Hujan Disertai Angin di Makam Ki Ageng Enis Laweyan Solo, Eyang Pendiri Dinasti Mataram
Setelah Ki Ageng Enis mangkat, kediamannya ditempati cucunya (Danang Sutawijaya) dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar, karena menempati rumah (keprabon) Ki Ageng Enis yang berada di sebelah utara pasar.

Nusantarapedia.net | JURNAL, TOURISM — Hujan Disertai Angin di Makam Ki Ageng Enis Laweyan Solo, Eyang Pendiri Dinasti Mataram
– bicara kampung Laweyan di Kota Surakarta, identik dengan kompleks Astana Laweyan, situs bandar Kabanaran Laweyan dermaga Kali Jenes, dan kampung bathik –
KI Ageng Enis putra Ki Ageng Sela, tokoh yang dikenal dengan kesaktiannya menangkap petir. Ki Ageng Enis (keluarga besar) berasal dari Selo (Jawa:sela), saat ini adalah desa di Kecamatan Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah. Dinamakan Desa Sela karena tempat asal dari Ki Ageng Sela.
Ki Ageng Enis hidup di jaman Demak akhir, adalah guru spiritual dari Joko Tingkir yang kelak bergelar Prabu Adi Wijaya raja di Pajang, penerus kerajaan Demak.
Ki Ageng Enis, menetap di Desa Laweyan pada tahun sekira 1546 di sebelah utara pasar Laweyan, saat ini Kampung Lor Pasar Mati. Peran awalnya adalah membawa pengaruh Islam di Kadipaten (kerajaan) Pengging, karena Laweyan sebagai wilayah kekuasaan Pengging.
Di Laweyan ada tokoh yang berpengaruh, yakni Ki Ageng Beluk, seorang pemuka agama Hindu, namun kemudian masuk Islam dan menyerahkan bangunan suci berupa Pura untuk diubah menjadi masjid, atas pengaruh Ki Ageng Enis. Saat ini menjadi Masjid Laweyan.
Ki Ageng Enis adalah putra bungsu dari tujuh bersaudara, yang mana keenam kakaknya semua perempuan. Selanjutnya, menikah dengan (disebut) Nyai Ageng Enis, berputra Ki Ageng Pemanahan atau Kyai Gede Mataram dan Ki Ageng Karatongan. Lalu membuka Kota Gede (alas Mentaok) dan menginisiasi lahirnya Kerajaan (dinasti) Mataram pada tahun 1558, yang konon sebagai hadiah dari Prabu Adi Wijaya atas penumpasan pemberontakan Arya Penangsang.
Selanjutnya, Ki Ageng Pemanahan berputra Danang Sutawijaya yang kemudian melanjutkan rintisan kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Di bawah kepemimpinan Panembahan Senapati Mataram berjaya, menahbiskan lahirnya raja besar tanah Jawa dan emporium baru Kerajaan Mataram. Panembahan Senopati hidup di antara tahun 1586-1601 M.
Setelah Ki Ageng Enis mangkat, kediamannya ditempati cucunya (Danang Sutawijaya) dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar, karena menempati rumah (keprabon) Ki Ageng Enis yang berada di sebelah utara pasar. Ki Ageng Enis dimakamkan di Laweyan, kini Kelurahan Laweyan-Surakarta, sebuah kampung kuno tempat lahirnya tradisi seni bathik.



