Geopolitik dan Strategi Sultan Agung Menuju Kejayaan Nusantara di Pentas Dunia (1)

13 Maret 2022, 04:02 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Geopolitik dan Strategi Sultan Agung Menuju Kejayaan Nusantara di Pentas Dunia

TINGGAL selangkah lagi Sultan Agung menyatukan Jawa. Hampir seluruh daerah-daerah di pulau Jawa kecuali Banten dan Batavia telah menjadi bagian wilayah Kesultanan Mataram.

Sultan Agung mewarisi gaya kepemimpinan eyangnya (Panembahan Senopati) dengan politik ekspansif. Serangkaian kampanye militer dari era Senopati hingga terakhir Sultan Agung menyerang Batavia, membuktikan bahwa kekuasaan Mataram telah memainkan peranan militer terhadap keberlangsungan kerajaan.

Bahkan, posisi militer tidak hanya demi menjaga keberlangsungan dan stabilitas pemerintahan, namun telah digunakan untuk memproyeksikan Jawa dan Nusantara menuju pentas dunia.

Gaya kepemimpinan yang diktaktor otoriter menjadi senafas dengan pengelolaan negara yang menggunakan desain politik militer. Baik urusan dalam negeri dan mancanagri. Rakyat sudah dilibatkan aktif mengikuti wajib militer.

Ambisi Sultan Agung dalam menyiapkan Jawa dan satunya Nusantara menuju negara yang kuat dan mendunia, bisa dilihat dari langkah dan caranya memimpin Mataram. Bahkan, Sultan Agung berani mengambil langkah tegas untuk mewujudkan ambisi itu meski beresiko dan berasa judi pada kelangsungan praja.

Benar saja bila Mataram sebagai cabang ningrat baru, seolah sudah mampu mengukur bagaimana cara untuk mempersatukan Jawa menuju panggung Nusantara dan dunia dalam politik bebas aktif luar negri. Berarti, Mataram sadar akan desain dan strategi yang akan digunakan untuk menata kerajaan dari urusan sosiologis dan tata kelola pemerintahan dalam negeri dan internasional.

Pada awal Mataram berdiri, Panembahan Senopati sadar bahwa rakyatnya masih terbawa bayang-bayang Majapahit sebagai emporium yang besar. Tata laksana kultural masyarakat Jawa masih berasa Majapahit, meskipun negara berbasis islam sudah dimulai dari Demak dan Pajang.

Identifikasi tersebut telah melahirkan strategi untuk melegitimasi kekuasaan terlebih dahulu. Raja Mataram butuh dukungan yang kuat dari rakyatnya, maka Mataram mengikrarkan diri sebagai keturunan raja terakhir Majapahit Bhre Kertabumi atau Brawijaya V. Mataram menghubungkan jalur kenasaban melalui tokoh imajinatif bernama Bondan Kejawan, serta legenda-legenda seperti Dewi Nawangsih Nawangwulan yang berasal dari kahyangan. Dimaksudkan, Mataram selain sebagai keturunan Majapahit juga keturunan dari kahyangan atau dewa-dewi.

Tidak sampai disitu, bahkan peristiwa alam tsunami mampu dinarasikan sebagai simbol-simbol kekuatan yang berasal dari diri Panembahan Senopati atau para raja dan petinggi istana. Juga penguasa-penguasa alam berbentuk makhluk gaib yang ada di gunung dan laut seperti Kanjeng Ratu Kidul, dikesankan tunduk pada penguasa Mataram.

Terkait

Terkini