IKN 99% “Rampung”

Nusantarapedia.net | OPINI, POLHUKAM — IKN 99% “Rampung” (IKN, Urusan Di Atas Urusan)
Oleh : B. Ari Koeswanto ASM
“Nah, di sinilah masalahnya, bahwa budaya (konsep) “catur gatra tunggal” warisan budaya Nusantara, yang mana pusat kota harus all in one, masih dipakai sebagai referensi kebijakan. Di situ terdapat keraton/istana, alun-alun, masjid, dan pasar. Konsep ini memang benar secara filosofi serta kondisi jaman waktu itu, tetapi sudah tidak reliable saat ini dalam konteks tata ruang serta dampak sosial selanjutnya, pun dengan problem ekologi, juga dapur APBN hal urgensi serta arah tujuan konstitusi. Artinya, variabel dasar pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan untuk menyelesaikan problem keriuhan di Jakarta yang over di segala bidang, sama halnya IKN akan menjadi Jakarta baru.”
– pembangunan IKN ada apa? sekedar proyek bisnis saja kalau begitu, atau sekedar ambisi yang gigantis untuk selanjutnya dikenang sebagai legacy, sehingga esensi dari ibu kota negara yang perlu dijaga marwahnya menjadi hilang, karena sudah menjadi pasar, tempat banyak orang bertransaksi atau berdagang, serta hiruk pikuk tatanan lainnya yang campur aduk –
JELANG peringatan Dirgahayu Kemerdekaan RI Ke-79 yang rencananya dilakukan upacara bendera di IKN (Ibu Kota Nusantara) dan Istana Negara Jakarta, terus dibayangi ketidakpastian masa depan IKN, yang sesungguhnya sebagai main issue, di tengah “ngebutnya” target pembangunan di beberapa titik guna penyelenggaraan upacara tersebut.
Sebenarnya apa yang terjadi di IKN saat ini dan masa depan, terutama menyangkut anggaran (pendanaan) pembangunan IKN yang konon menelan biaya sekira Rp500 triliun. Sampai sejauh mana progresnya?
Dasarnya, dulu katanya pembangunan IKN tidak akan membebani anggaran APBN, yang mana hanya 20% anggaran berasal dari APBN, selebihnya dari aneka skema pembiayaan Public-Private Partnership (kerja sama pemerintah dengan badan-badan usaha/KPBU), investasi swasta/asing, termasuk BUMN dan BUMD. Atau apapun istilahnya, yang jelas skema pembiayaan investasi.
Kata Bahlil (Menteri Investasi) baru-baru ini, saat Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa (11/6/2024), belum ada investor asing masuk, nanti investor mulai masuk setelah infrastruktur dasar selesai. Sebelumnya lagi, pada Desember 2022 kata petinggi negara, investor di IKN membludak hingga 25 kali lipat bahkan oversubscribed.
Timbul pemikiran, apa sebenarnya dasar pembangunan IKN, yang mana konsekuensinya menelan anggaran yang sangat besar, disaat keuangan negara belum mampu mewujudkan itu, selain akar masalahnya bukan hanya terletak pada anggarannya saja, tetapi sejak dalam kandungan pun, pembangunan IKN yang dipaksakan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar, yakni:
Pertama, IKN itu “kedatonnya” atau istananya negara, yang mana perlu dijaga privasinya, alangkah tenangnya — bangganya bila pembangunan IKN justru murni dari dana APBN. Mengingat, untuk tujuan sterilisasi. Jikalau istana atau kantor-kantor pemerintahan negara adalah hasil dari investasi asing/swasta, maka apakah ada jaminan bahwa kebijakannya akan bersih tidak ada intervensi. Jikalau itu bidang ekonomi, hilirisasi migas atau ESDM atau penciptaan kluster industri misalnya, aneka skema pembiayaan masih bisa ditolerir. Dengan begitu, pembangunan IKN ada apa? sekedar proyek bisnis saja kalau begitu, atau sekedar ambisi yang gigantis untuk selanjutnya dikenang sebagai legacy, sehingga esensi dari ibu kota negara yang perlu dijaga marwahnya menjadi hilang, karena sudah menjadi pasar, tempat banyak orang bertransaksi atau berdagang, serta hiruk pikuk tatanan lainnya yang campur aduk.
Jadi, memang disengaja, bahwa pembangunan IKN dimaksudkan sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, yang selanjutnya terbentuk ekosistem atau peradaban baru Nusantara. Nah, di sinilah masalahnya, bahwa budaya (konsep) “catur gatra tunggal” warisan budaya Nusantara, yang mana pusat kota harus all in one, masih dipakai sebagai referensi kebijakan. Di situ terdapat keraton/istana, alun-alun, masjid, dan pasar. Konsep ini memang benar secara filosofi serta kondisi jaman waktu itu, tetapi sudah tidak reliable saat ini dalam konteks tata ruang serta dampak sosial selanjutnya, pun dengan problem ekologi, juga dapur APBN hal urgensi serta arah tujuan konstitusi. Artinya, variabel dasar pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan untuk menyelesaikan problem keriuhan di Jakarta yang over di segala bidang, sama halnya IKN akan menjadi Jakarta baru.
Sebenarnya tak perlu ngaya soal ini, misalnya dipaksakan untuk mewujudkan IKN, lebih efektif dan efisien khusus untuk kantor pemerintahan saja.