Jalur Sutra Perekonomian Flores
Dan tercatat pula kinerja investasi pada tahun 2022 diperkirakan terus menguat, didukung oleh berlanjutnya pembangunan PSN
Nusantarapedia.net | JURNAL, EKBIS — Jalur Sutra Perekonomian Flores
Oleh : Davianus Hartoni Edy
“Di sisi yang lain, tantangan terbesar perekonomian di Flores salah satunya adalah pola interaksi ekonomi internal yang terkendala oleh jauhnya jarak antar kabupaten yang mencapai ratusan kilometer sehingga menyebabkan aktivitas yang dilakukan masyarakat belum efektif serta efisien secara ekonomis.”
TIDAK dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di berbagai wilayah di Indonesia sangat bergantung kepada seberapa baik sarana infrastruktur yang dimiliki. Hal ini sangat disadari pemerintah, sehingga tidak heran dalam 10 tahun terakhir pertambahan ruas jalan tol terjadi secara signifikan. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menyatakan bahwa ada lebih dari 2.499,06 KM telah beroperasi di wilayah Indonesia, antara lain di pulau Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Artinya dengan adanya ketersediaan fasilitas dasar tersebut, sangat terbuka peluang bagi kelancaran arus interaksi ekonomi yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia di masa mendatang.
Proses pemerataan pembangunan dengan prinsip desentralisasi memang membuka peluang dibukanya akses-akses penunjang yang berada di luar sentra bisnis dan pemerintahan seperti di pulau Jawa, khususnya Jakarta. Oleh karena itu memindahkan pusat pemerintahan ke Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah salah satu langkah tepat yang juga menjadi legacy kepemimpinan Presiden Jokowi. Langkah berani tersebut wajib diberikan dukungan oleh segenap rakyat Indonesia agar pemerataan pembangunan yang direncanakan dapat selaras dengan cita-cita pembangunan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Tak dapat disangkal, upaya memeratakan keadilan dan kemakmuran otomatis akan mengurangi kesenjangan di berbagai daerah sekaligus menumbuhkan nasionalisme yang merekatkan persatuan.
Perekonomian dan Infrastruktur
Jika infrastruktur di beberapa pulau besar di Indonesia telah mengalami peningkatan yang sangat signifikan, tidaklah berlebihan apabila sorotan berikutnya perlu diarahkan ke daerah-daerah yang faktanya masih jauh tertinggal dalam hal ketersediaan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan daerah. Salah satu daerah yang sampai saat ini belum terdampak oleh usaha pemerataan pembangunan nasional adalah Kepulauan Flores. Pengembangan Destinasi Wisata Super Prioritas (DPSP) yang digarap oleh pemerintah saat ini lebih terfokus pada pengembangan daerah Flores secara parsial dalam lingkup yang sangat kecil, karena luas Pulau Flores adalah 15.531 KM2 sedangkan garapan infrastruktur pada lingkup DPSP (Labuan Bajo) hanya seluas 13.79M2. Tentu saja ini bukan indikator yang selaras dengan spirit dasar pemerataan pembangunan yang dimaksudkan apabila dihubungkan dengan pola strategi pembangunan yang sedang dipetakan oleh pemerintah.
Dalam catatan yang lain, pada tahun 1891 oleh pemerintahan kolonial telah dibuka jalur khusus bagi perusahaan KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) yang salah satu jalur pelayarannya melewati Laut Sawu. Rute ini berangkat sebulan sekali dari Singapura menuju Surabaya – Buleleng – Ampenan – Makassar – Bima – Waingapu – Ende – Sawu – Rote – Kupang – Alor – Dili – Atapupu – Larantuka – Maumere – Bima – Makassar. Fakta ini menyimpulkan bahwa kawasan timur Indonesia khususnya Flores, telah memiliki jalur perekonomian sejak awal abad ke-19 atau sekitar 200 tahun yang lalu. Tidaklah mengherankan jika jalur pelayaran ke Flores kini mengalami peningkatan dalam hal kualitas dan kuantitas pelayanan di sektor pelayaran dan hingga saat ini pelayaran masih merupakan pilihan utama infrastruktur yang membuka akses interaksi ekonomi masyarakat Flores dengan ‘dunia’ luarnya. Jadi secara historis fakta peningkatan kualitas dan kuantitas di bidang pelayaran yang terjadi belakangan ini bukanlah hal yang mengherankan untuk diamati.
Di sisi yang lain, tantangan terbesar perekonomian di Flores salah satunya adalah pola interaksi ekonomi internal yang terkendala oleh jauhnya jarak antar kabupaten yang mencapai ratusan kilometer sehingga menyebabkan aktivitas yang dilakukan masyarakat belum efektif serta efisien secara ekonomis. Posisi pelabuhan (port) dan bandara (airport) yang menjadi sub sistem pendukung koneksitas ekonomi kemasyarakatan belum merata di setiap kabupaten dan kondisinya kurang kondusif karena harus dicapai melalui jarak dan akses jalan yang berkelok-kelok menyusuri areal pegunungan yang membentang sepanjang daratan Kepulauan Flores. Realita ini menimbulkan dampak biaya ekonomis yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita masyarakat yang dalam hal tertentu tidak tersentuh oleh subsidi pemerintah.