Dua Role Model Penyelesaian Hukum Jika Parpol Sikka Tidak Sepakat Atas Rancangan Dapil KPUD Sikka
- Apakah pembentukan Dapil Sikka 5 dan Dapil Sikka 6 dikarekan adanya alokasi kursi dapil tersebut pada pemilu sebelumnya melebihi batasan maksimal alokasi kursi? -
Nusantarapedia.net, Netizen | Artikel — Dua Role Model Penyelesaian Hukum Jika Parpol Sikka Tidak Sepakat Atas Rancangan Dapil KPUD Sikka
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH UBAYA Surabaya
“Apakah pemilu sebelumnya ada alokasi kursi pada dapil tersebut melebihi batasan maksimal alokasi kursi setiap dapil? Realita yang terjadi tidak ada satupun dapil di Sikka melebihi batasan alokasi maksimal alokasi kursi setiap dapil yakni 12 kursi.”
AWAL yang kurang sedap dipertontonkan oleh KPUD Sikka, NTT (Nusa Tenggara Timur), dengan proses rancangan pembentukan Daerah Pemilihan (Dapil) baru, yakni Dapil Sikka 4, Dapil Sikka 5 dan Dapil Sikka 6, yang telah dikirim ke KPU (Komisi Pemilihan Umum) Pusat sambil menunggu penetapannya.
Ada tiga pertanyaan mendasar dari penerbitan rancangan dapil tersebut?
1. Apa dasar hukum yang digunakan KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) Sikka melakukan pembentukan dapil, khususnya rancangan Dapil Sikka 5 dan Dapil Sikka 6?
2. Apakah pembentukan Dapil Sikka 5 dan Dapil Sikka 6 dikarekan adanya alokasi kursi dapil tersebut pada pemilu sebelumnya melebihi batasan maksimal alokasi kursi?
3. Apakah memang ada muatan kepentingan begitu kuat dari oknum pejabat, kelompok atau partai tertentu di Sikka demi memenuhi “ambisi” oknum pejabat tertentu di Sikka agar melenggang bebas bersama partainya memasuki Pemilu 2024, sehingga membuat pengurus KPUD Sikka tidak berdaya alias manut saja?
Perhelatan lima tahun sekali yang disebut pemilihan umum anggota legislatif mulai tingkat pusat sampai ke daerah, selalu saja timbul masalah ketidakpuasan dari partai politik terhadap kerja KPU/D? Apakah karena pengurusnya sedikit, pengurusnya tidak mampu menterjemahkan Undang Undang Pemilu dan Peraturan KPU, ataukah pengurus KPU memang selalu suka bermain di air keruh demi menguntungkan oknum pengurus KPU sendiri dan pengurus partai politik tertentu? Wajar, warga masyarakat dan partai politik di Sikka minus PDIP merasa kerja KPUD kurang wajar, terbuka bahkan jujur.
Terdapat beberapa catatan, ada kontradiksi dengan regulasi yang ada di atasnya, juga telah terjadi dugaan intervensi secara “politis”, yaitu;
1) Dasar hukum yang digunakan KPUD Sikka dalam pembentukan tiga rancangan pembentukan dapil wajib berdasarkan Undang Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dan Peraturan KPU No. 6 Tahun 2022. Jika di luar ketentuan ini dugaan kuat telah terjadi rekayasa sistematif, terstruktur dan massive oleh KPU dan partai politik tertentu.
Publik Sikka belum melihat alasan yang rasional serta argumentatif dari KPUD Sikka berdasarkan kedua peraturan tersebut. Kalau penjelasan pengurus KPUD Sikka bahwa pembentukan tiga rancangan dapil sudah sesuai peraturan. Pertanyaannya memakai dasar hukum apa?
2) KPUD Sikka diperbolehkan menyusun Dapil, tetapi wajib memperhatikan Pasal 2 Ayat 1, huruf a,b,c,d,e,f,g Peraturan KPU No. 6 Tahun 2022. Jika dikaji salah satu, dari keenam prinsip, yaitu prinsip “g”, di sini ditekankan penyusunan dapil dengan memperhatikan dapil yang sudah ada pada pemilu tahun sebelumnya, kecuali jika alokasi kursi pada dapil tersebut melebihi batasan maksimal alokasi kursi setiap dapil, atau apabila bertentangan dengan keenam prinsip di atas.
Pertanyaannya, apakah pemilu sebelumnya ada alokasi kursi pada dapil tersebut melebihi batasan maksimal alokasi kursi setiap dapil? Realita yang terjadi tidak ada satupun dapil di Sikka melebihi batasan alokasi maksimal alokasi kursi setiap dapil yakni 12 kursi.
Atas dasar ini saja, KPUD diduga secara terang benderang dan adanya kesengajaan sebagai tujuan menabrak ketujuh prinsip tersebut di atas.
3) Ada dugaan kuat KPUD Sikka di bawah ketiak oknum-oknum pejabat di Sikka demi memuluskan partai dan oknum-oknum pejabat untuk meraih kursi terbanyak di pemilu nanti, sehingga oknum pejabat tersebut dengan mudah mencalonkan diri sebagai bacabup Sikka. Hal ini terlihat ketika uji publik membahas rancangan dapil tersebut, ternyata sebagian besar oknum camat di Sikka hadir memberikan persetujuan penambahan Dapil Sikka 5 dan Dapil Sikka 6.
Pertanyaannya, apakah camat dengan status PNS/ASN diperkenankan mengikuti politik praktis dengan mengatasnamakan warga di wilayahnya menandatangani surat pernyataan persetujuan penambahan Dapil Sikka 5 dan 6? Jawabannya jelas, PNS dilarang mengikuti politik praktis.
Atas dasar hal-hal tersebut, maka rancangan pembentukan dapil khususnya Dapil Sikka 5 dan 6 melanggar aspek substansi, yakni melanggar UU Pemilu dan Peraturan KPU termasuk aspek prosedur. Sehingga dalam prinsip hukum administrasi negara, jika aspek substansi tidak terpenuhi maka otomatis pembentukan rancangan Dapil Sikka 5 dan 6 oleh KPUD Sikka, dinyatakan batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada.