Hipotesis: Pengaruh Improvisasi Politik Elektoral PDIP Terhadap Migrasi Dukungan Parpol dan Capres
- Ganjar Pranowo atas sikapnya menolak kedatangan tim Israel, dibaca sebagai "improvisasi politik elektoral." Yang menjadi pertanyaan, apakah statemen tersebut murni keluar dari individu (ide) Ganjar atau atas perintah/kordinasi dengan PDIP -

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Hipotesis: Pengaruh Improvisasi Politik Elektoral PDIP Terhadap Migrasi Dukungan Parpol dan Capres
“Kalkulasinya, dengan cerdas PDIP akan untung banyak jika saja tidak ada pembatalan, manuver PDIP dianggap berhasil, smart sebagai langkah politik tingkat dewa. Namun akhirnya, improvisasi politik elektoral PDIP dengan bermanuver mengangkat isu Israel ini berujung petaka, blunder dan menjadi boomerang. Ada hal yang di luar kalkulasi PDIP,”
FIFA (Federation Internationale de Football Association) secara resmi telah membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia (PD) U-20 yang sedianya akan dihelat pada 20 Mei hingga 11 Juni 2023 di beberapa provinsi di Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Tengah dan Bali.
Tidak jelas alasan pasti pembatalan tersebut dari FIFA, namun justru ditangkap FIFA sebagai organisasi olahraga dunia yang “level dunia” punya argumentasi yang “puitis” ihwal pembatalan tersebut, seperti: demi proses transformasi sepakbola Indonesia pasca tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Oktober 2022 yang lalu. Bila itu alasan utamanya, mengapa pasca tragedi Kanjuruhan FIFA tidak memberikan sangsi pada sepakbola Indonesia. Seperti sangsi pembatalan menjadi tuan rumah penyelenggaraan PD U-20, yang mana terketahui Indonesia telah terpilih menjadi tuan rumah pada November 2019 yang lalu di China.
Banyak faktor memang, alasan di balik semua itu yang menjadikan spekulasi liar oleh publik tanah air dan dunia, namun opini publik tanah air bahkan dunia, mengerucut pada adanya problem internal dalam negeri yang sarat kepentingan politik atas kompetisi politik menuju Pemilu/Pilpres 2024. Selain faktor lainnya, seperti sikap FIFA yang dianggap pro-Sekutu yang telah ditunggangi kepentingan geo-politik global, yang mana punya kencenderungan tendensi pada dua kutub proxy besar, seperti Amerika (Sekutu) vs proxy Rusia-China, pun dihubung-hubungkan dengan alasan Indonesia yang ber-proxy ke China (Rusia), pembatalan ini digunakan sebagai trigger agenda seting mengalihkan proxy Indonesia ke Amerika melalui proses politik menuju Pemilu 2024.
Spekulasi lainnya, FIFA sebagai asosiasi olahraga yang independen berdiri dalam posisi yang netral, sehingga kacamata FIFA terhadap Indonesia dianggap telah terjadi campur aduk politik dan olahraga yang akan berpotensi menimbulkan hal yang tidak diinginkan menurut SOP FIFA. Bagian ini, FIFA ditafsirkan anti politik.
Argumentasi lainnya, soal isu keamanan misalnya, yang mana sebelumnya Bali lekat dengan bayang-bayang (opini) ancaman teroris, seperti peristiwa bom Bali pada tahun 2022 yang lalu, benar-benar menjadi isu sensitif bagi FIFA, hingga disinyalir hal itulah yang mempengaruhi keputusan (faktor utama) bagi FIFA untuk mencoret Indonesia sebagai tuan rumah. Hal ini imbas dari kemauan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) dan I Wayan Koster (Gubernur Bali) yang turut menolak partisipasi tim Israel sebagai peserta turnamen, hingga include dengan isu-isu teroris (bom). Pertanyaannya, isu keamanan (teroris) ini apakah menjadi faktor utama, karena sekelas FIFA tentu sudah mengukur/mendeteksi (SWOT) sejauh mana potensi gangguan keamanan bisa diatasi oleh intelijen/keamanan Indonesia, yang itu, Indonesia mampu mengatasinya.
Hipotesisnya, alasan di balik pembatalan ini oleh FIFA, karena kebingungan bahkan super mampu mendeteksi (sekelas FIFA) ritme politik dalam negeri, yang mana penyelenggara pemerintahan di bawah kepemimpinan presiden Jokowi yang diusung oleh partai PDIP dan didukung oleh mayoritas kepala daerah dari partai yang sama pula, telah terjadi kegaduhan. Yang membuat FIFA bingung atau “super tahu” telah terjadi faksi-faksi dilingkaran kekuasaan sendiri. Jelas, Jokowi, Ganjar Pranowo, I Wayan Koster, juga Ketua Umum PDIP Megawati, dan tokoh-tokoh lainnya yang kesemuanya berbendera PDIP telah lahir faksi-faksi guna kepentingan “positioning” 2024. Hingga FIFA berkesimpulan dengan seraya “jengkel” atas tidak kompaknya para penyelenggara pemerintahan yang akhirnya diputuskan untuk dibatalkan.
Hipotesis liarnya juga, FIFA yang pro-Sekutu telah dimanfaatkan atas situasi politik dalam negeri dalam proyeksi kepentingan global, salah satunya membuat situasi kacau balau Indonesia di tengah momentum tahun politik, pun mendapat angin sebagai celah atas statemen para pejabatnya yang kemudian menjadi blunder. Padahal diduga telah memasang/melibatkan oknum dalam negeri sebagai “AGEN” untuk sengaja menggagalkan gelaran PD U-20. Pertanyaannya, siapakah orang atau kelompok yang bertindak sebagai “AGEN” tersebut?
FIFA pun, tentu telah memetakan, bahwa turnamen sepakbola kelas dunia akrab sebagai ajang menyuarakan isu-isu global. Isu perang, isu kemerdekaan, hak asasi manusia, isu agama, dsb. adalah hal biasa. Artinya, tentu FIFA juga sudah bisa mengukur dan mendeteksi berkaitan dengan polemik rivalitas Israel vs Palestina di Indonesia, yang mana lekat dengan isu agama, seperti menggunakan narasi Islam vs sekuler, juga narasi Nasrani atau kaum Yahudi. Di bagian ini, tentu tidak menjadi faktor utama atas pembatalan ini, yang mana polemik dengan narasi seperti ini lazim mengemuka di tingkat global pada banyak event olahraga.
Hemat penulis, kesemua faktor di atas mengandung keniscayaan atas keputusan pembatalan oleh FIFA, seberapa besar variabel dominan-nya sulit dibuktikan, meski mudah untuk dibaca.