Garuda Indonesia Rugi dan Membaik, Legislator: Tanya Alasan Diskon Harga ‘Right Issue’, PMN dan Proyeksi 2023
Nusantarapedia.net, Jakarta — PT Garuda Indonesia Tbk. adalah maskapai penerbangan Indonesia ber-pelat merah, yang mana pada tahun 2020 dan 2021 perusahaan ini rugi, sedangkan tahun 2022 hingga semester I dilaporkan mencatatkan laba bersih.
Perjalanan PT. Garuda Indonesia hingga saat ini, telah sampai pada pembicaraan PMN (penyertaan modal negara) dan mekanisme ‘Right Issue‘. Hal tersebut sedang dalam pembahasan di Komisi VI DPR RI.
Perjalanannya, seperti dikutip dari data.box dalam catatan Reza Pahlevi (14/07/2022), bahwa PT Garuda Indonesia Tbk. mencatatkan rugi bersih US$4,16 miliar atau sekitar Rp62 triliun sepanjang 2021.
Angka tersebut melonjak naik sekitar 70,4% dibanding kerugian tahun 2020, sekaligus menjadi rugi bersih terbesar dalam 5 tahun terakhir PT. Garuda Indonesia Tbk.
Pada tahun 2022 ini di semester I, PT Garuda Indonesia Tbk. mengantongi laba bersih US$3,8 miliar atau setara Rp57,28 triliun. Sebagai pembanding, perseroan mencatat rugi bersih US$898,65 juta pada periode yang sama tahun lalu.
“Garuda, selain kami positif dari segi operasional, tetapi juga mencatatkan laba bersih sebesar US$3,8 miliar di semester pertama 2022,” ujar Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra dalam rapat dengar bersama Komisi XI DPR RI, Senin (26/9), seperti dilansir dari CNN Indonesia, Senin, (26/9/2022).
Menurutnya, laba diperoleh karena pendapatan restrukturisasi utang seiring dengan disetujuinya perjanjian perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Proses tersebut, yaitu membuat ekuitas Garuda membaik dari negatif US$5,3 miliar menjadi negatif US$1,5 miliar.
Dalam perjalanannya hingga per-14 Juni 2022 di semester I, PT Garuda Indonesia memiliki total utang mencapai Rp142,42 triliun kepada 501 kreditur. Hal tersebut berdasarkan Daftar Piutang Tetap (DPT) yang diterbitkan Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Namun demikian, kinerja keuangan PT Garuda Indonesia akan mencatatkan hasil positif di semester II 2022, hal itu optimis bisa dilakukan menurut Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, karena diperolehnya kesepakatan homologasi melalui proses PKPU pada akhir Juni 2022, serta datangnya persetujuan dari Komisi VI DPR RI untuk menambah penyertaan modal negara (PMN) ke Garuda Indonesia sebesar Rp7,5 triliun.
Dinamikanya, pada Senin (06/12/2022), pada Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta pada Senin (5/12/2022) dengan Komisi VI DPR RI, legislator mempertanyakan alasan diskon harga ‘Right Issue‘ Garuda Indonesia saat kinerja perusahaan membaik.
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia memasuki langkah baru pasca Perjanjian Perdamaian (homologasi) dari Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juni 2022 silam. Terlebih, pada September 2022 silam, maskapai beremiten GIAA ini mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun.
PMN ini dilakukan melalui mekanisme Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau ‘right issue‘ di angka Rp196 per lembar saham. Padahal, saat saham Garuda Indonesia dalam posisi masih dihentikan sementara (suspend) di Juni 2022 silam, nilai per lembar saham di angka Rp222.
Harris Turino, Anggota Komisi VI DPR RI, mempertanyakan alasan di balik penentuan penetapan harga tersebut, karena menurutnya, kinerja Garuda telah berangsur membaik.
“Artinya ini discount hanya sebesar 11,7 persen. Mengingat kinerja Garuda yang sudah membaik tetapi beban utang masih besar dan ekuitas masih negatif, apakah memang sengaja bahwa diskonnya tidak terlalu besar?” tanya Harris Turino dalam rapat tersebut, dilansir dari parlementaria dpr.go.
Lanjutnya, Harris mengatakan bahwa umumnya perusahaan yang dalam kondisi baik saat melakukan right issue akan menawarkan saham senilai 15-20 persen di bawah harga pasar. Hal tersebut kembali menimbulkan pertanyaan lantaran dengan kondisi yang tak prima, maskapai penerbangan nasional (national flag carrier) tersebut malah hanya memberikan selisih sebesar 11 persen dari harga terakhir sebelum adanya suspensi perdagangan saham.
“Ini mengundang tanya bagi saya, biasanya paling tidak ketika right issue perusahaan sehat saja di 15-20 persen, ini diskon hanya di 11 persen. Kira-kira apa motif di belakangnya?”, tanya Harris.
Lanjut Harris, yang juga sebagai Anggota Panja Penyelamatan Garuda Komisi VI itu juga memberikan perhatian kepada valuasi Garuda Indonesia terutama terkait dengan Obligasi Wajib Konversi (OWK) dan konversi kredit menjadi saham. Selain itu disinggung juga mengenai penerbitan sukuk baru.
“Kira-kira untuk keperluan apa dana sukuk baru ini akan digunakan dan apakah penerbitan sukuk ini adalah salah satu syarat dari homologasi dari para kreditur?” tutupnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjawab pertanyaan tersebut. Dirinya mengatakan, bahwa harga Rp196 per saham merupakan angka yang disepakati oleh para pemegang saham dari rentang Rp180 – Rp220 yang diberikan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) berdasarkan perhitungan valuasi perusahaan tersebut. Dijelaskan bahwa hasil perhitungan KJPP secara konsolidasi per-Juni 2022, valuasi Garuda Indonesia adalah $355,72 juta USD sehingga kemudian muncul kah rentang harga yang direkomendasikan.