karena unsur pembentuk mineralnya berbeda
Nusantarapedia.net — Kayu Dewandaru Berenergi Spiritual Terbesar Hanya Ada di 3 Lokasi
“Mengapa? kayu Dewandaru yang berasal dari Karimunjawa memang berbeda dari isi tuah atau kodhamnya, artinya tuah tersebut adalah tuah alami yang datang bisa dari tanahnya, hawa, air, dan lainnya. Unsur pembentuk kayu tersebut dari susunan mineral di daerah Karimunjawa tidak bisa tergantikan dengan unsur mineral pembentuk di daerah lain.”
“Diketahui, ‘Lunas’ adalah bagian terbawah dari kapal, lunas terdiri dari berbagai jenis yaitu lunas dasar, lunas tegak dan lunas lambung. Fungsinya untuk keseimbangan kapal agar tidak oleng sekalipun terkena badai juga arus gelombang yang tinggi.”
2) Buah To Gunung Kawi
Gunung Kawi adalah sebuah gunung berapi yang sudah tidak aktif. Berlokasi di sebelah barat daya Kabupaten Malang yang berbatasan dengan Kabupaten Blitar Jawa Timur.
Gunung Kawi banyak di datangi oleh pengunjung untuk melakukan olah batin laku spiritual. Tempat ini menjadi tempat spiritual bagi warga Tiong Hoa dan warga lainnya dari berbagai daerah di Indonesia.
Pohon Dewandaru di Gunung Kawi terkenal dengan sebutan Buah To, bahkan menjadi merk salah satu dupa atau hio. Dupa atau hio ini sebagai perlengkapan ritual spiritual oleh banyak pelaku spiritual.
Pohon Dewandaru gunung Kawi disakralkan, dipercayai menjadi perantara kekayaan. Banyak orang percaya dalam laku spiritualnya, apabila ada bagian pohon Dewandaru yang terjatuh dan berhasil mendapatkannya akan menjadikan keberuntungan. Bagian yang terjatuh tersebut bisa daunnya, ranting dan terutama buahnya atau buah To tersebut.
Pohon Dewandaru di gunung Kawi terletak di komplek makam Kyai Imam Sudjono dan Raden Mas Zakaria II. Pohon tersebut setidaknya sudah ada sejak tahun 1871. Pohon ini tumbuh besar dan menjulang tinggi.
Umumnya, dimulai sekitar bulan Agustus-September, pohon Dewandaru Gunung Kawi dalam masa puncak berbuah. Banyak orang berdatangan mendapatkan keberuntungan dengan rela menginap dan tidur di bawah pohon agar mendapatkan ranting, daun, atau buah yang terjatuh.
Jika mendapatkan bagian yang terjatuh berupa daun, artinya akan mendapat rejeki berupa uang. Jika mendapatkan buahnya yang terjatuh, menandakan akan mendapatkan rejeki yang agung.
Dalam praktiknya, mendapatkan bagian pohon Dewandaru yang jatuh tidaklah mudah, ada yang sampai seminggu di bawah pohon tidak mendapatkan apa-apa, sedangkan ada yang baru sehari langsung kejatuhan buahnya.
3) Pohon Dewandaru Sebagai Kayu Bertuah
Bagian kayu dari pohon Dewandaru ini beraroma harum, terutama pada batang utama bagian bawah maupun akarnya.
Kayu Dewandaru mempunyai pancaran energi positif yang dapat difungsikan untuk berbagai keperluan.
Kodham atau tuah alami yang ada pada kayu tersebut digunakan sebagai sarana pencapaian sempurnanya ilmu kanuragan. Tuah tersebut dengan perlakuan yang tepat dengan gabungan ilmu-ilmu lainnya dapat membentengi diri agar terhindar dari gangguan makhluk halus, terhindar dari niat gangguan kejahatan, menangkal sihir atau santet, bahkan sebagai kekuatan gabungan agar kebal senjata tajam.
Kayu Dewandaru mempunyai beragam khasiat spiritual lainnya, yakni untuk pengasihan, kewibawaan atau menambah kharisma/pamor. Sistem kerja dari kayu ini secara alami membuka aura positif yang ada pada tubuh manusia dengan menyerap energi negatif yang ada dalam tubuh.
Kayu Dewandaru sebagai sarana ritual spiritual di mediakan ke dalam bentuk aksesoris berupa kalung tasbih, gelang tasbih, tongkat komando, tongkat kyai, dan lain sebagainya.
Untuk sarana ibadah, kayu ini dibuat tasbih atau gelang yang berfungsi untuk dzikir atau wiridan. Bagi para pejabat untuk menambah kewibawaan, dibuat dalam bentuk tongkat komando atau papan nama di meja kerja kantor, juga warangka keris. Bagi para pemimpin spiritual, dibuat dalam bentuk tongkat atau ‘teken’ ulama.
Untuk sarana pelindung diri, bisa dipakai dengan bentuk aneka gelang dan kalung, pipa rokok maupun bentuk ekspresi lainnya menurut selera masing-masing.
Mitos Kayu Dewandaru di Pulau Karimunjawa
Pulau Karimunjawa, meskipun masih satu kesatuan dalam kebudayaan Jawa, terutama kebudayaan pesisir dalam kawasan eks-Karesidenan Pati, yang meliputi daerah-daerah seperti Jepara, Demak dan Kudus. Tetapi karena secara geografis terletak sebagai pulau tersendiri, maka pulau Karimunjawa terasa sangat spesial. Spesial historis kulturalnya dan keindahan panorama alamnya.
Gabungan sejarah kultural dan keindahannya, menjadikan Pulau Karimunjawa sebagai destinasi wisata yang spesial, juga sebagai kawasan spiritual yang penuh energi-energi spiritual dan metafisika, menjadikan Karimunjawa penuh dengan mitos-mitos.
Karimunjawa, adalah sebuah pulau surganya tanah Jawa. Surga keindahan alam dan tempat kayu bertuah tumbuh.
Daerah-daerah tersebut (eks-Karesidenan Pati) merupakan pusat hegemoni kebudayaan muslim Nusantara setelah kejatuhan kerajaan Majapahit di wilayah pesisir utara Jawa.
Sebelumnya, daerah-daerah tersebut merupakan pusat pelabuhan perdagangan dan militer dunia sejak era Kerajaan Holing atau Kalingga yang telah berdiri di Jepara pada periode abad ke 4 – 5 Masehi.
Diprediksi, letak kerajaan Kalingga di Jepara, saat ini berada di sekitar Kecamatan Keling Kabupaten Jepara. Kawasan di sekitar kantor kecamatan Keling merupakan kota praja dari kerajaan Kalingga yang berporos dengan kerajaan Sunda, dipimpin oleh Ratu Sima.
Selanjutnya, keturunan Sima, Ratu Sanjaya mendirikan dinasti baru Wangsa Mataram di daerah selatan, yakni kawasan dalam poros Dieng (Kedu) – Magelang – Yogyakarta.
Kebudayaan Karimunjawa-Jepara (Kalinyamatan), tidak terlepas dari alat transportasi berupa kapal-kapal yang terbuat dari bahan kayu. Tentu, kapal tersebut untuk mobilitas masyarakat dari dan menuju Karimunjawa – Jepara dan pulau-pulau kecil di sekitarnya serta menghubungkan daerah-daerah lainnya di pulau Jawa.
Mitosnya, kapal dari Karimunjawa di bagian lunas atau lambung kapal, diselipkan kayu dari bahan-bahan kayu bertuah. seperti kayu Dewandaru, Kalimosodo maupun Stigi.
Kayu tersebut dimaksudkan sebagai jimat untuk keselamatan di lautan agar kapal tidak tenggelam atau terjadi kecelakaan di lautan.
Diketahui, ‘Lunas’ adalah bagian terbawah dari kapal, lunas terdiri dari berbagai jenis yaitu lunas dasar, lunas tegak dan lunas lambung. Fungsinya untuk keseimbangan kapal agar tidak oleng sekalipun terkena badai juga arus gelombang yang tinggi.
Di bagian lunas tersebut sudah dipasangi jimat dari kayu-kayu bertuah tersebut. Mitosnya, membawa kayu Dewandaru keluar dari pulau Karimunjawa akan menyebabkan potensi kecelakaan bagi kapal-kapal atau perahu yang mengangkutnya.
Kayu yang dimaksudkan adalah membawa kayu Dewandaru keluar, baik yang masih berbentuk kayu maupun sudah diolah menjadi barang jadi kerajinan.
Agar tidak terjadi kecelakaan, kerajinan dari bahan kayu Dewandaru harus dinetralisir energinya dengan mencampur produknya dengan kayu Kalimosodo.
Dengan demikian, membawa keluar kayu Dewandaru harus dicampur dengan kayu Kalimosodo agar energinya netral dan tidak terjadi potensi gangguan pada kapal saat menyeberang dari Karimun ke pulau Jawa.
Namun, kapal-kapal tersebut sudah bisa membawa kayu Dewandaru keluar tanpa harus dikombinasi dengan kayu Kalimosodo, karena lunas dari kapal tersebut sudah diberikan jimat.
Kerajinan Kayu Bertuah Karimunjawa
Di pulau Karimunjawa, karena kaya dengan potensi kayu bertuah, banyak industri rumah tangga yang memproduksi aneka kerajinan atau aksesoris dari kayu.
Produk para perajin tersebut, seperti; tasbih, gelang, tongkat komando, tongkat ‘teken,’ papan nama, kalung, gelang, pipa rokok, aneka handle senjata, aneka patung dan miniatur, dlsb.
Perajin bisa membuatkan produk ‘custom,’ seperti yang diinginkan oleh pemesannya.
Jadi, bila Nuspedian menginginkan aksesoris atau benda-benda bertuah dari kayu Dewandaru, Kalimosodo, Stigi dan lainnya yang asli, datanglah langsung ke Karimunjawa.
Seringkali, produk kayu bertuah yang dijual di pasaran yang katanya berbahan kayu-kayu bertuah asal Karimunjawa, sering diragukan keasliannya. mengingat, deteksi asli dan tidaknya bahan dari kayu Karimunjawa atau dari daerah lain sangat sulit dikenali oleh orang awam.
Misalnya, sebuah tasbih berbahan kayu Dewandaru, dikenali ciri-cirinya, tasbih tersebut asli dari bahan kayu Dewandaru, tetapi kita tidak tahu apakah benar Dewandaru asal dari Karimunjawa atau tempat lain seperti dari pulau Sumatera.
Mengapa? kayu Dewandaru yang berasal dari Karimunjawa memang berbeda dari isi tuah atau kodhamnya, artinya tuah tersebut adalah tuah alami yang datang bisa dari tanahnya, hawa, air, dan lainnya. Unsur pembentuk kayu tersebut dari susunan mineral di daerah Karimunjawa tidak bisa tergantikan dengan unsur mineral pembentuk di daerah lain.
Hal tersebut wajar sebagai kebalikannya, misalnya, kayu Cendana dari daerah Nusa Tenggara Timur, kualitas kayu dan tuahnya juga tidak bisa tergantikan dengan kayu Cendana asal dari daerah lain, karena unsur pembentuk mineralnya berbeda.
Disitulah, energi tuah yang dimaksudkan berbeda dan mempunyai kelebihan masing-masing pada benda tosan aji dan benda bertuah lainnya yang berasal dari bahan alam di setiap daerah di Nusantara.
(bersambung bagian 4)
Sejarah, Legenda dan Mitos Karimunjawa
Dewandaru Berenergi Spiritual Besar Hanya Ada di 3 Lokasi (4)
Dewandaru Berenergi Spiritual Besar Hanya Ada di 3 Lokasi (1)
Pemerintah Melarang Ekspor CPO, Harga Sawit Di Riau Terjun Bebas
Jalur Pantura dan Pansela, Solusi Menghindari Puncak Mudik 28 – 30 April 2022 di Jalur Tol
Perempuan dan Teknologi
Pembangunanisme, Rumah Berlindung Pemekaran Daerah (1)