Hadiah Napoleon Bonaparte di Museum Radya Pustaka

Pada ruang tengah museum, ada sebuah karangan bunga langka yang dikeringkan. Benda yang disebut ”orgel” itu merupakan hadiah dari Kaisar Prancis, Napoleon Bonaparte untuk Pakubuwono IV, Raja Keraton Solo.

9 Agustus 2022, 09:22 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Hadiah Napoleon Bonaparte di Museum Radya Pustaka

MUSEUM Radya Pustaka didirikan oleh salah seorang pembesar Keraton Surakarta, Sosrodiningrat IV. Museum ini termasuk museum tertua di Indonesia sebab didirikan pada 28 Oktober 1890. Dahulu museum ini hanya khusus untuk menyimpan buku koleksi keraton. Akan tetapi, dalam perkembangannya kini berbagai benda koleksi lainnya juga disimpan di sini. Semua benda kuna itu disimpan di dalam ruang-ruang yang ditata sedemikian rupa. Untuk mengenal lebih jauh koleksi museum,pengunjung cukup membayar tiket masuk Rp.5.000,00.

Di balik pintu gerbang, berdiri patung dada sang pendiri museum, Sosrodiningrat IV. Di teras depan, berjajar belasan patung batu berukuran besar dan kecil. Kebanyakan koleksi patung batu itu buatan sekira abad ke-8 dan 10 M, satu masa dengan pembangunan candi-candi. Patung yang ada, seperti Durga, Ganesha, dan Syiwa.

Pada ruang dalam bagian depan, ditata aneka jenis wayang. Semua wayang ini ditata dalam kelompok-kelompok, seperti wayang kulit, wayang klithik, wayang thengul, dan wayang beber. Selain itu dikelompokkan juga berdasarkan model daerah pembuatan wayang tersebut. Ada wayang gaya Solo, gaya Yogyakarta, gaya Bali, dan gaya Madura. Berbagai foto pergelaran wayang dan pembuatan wayang juga disimpan di museum ini. Untuk bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, wayang bukan sekadar warisan budaya bernilai tinggi. Lebih dari itu, juga terkandung di dalamnya falsafah kehidupan yang luhur.

Hadiah Napolen Bonaparte

Pada ruang tengah museum, ada sebuah karangan bunga langka yang dikeringkan. Benda yang disebut ”orgel” itu merupakan hadiah dari Kaisar Prancis, Napoleon Bonaparte untuk Pakubuwono IV, Raja Keraton Solo. Sebuah piala keramik indah berangka tahun 1811 juga merupakan hadiah dari sang Kaisar Prancis untuk Raja Solo. Hadiah dari Kaisar Prancis itu merupakan bukti adanya persahabatan antara Keraton Surakarta dan Kekaisaran Prancis sejak zaman dahulu.

Pada ruang itu juga disimpan aneka senjata perang; dari keris, patrem, cudrik, pedak, tombak, cis, sampai jenis senjata api kuna. Senjata serupa juga banyak disimpan di ruang barat. Sebagian merupakan titipan dari para kolektor benda antik, terutama penggemar keris atau tosan aji.

Pada ruang timur ditata juga berbagai keramik dan tembikar. Benda antik ini kebanyakan buatan negeri Tiongkok dari berbagai dinasti. Koleksi lainnya adalah berbagai jenis mata uang dari dalam dan luar negeri. Semua ditata berdasarkan tahun berlakunya. Ada pula corak kain tenun yang dahulu pernah sangat popular juga disimpan di museum ini. Ada juga benda koleksi lainnya yang menarik, yakni patung Bali yang dibuat dari susunan uang logam.

Ruang di bagian belakang museum dipakai untuk tempat menyimpan berbagai buku dan ruang kantor para pengelola museum sejak zaman dahulu. Bersebelahan dengan itu, ditata beberapa perangkat gamelan kuna serta wayang kulit. Pada temboknya digantung jam taman kuna yang dahulu dipasang di Istana Mataram Kartosuro sekira awal abad ke-18.

Pada ruang barat, tersimpan koleksi unik berupa canthik. Benda ini merupakan aksesoris yang biasa dipasang pada ujung haluan kapal. Dapat dimaklumi bahwa pada zaman dahulu Sungai Bengawan Solo bisa dilayari oleh kapal niaga berukuran besar. Oleh sebab itu, adanya canthik bukanlah hal yang aneh. Bentuk canthik bermacam-macam. Kebanyakan canthik berwujud kepala ular raksasa berjanggut lebat dan mengenakan mahkota. Canthik ini dinamai Kiai Rajamala. Selain wujudnya yang angker, benda ini juga dikeramatkan. Barang sesaji selalu ada di dekat canthik ini.

Museum Radya Pustaka terletak di tengah Kota Surakarta atau Solo, Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Slamet Riyadi. Museum ini terbuka untuk umum. Jam buka museum dari pagi hingga siang. Untuk rombongan pengunjung luar Kota Solo, dilayani pada hari libur dengan konfirmasi terlebih dahulu

(Edi Warsidi, penyuka wisata)

8 Museum di Jakarta, Dijamin ‘Ngeh’ Sejarah dan Instagramable
Sejarah Jalan Braga Paris Van Java, hingga Kebangkitan Pasca Pandemi Melalui Kolaborasi
Joko Tingkir dalam Diskursus Sejarah, Tokoh Imajinatif hingga “Ngombe Dawet” (1)
Candi Banyunibo, Simbol Sakralitas Keheningan
Soneta Tatengkeng, ”Berikan Aku Belukar” Kekayaan Semesta yang Terabaikan dalam Proses Pembelajaran

Terkait

Terkini