Heran, Katanya Merdeka Belajar Kok Masih Ada Anak Bodoh?

27 Oktober 2023, 15:49 WIB

Nusantarapedia.net | OPINI, PENDIDIKAN Heran, Katanya Merdeka Belajar Kok Masih Ada Anak Bodoh?

Oleh : Ndari Purwanda

JUDUL kurikulumnya keren banget ya? “Kurikulum Merdeka” dari semangat “Merdeka belajar”. Sepintas mendengarnya saja sudah terbayang anak kita hendak digiring ke jalur yang lurus, bukan amburadul seperti orang tuanya, kita ayah ibunya generasi Y, yang memang merasakan pendidikan bak penjara, dimana kita seperti dipaksa mempelajari puluhan mata pelajaran dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah yang bahkan kita tidak tahu pasti mengapa kita harus mempelajarinya, kalau toh pada endingnya semua pelajaran itu seperti hangus begitu saja, satu pun tidak ada yang masuk di kepala dan tidak ada kaitannya dengan dunia yang kita geluti sekarang.

Saya sendiri merasa hanya satu yang masih melekat dan menjadi kenangan yang tak terhapuskan, yakni pelajaran bahasa. Dimana saya selalu diminta berpidato, maju di depan kelas, membaca puisi, mengarang, mengunjungi perpustakaan sekolah, mengikuti lomba debat, berdiskusi, bertanya, menyampaikan pendapat, sudah itu saja, selain itu semua pelajaran saya anggap bak neraka, karena saya selalu tertinggal jauh dari yang lain. Ada trauma yang masih mengakar, hingga saya menyimpulkan saya tolol tentang matematika.

Hingga saat masuk dunia kerja, saya menolak berkali-kali ketika bos menarik saya dari pelayan, naik pangkat menjadi kasir sebuah restoran. Bos saya yakin dengan kekuatan saya, tapi pendidikan masa lalu telah melumpuhkan saya, hingga melabel diri manusia yang bodoh soal berhitung. Nilai nol yang berkali-kali menghiasi buku matematika SD dan ejekan telur dadar siap goreng, sulit sekali terhapus. Detik itu saya menyimpulkan saya bodoh. Hingga Sekolah Menengah, meski saya dianggap pintar oleh beberapa guru bahasa, tapi label bodoh matematika masih melekat, otak saya seolah menolak semua pelajaran hitungan, akuntansi, perbankan, matematika, kewirausahaan, saya benci semua yang berhubungan dengan menghitung, dan saya benci bisnis hingga sekarang. Saya benci tawar-menawar, saya bodoh menawar dan selalu dimanfaatkan penjual. Saya selalu beli barang dengan harga yang masih mahal, meski sudah belajar menawar terendah menurut saya. Ah sudahlah, saya memang bodoh tentang angka, mau apalagi?

Hingga bos saya meyakinkan, bahwa saya berbakat menjadi kasir, saya ramah dan supel, pintar mengambil hati pelanggan dan jujur. “Itu cukup, kamu tidak diminta untuk menghitung, semua harga sudah tercantum di mesin, tinggal tekan tombol dan cetak struk, so that simple”. Dan benar saja, pandangan saya yang buta tentang matematika, terbuka seketika, bahwa angka bukan semenakutkan itu, sangat menyenangkan dan saya tidak sebodoh dan setolol anggapan saya sendiri. Hai, saya baru sadar bahwa saya sudah masuk dalam dunia yang berbeda. Dunia yang enteng, yang semua gak harus dinilai dengan angka, hanya teguran dan kritikan yang bisa diperbaiki, saya tidak dilabel dengan rangking terendah hanya karena saya salah pencet tombol menu. Ini dunia nyata dan lebih indah dari bayangan.

Terkait

Terkini