Hilirisasi Bahan Tambang, Presiden: Jangan Berhenti di Nikel Meski Kalah di WTO
- kekalahan yang diterima di WTO, ujar Presiden, tidak menyurutkan langkah Indonesia untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi bahan-bahan tambang lainnya seperti bauksit -
Nusantarapedia.net, Jakarta — Kebijakan pelarangan ekspor bahan tambang mentah oleh Presiden Jokowi berbuntut panjang. Indonesia digugat oleh persatuan dagang Uni Eropa beserta Asosiasi Produsen Baja Eropa atau EUROFER yang menggugat kebijakan pelarangan ekspor pada awal tahun 2020-an ke WTO.
Gugatan persekutuan Uni Eropa tersebut pada Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO/World Trade Organization).
Adapun hasil gugatan tersebut dikabulkan oleh WTO, dan kekalahan Indonesia tertuang dalam hasil putusan sengketa DS 592 terkait “final panel report” yang keluar pada tanggal 17 Oktober 2022.
Meski begitu, kekalahan yang diterima di WTO, ujar Presiden, tidak menyurutkan langkah Indonesia untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi bahan-bahan tambang lainnya seperti bauksit.
Hal tersebut diungkapkan Presiden Jokowi saat membuka Rakornas Investasi Tahun 2022 di The Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu (30/11/2022) pagi.
Pemerintah tetap berkomitmen untuk melakukan hilirisasi bahan-bahan tambang yang ada di Tanah Air untuk mendapatkan nilai tambah yang berlipat.
“Enggak apa-apa, kalah. Saya sampaikan ke menteri, banding. Nanti babak yang kedua, hilirisasi lagi, bauksit. Artinya, bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah. Setelah itu, bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal yang kecil-kecil, urusan kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah (raw material). Sudah beratus tahun kita mengekspor itu. Stop, cari investor. Investasi agar masuk ke sana, sehingga nilai tambahnya ada,” ujarnya seperti dilansir dari Setkab, (30/11/2022).
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta agar penghentian ekspor bahan mentah tersebut tidak hanya berhenti pada komoditas nikel saja.
“Ini sudah bolak-balik saya sampaikan, ini urusan nilai tambah yang ingin kita peroleh, yang ingin kita kejar dari hilirisasi, dari downstreaming itu. Enggak bisa lagi kita mengekspor dalam bentuk bahan mentah, mengekspor dalam bentuk raw material, sudah. Begitu kita dapatkan investasinya, ada yang bangun, bekerja sama dengan luar dengan dalam atau pusat dengan daerah, Jakarta dengan daerah, nilai tambah itu akan kita peroleh,” ujarnya, seperti dilansir dari Setkab, (30/11/2022).
Presiden mencontohkan, beberapa tahun silam Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang nilainya hanya mencapai 1,1 miliar dolar Amerika Serikat. Setelah adanya smelter di tanah air dan pemerintah menghentikan ekspor bijih nikel, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi 20,8 miliar dolar AS atau Rp300 triliun lebih.
Hilirisasi industri tersebut menurut Presiden, juga memicu surplus neraca perdagangan Indonesia.
“Seperti kasus nikel ini nanti, dari Rp20 triliun melompat ke lebih dari Rp300 triliun. Sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu surplus, yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca berpuluh-puluh tahun kita. Baru 29 bulan yang lalu, kita selalu surplus. Ini, ini yang kita arah,” ujarnya.