Hari Pahlawan Edisi ke-77 dalam Narasi Fanspage Fb 4 Kandidat Capres (1)

Lantas kemudian, penghayatannya dibaca tampak "gebyarnya" saja, seremoni, patut-patute, trend, dsb, karena nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa tersebut tidak ter-transfer dalam praktik sehari-hari (tindakan), tidak teraktualisasi, terimplementasi

11 November 2022, 01:30 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Hari Pahlawan Edisi ke-77 dalam Narasi Fanspage Fb 4 Kandidat Capres

“Sebagai contoh, peringatan Hari Kartini ruhnya adalah perjuangan gender dalam hal emansipasi wanita yang dipublikasikan oleh RA Kartini melalui budaya tulis menulis. Mestinya, penghayatan Kartini modern adalah, bagaimana literasi kaum milenial saat ini melek budaya baca dan tulis. Faktanya, peringatan Hari Kartini sibuk untuk menyewa atau membeli pakaian adat. Mestinya, sibuk mencari pakaian adat bila konteksnya adalah hari adat se-Dunia, misalnya.”

ARUS informasi dan komunikasi saat ini telah benar-benar menemukan inangnya seiring hadirnya platform digital. Transformasi digital saat ini nyata adanya, meski belum menemukan format yang ideal sebagai sumber informasi dan komunikasi yang telah membentuk dan berkontribusi positif pada segala aspek kualitas hidup.

Sumber-sumber informasi dan komunikasi tak lagi bersifat konvensional, seperti surat kabar cetak, buku, majalah atau buletin. Kini, hadirnya internet: media online, platform sosial media, e-book, dsb. secara digital telah menguasai arus informasi dan komunikasi pada tata laksana dan tatanan di berbagai bidang kehidupan.

Informasi tidak lagi sebagai kebutuhan komunikasi atau sebaliknya yang bersifat penting dan tidak penting, terkadang tercipta hanya satu arah, dan dikelola oleh organisasi, namun informasi sudah dapat dikelola secara pribadi dengan instant (cepat), mudah, dan tentunya sebagai ajang eksistensi diri untuk aneka kepentingan. Setiap pribadi otomatis bertindak sebagai “Netizen Journalism.”

Digitalisasi informasi dan komunikasi telah membawa pada dimensi baru dan budaya baru bagi masyarakat, dari pejabat hingga rakyat, dewasa – anak-anak, tua – muda, hingga si kaya dan si miskin. Bahkan secara umum telah terjadi mimetisme media dalam konten yang dihadirkan. Belum lagi tingkat keterpengaruhan perilaku dari narasi yang di publikasikan. Kalimat “Bad Influence Internet/Social Media Contens” adalah sebuah konsekuensi (efek) dari setiap gerak perubahan.

Aneka jenis media saat ini tak lagi hanya berkutat soal informasi dan komunikasi dalam definisi warta, tetapi sudah melebar dalam informasi dan komunikasi yang bersifat hiburan. Meski, hal utamanya tetap dalam ruh “informasi dan komunikasi”, yang mana tetaplah sebagai sarana ajang “cari panggung” dan promosi, maka publikasi diri atau organisasi pun kini menjadi hal yang standart dilakukan. Promosi yang dimaksud tergantung dari kepentingan orientasi masing-masing pada banyak aspek.

Bila narasi atau konten tersebut diterbitkan oleh seorang pejabat di segala aneka media, tentu harapan rakyat adalah berisi konten yang mencerdaskan, karena pejabat negara, pemerintah, publik, dan pejabat lainnya, hemat penulis adalah para “poros cendekiawanan” yang mana mempunyai tugas sebagai pemangku kepentingan yang isi pikirannya dan tindakannya mengandung tanggung jawab sebagai suri tauladan. Di situlah keberpihakan intelektual.

Bila narasi atau konten yang dipublikasikan oleh seorang pedagang, artis, petani, olahragawan, pembantu rumah tangga, tenaga kerja luar negeri, mahasiswa, dokter, dsb tentu berbeda-beda orientasinya. Namun, satu hal yang mengandung kesamaan, yaitu nilai kejujuran, tidak menyesatkan, dan selalu dalam kesadaran bahwa publikasi media dapat membentuk opini. Di situlah kembali pada aspek moralitas dan etik, apapun dan siapa pun profesi dan kedudukannya.

Aktualisasi dan Implementasi Hari Pahlawan 10 November

Apa relevansinya antara peringatan hari pahlawan 10 November dengan arus informasi dan komunikasi yang dipublikasikan oleh aneka sumber media. Hubungannya yang paling pokok dan sederhana adalah sebagai “bahan konten”.

Tak hanya peringatan Hari Pahlawan saja, mulai dari Hari Kemerdekaan, Hari Kartini, Hari Kebangkitan, Hari Lingkungan Hidup, dan peringatan hari-hari yang lain, yang mana secara penghayatan dimaknai “seolah-olah” sebagai bentuk nyata berada dalam layar setting narasi konten tersebut sebagai pelaku sejarah dari peristiwa yang kemudian menjadi bentuk peringatan pada hari-hari besar dan penting tersebut.

Lantas kemudian, penghayatannya dibaca tampak “gebyarnya” saja, seremoni, patut-patute, trend, dsb, karena nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa tersebut tidak ter-transfer dalam praktik sehari-hari (tindakan), tidak teraktualisasi, terimplementasi.

Sebagai contoh, peringatan Hari Kartini ruhnya adalah perjuangan gender dalam hal emansipasi wanita yang dipublikasikan oleh RA Kartini melalui budaya tulis menulis. Mestinya, penghayatan Kartini modern adalah, bagaimana literasi kaum milenial saat ini melek budaya baca dan tulis. Faktanya, peringatan Hari Kartini sibuk untuk menyewa atau membeli pakaian adat. Mestinya, sibuk mencari pakaian adat bila konteksnya adalah hari adat se-Dunia, misalnya.

Peringatan hari lingkungan hidup misalnya, dunia gembar-gembor menuju go green, back to nature, faktanya penggunaan bahan plastik yang tidak ramah lingkungan masih terus berlanjut, bahkan pada tahun 2030-2050, diperkirakan jumlah sampah plastik melebihi semua jumlah populasi ikan di lautan.

Lantas, bagaimana semangat Hari Pahlawan kekinian dalam praktiknya. Sejarahnya, Hari Pahlawan 10 November bermula dari peristiwa penting meletusnya pertempuran Surabaya dengan puncaknya pada tanggal 10 November 1945.

Meletusnya perang dikarenakan pasca proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945, pihak Belanda melalui Sekutu ingin kembali menguasai Indonesia, namun para pejuang Indonesia tidak terima dan mengambil sikap untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa heroiknya para pejuang tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Pertempuran 10 November sekaligus menandai dimulainya masa Revolusioner Indonesia, dimana merupakan “perang” yang sesungguhnya antara Indonesia melawan Sekutu. Dan peristiwa 10 November telah mempengaruhi opini dunia dan sebagai triger munculnya pergerakan di semua wilayah Tanah Air untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bahwa bangsa Indonesia tegas akan kemerdekaannya.

Masa revolusioner Indonesia dimulai pada 10 November 1945 hingga tahun 1949 masa Republik Indonesian Serikat, dan masa peralihan UUD Sementara 1950, hingga peristiwa pembubaran konstituante dan digelarnya Pemilu pertama tahun 1955.

Terkait

Terkini