Dugaan Korupsi Dana Koni Ende, Kajian Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi

- Dari semua fakta dan analisis hukum ini, rasanya sedikit dapat memberikan arah penyelidikan dan penyidikan dana panas Koni 2,1 miliar ini -

25 Januari 2023, 11:22 WIB

Nusantarapedia.net, Netizen | Artikel — Dugaan Korupsi Dana Koni Ende, Kajian Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi

Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH UBAYA & Lawyer di Surabaya

RATIO legis Undang Undang Administrasi Pemerintahan adalah untuk menjamin tata kelola pemerintahan dari pusat sampai ke daerah mengedepankan peraturan perundangan-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan wewenang, keterbukaan, kepentingan umum serta pelayanan yang baik.

Itu artinya, pelayanan pemerintahan melalui pejabat dan/atau badan tata usaha negara agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan wewenang kepada masyarakat/badan hukum privat.

Dugaan korupsi pencairan dana hibah Koni Ende senilai Rp2,1 miliar, memantik perhatian jagat publik Kabupaten Pancasila ini. Peristiwa hukumnya sudah memasuki proses penyelidikan Polres Ende untuk mencari bukti permulaan yang cukup agar ditingkatkan ke penyidikan serta penetapan tersangka.

Dugaan penggunaan dana agak kurang beres di Koni Ende mendorong organisasi PMKRI Ende melakukan demo agar dugaan mega korupsi ini jangan lenyap di Polres Ende dengan ungkapan yang basi “tidak ditemukan cukup bukti”.

Kajian hukum ini tidak bermaksud menggurui penyidik Polres Ende, tetapi sebagai “rekan penegak hukum”, rasanya tidak keliru memberikan sedikit catatan kritis di dalam membedah pencairan, penggunaan dan laporan pertangungjawaban dana Koni Ende ini.

1) Sistem Pembayaran Nontunai
Pencairan dana (uang negara) di Pemkab Ende, kepada siapa saja wajib hukum menggunakan Peraturan Bupati Ende No. 14 Tahun 2019 Tentang Sistem Pembayaran Nontunai dalam Pengeluaran Daerah yang Bersumber dari Anggaran dan Belanja Daerah Kabupaten Ende.

Ratio legis dari Perbup ini jelas menimbang bahwa menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 900/1867/SJ tanggal 17 April 2017 Tentang Implementasi Transaksi Nontunai, berkaitan dengan Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2016 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Bahwa pembayaran pengeluaran daerah secara tunai berpotensi menimbukkan penyalahgunaan wewenang dan tindakan korupsi sehingga diperlukan sistem pembayaran pengeluaran daerah yang dapat mencegah penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang sesuai perkembangan teknologi dan informasi.

Dalam rangka kepastian hukum dengan sistem pembayaran nontunai agar pengeluaran uang daerah tepat jumlah, aman, efisien, transparan dan akuntabel. Hal ini mengingat Undang Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Undang Undang No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Artinya, semua pengeluaran keuangan daerah di Pemkab Ende kepada perorangan, kelompok orang, organisasi atau badan hukum privat wajib (imperatif) dengan nontunai bukan tunai atau kwitansi.

Ketua Umum Koni Ende, sebagai Bupati yang memiliki otoritas tertinggi dalam pengelolaan uang di Pemkab Ende, Ferri Tasso, sebagai Ketua Harian Koni sekaligus Ketua DPRD Ende, Ketua ASKAB Sabri Indradewa dan Bendahara Koni Yulius Cesar Nonga yang selama ini sebagai anggota DPRD Ende, pasti memahami akibat hukum dari pembayaran sebagian dana Koni kepada pihak-pihak yang menerima dana dengan nontunai agar tepat jumlah, aman, efisien, transparan serta akuntabel. Dan sebaliknya mengetahui akibat hukum ternyata pembayaran dengan tunai/kwitansi.

Terkait

Terkini