Grand Theori George Ritzer, Sosiologi Berparadigma Ganda
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada antar hubungan antara individu dan lingkungannya, yaitu lingkungan yang terdiri atas bermacam-macam objek sosial dan objek non-sosial.
Nusantarapedia.net, Gerai | Resensi-Resume — Grand Theori George Ritzer, Sosiologi Berparadigma Ganda
Oleh : Ika NH
“Sosiologi adalah ilmu pengetahuan berparadigma ganda karena antara paradigma yang satu dengan paradigma yang lain terdapat perbedaan bahkan pertentangan pandangan tentang disiplin sosiologi sebagai suatu kebulatan dan tentang batas-batas bidang paradigma itu masing-masing.”
BERIKUT adalah ringkasan dari isi buku “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda” oleh George Ritzer yang diterjemahkan oleh Drs. Alimandan. Tujuan resume ini untuk memudahkan mahasiswa memahami teori-teori sosial dalam rangka menerapkannya dalam analisis kehidupan sehari-hari.
George Ritzer adalah seorang pakar sosiolog sekaligus filosof yang menjadi penulis dari buku “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda” ini memiliki nilai bobot ilmiah yang sangat baik untuk mempelajari sosiologi sekalipun hanya sebagai pengantar. Buku yang berjudul asli “Sociology, A Multiple Paradigma Science” ini lalu diterjemahkan oleh Drs. Alimandan.
Dalam buku yang berjudul “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda” ini George Ritzer membaginya menjadi 6 bab. Dalam tugas resensi kali ini akan diambil 4 bab yang dianggap penting tanpa bermaksud mengabaikan bab yang lainnya. Diantaranya yaitu :
1) Status Paradigma Sosial
Dalam paparan awalnya George Ritzer mencoba untuk menjelaskan mengenai asal-usul lahirnya sebuah Ilmu Sosiologi. Dalam paparannya Ritzer menerangakan sejarah sosiologi yang lahir di tengah-tengah persaingan pengaruh antara filsafat dan psikologi.
Emily Durkheim adalah orang pertama yang mencoba melepaskan sosiologi dari dominasi kedua kekuatan yang sangat mempengaruhinya itu. Sebagai suatu konsep, istilah paradigma pertama kali diperkenalkan Oleh Thomas Khun yang menjadikan paradigma ini menempati posisi sentral ditengah perkembangan sosiologi hingga menempati kurun dekade yang cukup lama, lalu gagasan ini yang menjadi pendorong bagi generasi setelahnya yaitu Robert Friedrichs(1970), Lodahl dan Cordon (1972) serta Philips (1973) dan juga Effrat (1973) yang ikut mempopulerkan istilah paradigma yang digagas oleh Thomas Khun.
Menurut Thomas Khun ilmu pengetahuan itu didominasi oleh suatu paradigma tertentu pada waktu tertentu pula. Yaitu suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dari cabang ilmu tersebut. Tetapi sayangnya, Thomas Khun tidak merumuskan dengan jelas tentang apa yang dimaksud dengan paradigma itu, bahkan istilah paradigma yang dipergunakan tak kurang dari dua puluh satu cara yang berbeda.
Masterman mencoba meredusir kedua puluh satu konsep Paradigma Khun yang berbeda itu menjadi tiga tipe, yaitu :
1) Paradigma Metafisik
2) Paradigma Sosiologi
3) Parafigma Konstrak
Ritzer menilai bahwa paradigma itu terdiri atas kelipatan beberapa paradigma (multiple paradigma) pergulatan pemikiran tersebut terjelma juga dalam exemplar, teori-teori, metode,serta perangkat yang digunakan masing-masing komunitas ilmuwan yang termasuk ke dalam paradigma tertentu. Pergulatan pemikiran sedemikian itulah yang menandai pertumbuhan dan perkembangan sosiologi sejak awal hingga dalam kedudukannya seperti sekarang.
2) Paradigma Fakta Sosial
Paradigma fakta sosial ini di ambil dari kedua karya Durkheim yang meletakkan landasan paradigma fakta sosial melalui karyanya The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897).
Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan oleh Emile Durkheim sebagai barang sesuatu (Thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil diluar pemikiran manusia.
Fakta sosial ini menurut Durkheim terdiri atas dua macam :
1) Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap,dan diobservasi. Fakta sosial inilah yang merupakan bagian dari dunia nyata inilah yang merupakan bagian dari dunia nyata, contohnya arsitektur dan norma hukum.
2) Dalam bentuk non-material, yaitu sesuatu yang ditangkap nyata (eksternal). Fakta ini bersifat inter subjective yang hanya muncul dari dalam kesadaran manusia, sebagai contoh egoisme, altruisme, dan opini. Pokok persoalan yang harus menjadi pusat perhatian penyelidikan sosiologi menurut paradigma ini adalah fakta-fakta sosial.
Secara garis besar fakta sosial terdiri atas dua tipe, masing-masing adalah struktur sosial dan pranata sosial. Secara lebih terperinci fakta sosial itu terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, system sosial, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan dan sebagainya. Menurut Peter Blau ada dua tipe dasar dari fakta sosial; (1) Nilai-nilai umum (common values). (2) Norma yang terwujud dalam kebudayaan atau dalam subkultur.
Di dalam paradigma fakta sosial setidaknya ada empat varian teori yang tergabung ke dalam paradigma fakta sosial ini, yaitu : Teori Fungsionalisme-Struktural, Teori Konflik, Teori Sistem, dan Teori Sosiologi Makro.
Dalam melakukan pendekatan terhadap pengamatan fakta sosial ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yang banyak untuk ditempuh, baik interview maupun kuisioner yang terbagi lagi menjadi berbagai cabang dan metode-metode yang semakin berkembang. Kedua metode itulah yang hingga kini masih tetap dipertahankan oleh penganut paradigma fakta sosial sekalipun masih adanya terdapat kelemahan di dalam kedua metode tersebut.