Eksplorasi Gaya Baru Penulisan Cerpen

Dengan penceritaan model point of view-nya saling berganti antara Saya, Ia, dan Dia. Meskipun liku konfliknya rumit, cerita model begini amat langka karena menceritakan antara Saya, Ia, dan Dia dengan diulang-ulang.

25 Desember 2022, 10:01 WIB

Nusantarapedia.net, Gerai | ResensiEksplorasi Gaya Baru Penulisan Cerpen

Edi Warsidi

Djenar Maesa Ayu lahir di Jakarta, 14 Januari 1973. Ibu dari Banyu Bening dan Btari Maharani ini telah menerbitkan dua buah kumpulan cerpen berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet!, Jangan Main-main (dengan Kelaminmu), dan subah novel berjudul Nayla. Nayla meraih penghargaan 5 besar Khatulistiwa Literary Award 2005.

Buku kumpulan cerpen karya Djenar Maesa Ayu, berisikan 16 cerita pendek karyanya. Cerpen-cerpennya, yaitu Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek (Februari 2005), Nachos (Desember 2004), Three More Days (Februari 2005), Pasien (Oktober 2004), Ikan (Agustus 2004), Ha … Ha… Ha… (November 2004), Suami Ibu, Suami Saya (Januari 2004), Dislokasi Cinta, Al + Ex = Cinta (Mei 2005), Istri yang Tidak Pulang (Juni 2005), Lolongan di Balik Dinding (Agustus 2005), Semalam, Ada Bintang (Oktober 2005), dan Hangover (November 2005).

Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek karya Djenar Maesa Ayu benar-benar kisah yang dilukiskan dengan isi konflik di dalamnya singkat, sependek cerita cinta yang dialami tokoh-tokohnya. Sudah menjadi identitas seorang Djenar, mengambil tema cinta dengan bumbu seksual yang vulgar, buka-bukaan tetapi menarik karena konfliknya begitu hidup didukung karakter tokoh-tokohnya yang mengalami pemarjinalan, pengkhianatan, dan pelecehan.

Namun lagi-lagi, Djenar membuat “gemes” pembaca dengan kata-kata yang tanpa tedeng aling-aling tersebut. Dari 13 cerpen dalam buku ini, Djenar mencoba berbicara lewat tokoh-tokohnya untuk berdiri sendiri tanpa superhero, melawan segala jenis ketakutan, dan ketabuan atas nama cinta. Nah, bagaimana tokoh-tokoh Djenar melawan bentuk ketakutan dalam percintaannya, silakan baca buku ini.

Salah satu hal menarik dari Djenar adalah piawainya menggambarkan sosok laki-laki dan wanita dengan detail ketubuhan yang rinci. Vulgar dan cenderung blak-blakan dalam mengungkapkan bumbu “seks” adalah keahlian Djenar dalam menceritakan sebuah kisah. Kisah dalam cerpen ini menarik, karena terdapat kejutan-kejutan yang tak terduga yang dialami tokoh cerita. Apalagi ending yang tragis seolah menampakkan tokoh-tokohnya yang termarginalkan berjuang untuk bangkit dari keterpurukan dan kekalahan dalam urusan percintaan. Aroma pengkhianatan, kelicikan, pelecehan seksual hadir dalam ruang yang terbuka. Intrik licik dan cerdik, dan bagaimana cara mengelabui pasangannya membuat intelektual para tokohnya berpengalaman dalam problematika cinta sekaligus seks.

Kasus contoh pada cerpen “Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek” (hlm. 1) mengisahkan derita masing-masing individu yang sedang dihinggapi cinta segitiga. Namun yang menarik, Djenar menggunakan teknik baru, yaitu dengan memberikan nama tokohnya cukup simpel, yaitu Saya, Ia dan Dia. Dengan penceritaan model point of view-nya saling berganti antara Saya, Ia, dan Dia. Meskipun liku konfliknya rumit, cerita model begini amat langka karena menceritakan antara Saya, Ia, dan Dia dengan diulang-ulang. Cukup sederhana untuk memaparkan seluk-beluk siapa sebenarnya tokoh dalam cerpen ini, tetapi begitu kompleks karakter yang dimiliki masing-masing tokoh sekaligus berparadoks satu sama lain.

Kisah itu menceritakan bahwa tokoh “Saya” itu adalah wanita yang sudah bersuami dengan “Dia”, tetapi ia mencintai “Ia” yang juga sudah memiliki istri. Djenar melukiskan cerita bertema “selingkuh” yang unik dan menggemaskan, karena ketiganya digambarkan “malu” pada diri mereka sendiri karena telah kepergok melakukan main belakang. Diam adalah ekspresi kebencian yang sempurna, itulah yang dialami tokoh Saya, Ia, dan Dia karena hanya dengan merahnya mata—menangis, dan saling diam merupakan tanda ketiganya telah melakukan pengkhianatan atas nama cinta.

Dalam cerita ini, seolah-olah Djenar ingin memaparkan bahwa sebuah perselingkuhan itu rawan terjadi tatakala pasangan tersebut telah menikah. Hal itu mungkin disebabkan ketidakcocokan atau kurang bahagia dalam “nafkah batin”-nya. Namun itu bukan menjadi pijakan kenapa pasangan bisa selingkuh, dalam cerita lain dikisahkan dalam “Dislokasi Cinta”(hlm. 57) yang memaparkan bahwa cinta dibuat sebagai permainan. Lagi-lagi Djenar membuat alur yang tak diduga awalnya, berkesan surprise pada akhirnya. Cerita yang mengisahkan percekcokan antara pasangan suami istri dipicu oleh cinta orang ketiga, dalam cerita itu sang suami ingin menjelaskan bahwa ia masih setia dan mencintai istrinya, tetapi semua itu terdengar dari gudang oleh orang ketiga itu.

Terjadilah cekcok antara ketiga, dan cerita dikejutkan dengan bunyi “CUT”, bungkuuss!” Sang sutradara memberikan tanda bahwa sebuah sekuel adegan telah selesai. Yang menarik bahwa perselingkuhan dalam adegan tersebut ternyata berimbas pada kenyataan, yang menggemaskan adalah setelah tahu bahwa di balik layar sang aktor dengan orang ketiga itu ternyata terlibat pacaran dalam kenyataan, dan dihentakkan oleh istri sang aktor yang melihat adegan bercinta itu di balik layar. Sang aktor playboy cap kadal gadungan itu kepergok sang istri yang sedang membawa kotak makan siang untuknya.

Cerita tipu muslihat sang aktor digambarkan dengan penuh intrik agar perselingkuhan ternyata tidak hanya berlaku dalam film semata namun bisa terjadi dalam kenyataan. Dalam hal ini, perselingkuhan disebabkan oleh petualangan menaklukkan wanita oleh lelaki hidung belang yang diperankan oleh sang aktor. Dalam hal ini, Djenar—penulis sekaligus piawai dalam sinematografi menyindir para aktor, atau pekerja perfilman yang terlibat cinta lokasi agar selalu berhati-hati terhadap hal-hal perasaan emosional yang mudah terbawa dalam situasi syuting adegan.

Terkait

Terkini