Garap Perdana Pola Kemitraan Program Tanam Jagung Panen Sapi
Selama ini hasil petani menjual sendiri, namun kali ini, pemerintah memfasilitasi karena urusan pasar masih menjadi masalah maka pemerintah coba menyiapkan off taker dengan standar harga nasional
Nusantarapedia.net, Nagekeo, NTT — Pemerintah Provinsi bersama Pemerintah Kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Dinas Pertanian terus menggalakan berbagai program di sektor pertanian dengan sistem pola kemitraan termasuk menerapkan program unggulan Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS).
Penerapan program TJPS pola kemitraan yang merupakan satu instrumen yang dapat membangun ekosistem untuk menyelesaikan 2 hal, yakni persoalan pembiayaan pembangunan pertanian untuk para wirausaha mandiri atau petani dan persoalan pemasaran hasil yang sudah sekian lama tidak diselesaikan.
TJPS pola kemitraan sengaja dirancang atas dasar arahan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) dan sudah dibahas bahkan telah dilaksanakan di beberapa kabupaten sehingga nampak memberikan satu pendekatan pembangunan yang sifatnya kolektif, kompherensif, terintegrasi serta mampu menyelesaikan persoalan sosial ekonomi yang sudah lama dialami oleh masyarakat di setiap kabupaten di Provinsi NTT.
Program tersebut sangat disambut baik oleh masyarakat sebagai pelaku pertanian tak terkecuali disambut baik oleh para kelompok tani yang ada di Kabupaten Nagekeo.
Kelompok tani di Desa Anakoli misalnya, mereka begitu antusias ambil bagian dalam melaksanakan semua jenis program pertanian yang diterapkan oleh pemerintah termasuk ambil bagian melaksanakan program TJPS pola kemitraan sehingga saat ini dilakukan gembur tanah untuk penanaman perdana.
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Anakoli, Martinus Lowe mengatakan, program TJPS pola kemitraan tersebut masih terbilang baru dan tentunya sedikit variatif dengan keterbatasan sumber daya. Namun, berbicara presentase untuk wilayah Desa Anakoli, baginya cukup maksimal oleh karena terbukti ada 41 petani telah mengakses program TJPS dengan pemanfatan lahan seluas 35 hektare.
“41 orang petani tergabung dari 4 kelompok tani dan lahan yang dikelola adalah lahan milik mereka sendiri (petani red-). Sarana pendukung misalnya air, memang periode usaha kita ini mengharapkan hujan hanya mulai saat sekarang kami melakukan gembur tanah terlebih dahulu. Untuk Anakoli menurut saya, sangat luar biasa karena disini ada pariwisata, ada perikanan dan ada pertanian bagi saya banyak potensi di desa ini,” kata Martinus kepada NPJ, Selasa (27/09/22).
Disebutkan bahwa, program TJPS sudah berlangsung 2 tahun di Desa Anakoli, dimana di tahun sebelumnya program tersebut menggunakan pola reguler namun saat ini pola itu telah beralih menjadi pola kemitraan sehingga di dalam pelaksanaannya turut melibatkan pihak off taker dan juga pihak penyadang modal.
“Kalau dari pemerintah, mereka memfasilitasi kemitraan dan memfasilitasi peran pedampingan teknis di lapangan untuk mencapai target. Hasil sebelumnya di tahun kemarin tanpa perlakukan teknis yang sempurna, itu kita bisa menghasilkan 3,8 ton per-hektare dan belum dikatakan maksimal karena masih menggunakan pola konvensional,” ujarnya.
Dijelaskan juga, upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan program TJPS tersebut yaitu dengan pensilitasi dan sistem pemupukan berimbang serta ukuran jarak tanam yang baik sehingga hasil produksi lebih meningkat berbanding pola reguler sebelumnya.
“Target kita minimal 4 sampai 5 ton per-hektare. Selama ini hasil petani menjual sendiri, namun kali ini, pemerintah memfasilitasi karena urusan pasar masih menjadi masalah maka pemerintah coba menyiapkan off taker dengan standar harga nasional yaitu Rp3.200 per-kg,” tambahnya lagi.
Selain itu, menurut Martinus, untuk mendukung program TJPS pola kemitraan, sangat dibutuhkan yang namanya teknologi pertanian memadai seperti alat tanam.