Hukum dan Kontrol Sosial

Hukum dan kontrol sosial ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, karena tanpa salah satu aspek tersebut kemungkinan akan timbul disharmoni dalam hidup masyarakat dan berpotensi membawa ketidakbahagiaan

23 September 2023, 19:54 WIB

Nusantarapedia.net | JURNAL-POLHUKAM — Hukum dan Kontrol Sosial

Oleh : Davianus Hartoni Edy

“Hukum sebagai kontrol sosial hendaknya memainkan peranannya sebagai unsur sosial yang menopang tegaknya aspek-aspek manusiawi termasuk di dalamnya untuk memastikan hak-hak dasar manusia dapat terjaga dengan baik.”

PRANATA sosial merupakan sebuah sistem sosial yang terbentuk karena kehendak masyarakat yang menghidupinya. Tanpa adanya keteraturan dalam hidup bermasyarakat maka potensi chaos dan konflik sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu sistem sosial harus dibentuk dalam komposisi yang tepat oleh berbagai unsur sosial sehingga dengan keteraturan yang ada, memungkinkan tujuan dan cita-cita kemasyarakatan dapat tercapai. Dan salah satu elemen sistem sosial yang menentukan terbentuknya pranata kemasyarakatan adalah hukum, yang diciptakan melalui kesepakatan oleh warga masyarakat dalam sebuah sistem sosial.

Menurut Friedman, terdapat kaitan yang erat antara hukum dan masyarakat sebab dalam hukum sendiri terdapat sebuah sistem yang mencerminkan hakikat hidup sosial yakni adanya komponen struktur, substansi dan budaya hukum. Artinya untuk menghidupkan sebuah hukum harus ada struktur, substansi dan budaya yang akan diatur, sehingga secara absolut dapat dikatakan bahwa hukum baru akan hidup jika ada masyarakat (living law). Hal tersebut semakin dipertegas oleh fakta bahwa dalam hukum dikenal istilah das sein atau hal-hal yang berlaku saat ini dan das sollen atau hal-hal yang dicita-citakan oleh masyarakat. Kedua pandangan baik Friedman maupun landasan fakta hukum tersebut mengarah pada sebuah sistem sosial di mana manusia menjadi subyek dan sentral dari hukum yang berlaku.      

Peran hukum dalam kehidupan sosial sangatlah penting, seperti yang dikatakan oleh Roscoe Pound yang menganggap hukum sebagai the tools of social engineering yaitu sebagai alat untuk merekayasa suatu kehidupan social, sehingga dapat berjalan sesuai dengan cita-cita kemasyarakatan. Eksplanasi lanjutannya adalah bahwa hukum akan mampu mengambil peran secara efektif ketika tidak saja pelaksana hukum atau masyarakat menyadari pentingnya keberlakuan sebuah norma, namun norma itu sendiri juga mempersiapkan perangkat sanksi sebagai pengawas atau controller terhadap perilaku masyarakat. Tanpa adanya sanksi kerapkali sebuah aturan atau norma tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena masing-masing individu dapat menafsirkan sebuah peristiwa hukum berdasarkan pemahaman sendiri atau hukum cenderung menjadi multitafsir.

Tentu saja kedua mazhab di atas menempatkan paham positivisme menjadi dominan dalam interaksi manusia, namun faktanya sebuah social control tidak saja dibangun oleh narasi para positivis semata, karena dalam historisnya hukum secara transisional menampilkan berbagai mazhab yang diyakini sejak awal menjadi alat dalam kontrol sosial. Misalnya, Thomas Aquinas, membuat turunan hukum dengan inisiasi yang berawal dari hukum ilahi, yang kemudian dilanjutkan dengan hukum alam, lalu hukum kodrat dan hingga saat ini praktiknya adalah hukum positif. Semua mazhab tersebut tidak selalu menyisakan ancaman sanksi fisik atau denda atas sebuah pelanggaran sosial yang dilakukan, namun dalam hukum ilahi, hukum alam dan hukum kodrat, sanksi moral dan etis menjadi ‘pengawas’ yang mampu menciptakan deterrence effect bagi pelanggarnya.

Terkait

Terkini