Integrasi Pembangunan Kepariwisataan dengan Strategi Kebudayaan (2)

5 Januari 2022, 01:26 WIB

Nusantarapedia.net — Integrasi Pembangunan Kepariwisataan dengan Strategi Kebudayaan

Pengelolaan Kepariwisataan dalam Kesatuan Pandang

Dunia sebelum dihantam wabah covid-19, sudah berada pada perubahan tata kelola hidup manusia yang global. Perubahan perilaku, struktur sosial masyarakat hampir terjadi di semua negara di dunia.

Ketika basis dan orientasi bernegara ada pada penguasaan ekonomi, maka kecepatan berfikir dan bertindak dalam setiap kebijakan bernegara didalamnya sangat dinamis, imbasnya pada perilaku individu, kelompok, maupun institusi berlomba-lomba pada gairah pencapaian ekonomi.

Hal ini yang menjadi keprihatinan semua aspek didalamnya ketika kesiapan infrastruktur dan pelakunya belum siap, sedangkan situasi dihadapkan pada kemajuan teknologi yang pesat dengan adanya transfer sosial ke teknologi digitalisasi.

Hasilnya kegiatan kepariwisataan dan pendekatan cara membangunnyapun mendapatkan imbasnya, bila itu wisata alam berdampak pada lingkungan, bila itu budaya mengakibatkan pelemahan mental pada generasi yang seharusnya akal cerdas ala budaya Indonesia dikembangkan, menjadi tergerus dan hilang akan ke-Indonesiaannya.

Namun, semua itu kenyataan yang harus dihadapi, membangun infrastruktur fisik saja sudah menguras energi, terlebih aspek mentalnya, tetapi infrastruktur dalam industri kepariwisataan tetap harus dibangun, disinilah kearifan dalam penerjemahan skala prioritas anggaran diperlukan.

Pada pointnya, pembangunan infrastruktur kepariwisataan tetap harus membangun industrinya dari hulu sampai hilir.

Pembangunan destinasi wisata harus dipandang tidak hanya dalam kontek otonomi daerah yang terlihat ego, namun integrasi daerah ditingkat kewilayahan maupun provinsi perlu disinergikan agar tidak terjadi homogenisasi jenis wisata antar daerah, yang akhirnya menjadi gulung tikar ataupun proyek yang mangkrak. Kerjasama antar daerah perlu dikomunikasikan dan dikerjasamakan dengan blue print yang strategis, efektif dan menyasar.

Pada hal pemasaran pariwisata, harus linier dengan target yang dicapai hasil dari pemasaran tersebut, dijadikan satu kesatuan kerangka yang utuh pada waktu perencanaan awal terkait dengan menyiapkan destinasi dan infrastruktur.

Sekiranya pemasaran yang sudah diupayakan maksimal lewat semua platform komunikasi dan media gagal, berarti kajian pembangunan pariwisata salah, artinya rencana pembangunan obyek wisata harus di hentikan dan tidak lagi masuk dalam rencana induk/program terlebih hanya sekedar kegiatan.

Disitulah penguatan kelembagaan dalam membangun kepariwisataan harus benar-benar jeli dilihat dari semua aspek, tidak hanya sekedar membuat proyek sebagai objeknya. Siapa lagi kalau bukan pelaku kepariwisataan itu sendiri, pemerintah, swasta, dan seluruh yang terlibat didalamnya. Inilah salah satu pemaknaan good will maupun good goverment dalam tata kelolanya.

Rencana induk, program, maupun kegiatan pariwisata dalam rintisannya dengan melibatkan banyak konseptor/analisis, naskah akademik maupun apprasial pihak ketiga dan masyarakatnya perlu mengandung satu kesamaan visi dan misi.

Dalam melirik potensinya harus dipandang menyeluruh dengan jujur terkait; penentuan tema daya tarik wisata, objek, potensi pasar, letak kestrategisannya dan pendanaan.

Apapun jenis wisatanya, alam-budaya atau gabungan juga alami maupun buatan dapat diintervensi dengan strategi, namun sekiranya daya tarik dari obyek alami dan buatan tidak mampu bertahan lama, bersaing dan sustainable karena trend, latah, ikut-ikutan, hendaknya dihentikan.

Tidak perlu terlalu dibuat-buat dengan rumusan yang bohong. Inipun masih ditambah lagi dengan menghilangkan ego sektoral lintas daerah dengan melihat fakta akan kekhususan dan kesiapan daerah dalam peta kawasan strategis daerah dan nasional juga kerjasama antar desa.

Relevansi pembangunan kepariwisataan dengan tujuan kesejahteraan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung dilihat dari skala nasional, daerah dan desa pada substansinya sama. Berarti harus ada usaha-usaha didalamnya yang dapat menghasilkan.

Apakah itu dikelola oleh BUMN, BUMD, BUM-Des, korporasi/company, perusahaan menengah, koperasi, UMKM, atau kelompok-kelompok sadar wisata maupun paguyuban dan lembaga informal lainnya.

Usaha dan jasa pariwisata dari hulu dan hilir harus mengacu pada aspek kesejahteraan dan keadilan. Banyak usaha yang dapat di garap didalamnya, bagaimana menggarap segmen jasa transportasi, hotel-penginapan-homestay (akomodasi), makanan dan minuman (resto dan warung kecil), jasa hiburan-entertaiment, tour guide dan sebagainya. Harapannya tata kelola usaha pariwisata benar-benar memberikan kesejahteraan masyarakat, itu pointnya.

Dalam upaya mempertahankan keberlangsungan kepariwisataan, tentunya tidak terlepas dari profesionalitas pengelolaannya. Dalam hal ini, perlunya kesadaran semua pihak akan keberlangsungan kegiatan dengan menghadirkan servis yang memuaskan.

Tiket masuk harus sebanding dengan pelayanannya. Tidak perlu harus terlalu murah, ketika fasilitas toilet representatip, daripada murah namun fasilitas tersebut tidak ada. Berarti standarisasi, kompetensi dan sertifikasi serta standar operasional pelayanan harus diupayakan purna.

Inilah yang harus ditingkatkan oleh pengelola disemua tingkatan, jenis dan macam wisata. SOP, kompetensi dan sertifikasi perlu diterbitkan regulasinya sebagai bentuk perlindungan konsumen dan strategi pengelola sendiri agar obyek wisatanya tidak ada citra buruk yang akhirnya sepi pengunjung dan mati.

Jenis dan Macam Pariwisata

Pariwisata dilihat dari jenis dan macamnya sangat beragam, bisa dikategorikan dan dikelompokkan sebagai berikut;

(1) Menurut letak geografinya, Pariwisata lokal, daerah, nasional, internasional.

(2) Menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran, kedatangan musim liburan negara tertentu dalam jumlah besar, berpengaruh pada devisa negara.

(3) Berdasarkan motivasinya, wisata dalam rangka bisnis, pendidikan dan murni rekreasi.

(4) Berdasarkan waktu berkunjung dan obyeknya, saat peristiwa besar adat, konferensi negara, pesta olahraga.

Secara garis besar, jenis dan macam pariwisata dibagi menjadi tiga, yaitu; Wisata Alam, Budaya, dan Buatan beserta sub didalamnya, sebagai berikut;

(1) Wisata Alam

Ekowisata, Bahari/Maritim, Konservasi/Cagar Alam, Agrowisata/Pertanian, Petualangan/Adventure, Wisata Alam (Pegunungan, Pantai, Mata Air, dan sebagainya).

(2) Wisata Budaya

Pendidikan, Sejarah, Peristiwa Adat, Atraksi, Desa Wisata, Minat Khusus (Spiritual), Konvensi (Literasi Politik, Konggres), Pesta Olahraga, Kuliner Tradisional, Belanja, dan masih banyak lagi.

(3) Wisata Buatan

Kota Wisata, Taman Bermain, Kebun Binatang, Central Park, Mega Store dan lain-lain.

Melihat jenis dan macam wisata yang begitu banyaknya, Indonesia berpotensi disemua kategori untuk dijadikan obyek pariwisata.

Wisata alam, budaya dan buatan jelas berpotensi, hanya saja sejauh mana kesiapan didalamnya. Pendanaan untuk menyiapkan infrastruktur pembangunan obyek misalnya, sejauh mana integrasi dengan sektor yang lain dapat menjadi satu kesatuan.

Membangun obyek wisata adalah hal yang mudah di awalnya, yang perlu dipikirkan, apakah aspek yang lain sudah siap dan terintegrasi. Bagaimana akses jalan dan transportasi tersedia dengan baik? Bagaimana dari sisi akomodasi tersedia? Apakah terdapati usaha dan jasa sebagai daya dukung.

Tentu, stake holder didalamnya sebagai pelaku industri kepariwisataan dalam banyak aspek perlu disiapkan, sekiranya masih jauh dari kesiapan yang terintegrasi, pembangunan tidak perlu dipaksakan. Sebaliknya, bila infrastruktur pendukungnya semua sudah siap, SDM didalamnya perlu ditingkatkan dengan profesional.

Pada sektor pariwisata di level atas, pembangunan dari sistem investasi penanaman modal asing masih perlu dikaji dampak untung ruginya secara menyeluruh. Tidak boleh abai urusan dampak lingkungan, tidak berkeadilan dan merusak budaya, serta menggeser tatanan dan nilai-nilai sosial, itu yang tidak sejalan dengan cita-cita.

Bersambung bagian 3 ….

Integrasi Pembangunan Kepariwisataan dengan Strategi Kebudayaan – bag 3
Mapian Biodiversity Conservation (MBC), Konservasi Penyu di Pulau Cendrawasih

Terkait

Terkini