Jangan Sampai Menyesal

18 Agustus 2023, 13:52 WIB

Nusantarapedia.net | JURNAL, RELIGI — Jangan Sampai Menyesal

Khutbah Jumat edisi ke-370, Jumat (18/8/2023) di Yogyakarta.

Oleh: Ust. Deden A. Herdiansyah, M. Hum.
(Ketua Bidang Dakwah dan Keumatan, PW Ikadi DIY)

ا حلَْ حمَدُ ا حلَْ حمَدَُ هلَِلَّ ر ِّبََ الحعَالمََ حيََْ نََحمَدُهُ وَن حسَتَعَيحنُهُ وَن حسَتَ حغفَرُهُ وَنَت حوُبُ إَلََحهَ وَنَعُ حوذُ باَللهَ  مَ حن شُُُ حورَ أ حنفُسَنَا وَسَيَِّئَاتَ أ حعمَالَِاَ مَ حن يَ حهدَ اللهُ فلَاَ مُضَ هل لََُ وَمَ حن ي حضُلَ حل فلَاَ هَادَيَ لََُ. 
ا حشَهَ دُ ا حنَ لاَ اَلََ اَ هلا اللهُ و ححَدَهُ لاَ شََُيحكَ لََُ وَا حشَهَدُ ا هنَ مُُ همَدًا عَبحدُهُ وَرسَُ حولَُُ  وَال هصلاَةُ وَال هسلاَمُ عََلَ نبََيَِّناَ مُُ همَدٍ وَعََلَ ءَالَََ وَا حصَحَابهََ وَمَ حن تبََعَهُ اَلََ ي حوَمَ ا ِّلَيحنَ   فَياَعَبَادَ اللهَ :  ا حوُصَيحكُ حم وَنَ حفسَِ بتََ حقوَ اللهَ وَطَاعَتَهَ لعََلهكُ حم تُ حفلَحُ حونَ 
قاَلَ اللهُ تَعَالََ فَِ الحقُ حرآنَ الحكَرَيحمَ: ياَايَُّهَا ا هلََّ حينَ امََنوُا ا هتقُوا اللهَ حَ هق تُقَاتهََ وَلاَ تَمُ حوتَُ هن اَ هلا وَا حنَتُ حم مُ حسلَمُ حو نَ
ياَ أيُّهَا ا هلََّ ح ينَ ءَامَنوُا ا هتقُوا اللهَ وَق حوُل حوُا ق حوَلا سَدَيحدًا. ي حصُلَ حح لكَُ حم أ حعَمَالكَُ حم وَيَ حغفَ حر لَكَُ حم ذُن حوُبَكُ حم وَمَ حن يطَُعَ اللهَ وَرسَُ حولََُ فَقَ حد فاَزَ فَ حوزًا عَظَيحمًا. 
أ هما بَ حعدُ؛

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah Swt.
Setiap manusia pasti mengharapkan kebahagiaan di ujung perjalanannya.
Demikian pula orang-orang yang beriman pasti menginginkan akhir perjalanannya kelak di akhirat mendapatkan limpahan rahmat dan keridhaan Allah. Namun, Allah telah menjelaskan di dalam firman-Nya bahwa di akhirat kelak tidak semua orang akan bertemu dengan akhir yang baik. Saat itu justru banyak di antara manusia yang mengalami kesengsaraan akibat perbuatan yang dilakukannya semasa hidup di dunia. Celakanya, saat itu mereka tidak bisa lagi memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka, dan yang tersisa hanyalah penyesalan yang sia-sia.
وَيَ حومَ يَعَضُّ ال هظالمَُ عََلَ يدََيحهَ يَقُولُ ياَ لََحتنََِ ا هتََّ حذتُ مَعَ ال هرسُولَ سَبَيلًا . ياَ وَحيلتَََ لََحتَنَِ ل حمَ أ هتَََّ حذ فُلَاناً خَلَيلًا . ل قََ حد أضََلهنَِ عَنَ ا ِّلََّ حكرَ بَ حعدَ إَ حذ جَاءَنَِ وَكََنَ ال هشيحطَانُ ل حلََْنحسَانَ خَذُولًا . وَقاَلَ ال هرسُولُ ياَ ر ِّ بََ إَ هن ق حوَمَِ ا هتََّذُوا هَذَا الحقُ حرآنََ مَ حهجُورً ا

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan orang itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkanku dari mengingat Allah dan Al-Qur`an, padahal Al-Qur`an itu telah datang kepadaku.” Dan setan memang pengkhianat manusia. Rasul di Hari Kiamat berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku mencampakkan Al-Qur`an.” 
(Q.s. Al-Furqan: 27-29).

Ayat di tersebut merupakan salah satu firman Allah yang berbicara tentang kesengsaraan dan penyesalan manusia di akhirat nanti. Ayat itu menjelaskan tentang penyesalan seseorang karena pilihan-pilihan sikapnya yang buruk semasa hidup di dunia. Allah menggambarkan ekspresi penyesalan orang itu dengan kalimat “menggigit dua tangannya”. Para ulama menjelaskan bahwa kalimat “menggigit dua tangannya” dalam ayat itu bermakna penyesalan yang sangat mendalam.

Disebutkan setelahnya, bahwa penyesalan yang dialami oleh orang itu adalah akibat tidak mengikuti jalan Rasulullah. Orang yang mengalami penyesalan itu berkata, “Duhai, andaikan dahulu aku mengikuti jalan Rasul”. Rupanya semasa hidupnya dia telah mengambil “rute” yang berbeda dengan “rute” yang pernah di tempuh oleh Rasulullah dahulu. Dia mengabaikan sunnah-sunnahnya. Dia juga tidak peduli dengan perjuangan dan keteladanan Rasulullah yang penuh dengan kebaikan. Akibatnya, di akhirat dia tidak bertemu dengan Rasulullah. Dia tidak berada di barisannya. Dia hanya bisa melihat dari kejauhan ketika rombongan orang-orang yang bersama Rasulullah mendapatkan syafaat, lalu satu demi satu mereka dimasukkan ke dalam surga Allah.

Bagaimana mungkin seseorang akan berjumpa dengan Rasulullah jika jalan yang ditempuhnya berbeda dengan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah. Andaikan ketika hidup di dunia dia menempuhi jalan Rasulullah pastilah di ujung perjalanannya dia akan berjumpa dengan Rasulullah. Karena itulah, dia menyesali semua perbuatannya. Namun sayang, penyesalannya saat itu tidak lagi berguna. Sudah terlambat.

Di sinilah hari ini kita merenungi diri. Setidaknya, kita masih hidup di dunia, dan masih bisa memperbaiki kekeliruan dan kesalahan. Jika kita merasa “rute” kita sudah menyimpang dari “rute” yang ditempuh oleh Rasulullah dahulu, kita masih bisa berbelok atau berbalik untuk menyesuaikan perjalanan kita dengan “rute” perjalanan Rasulullah.

Lalu dari mana kita bisa mengetahui “rute” perjalanan Rasulullah? AlQur`an, As-Sunnah dan Sirah Nabawiyyah telah memaparkan “rute” itu dengan sangat jelas. Dari ketiga sumber itu kita mendapati setiap langkah Rasulullah secara terperinci, yang bisa menjadi tuntunan bagi kita bagaimana seharusnya kita melangkah dalam perjalanan hidup ini. Oleh sebab itu, siapa pun yang ingin mengikuti jejak langkah Rasulullah, dia harus memahami ketiga sumber itu dengan baik.

Surah Al-Furqan ayat 27 menjelaskan kepada kita tentang pentingnya meneladani Rasulullah, sekaligus memberikan peringatan tentang bahayanya berpaling dari keteladanan Rasulullah. Pada ayat selanjutnya Allah menjelaskan tentang sebab yang membuat orang yang menyesal itu berpaling dari jalan Rasulullah. Penjelasannya diungkapkan oleh orang yang menyesal itu, “Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan orang itu teman akrab(ku).” Jadi, rupanya yang menjadi sebab berpalingnya dia dari jalan Rasulullah adalah karena dia berteman dengan orang yang salah. Sehingga dia mendapatkan pengaruh yang buruk dari temannya itu.

Dalam banyak hadis Rasulullah telah mengingatkan kita semua untuk berteman dengan orang-orang saleh (shuhbatush shalihin); berkumpul bersama mereka, menghadiri majelis-majelis mereka, dan tidak berpaling dari perkumpulan mereka. Betapa besarnya perhatian Rasulullah terhadap hal tersebut, sebab pertemanan memang sering kali membawa pengaruh besar terhadap sikap dan akhlak seseorang. Oleh sebab itulah Rasulullah pernah bersabda:   ال هرجُلُ عََلَ دَينَ خَلَيلَهَ فَلحيَنحظُ حر أحََدُكُ حم مَ حن يَُُاللَُ
Seseorang itu mengikuti din (agama; tabiat; akhlak) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat. (H.r. Abu Dawud dan AtTirmidzi).

Surah Al-Furqan ayat 27 tersebut sebenarnya berkaitan dengan kisah pertemanan antara Uqbah bin Abi Mu’ith dan Ubay bin Khalaf. Sebenarnya dahulu Uqbah bin Abi Mu’ith sempat terbuka hatinya untuk menerima dakwah Rasulullah. Namun, Ubay bin Khalaf sebagai teman dekatnya tidak rela temannya itu menjadi pengikut ajaran Rasulullah. Kemudian dia mempengaruhi Uqbah agar melepaskan keyakinannya terhadap ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Tidak hanya itu, Ubay juga memerintahkan Uqbah untuk meludahi wajah Rasulullah, sebagai bukti kesetiaannya terhadap keyakinan lamanya. Karena Ubay terus mendesaknya, akhirnya Uqbah melaksanakan semua yang diperintahkan oleh Ubay.

Sungguh sangat merugi Uqbah bin Abi Mu’ith. Dia menyia-nyiakan hidayah yang telah datang menyapanya, hanya karena pengaruh temannya yang buruk. Merugi pula orang-orang yang semisal dengan Uqbah, sebab mereka lebih memperturutkan pengaruh teman-teman mereka yang buruk daripada seruan ke jalan Allah yang bisa memberikan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Mereka layak “menggigit kedua tangan” mereka sebagai bentuk penyesalan yang teramat mendalam.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah Swt.
Teman-teman yang buruk adalah mereka yang menjauhkan diri kita dari Al-Qur`an. Menyesatkan kita dari tuntunan-tuntunannya. Menjauhkan kita dari nilai-nilai kebaikannya. Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam ayat ke-29 surah Al-Furqan, “Sesungguhnya dia telah menyesatkanku dari mengingat Allah dan Al-Qur`an, padahal Al-Qur`an itu telah datang kepadaku. Dan setan memang pengkhianat manusia.”

Siapa pun yang menyimpang dari tuntunan Al-Qur`an, maka tersesat jalannya. Sebab, Al-Qur`an adalah petunjuk (huda) yang mengarahkan langkah manusia menuju jalan yang benar, hingga sampai pada tujuan akhirnya. Tentu saja setan tidak suka melihat hamba Allah yang lurus jalannya; selamat hingga tujuannya. Dia akan melakukan berbagai macam cara untuk menyesatkan hamba-hamba Allah, karena memang dahulu dia telah berikrar di hadapan Allah untuk menyesatkan manusia. Salah satu caranya adalah dengan menawarkan berbagai hal yang digandrungi manusia untuk memalingkannya dari Al-Qur`an. Itulah sifat “khadzul” yang Allah sebutkan dalam ayat ke-29 surah Al-Furqan. Tetapi, apa itu khadzul? Khadzul adalah berpura-pura baik, namun sebenarnya dia menyimpan maksud yang sangat buruk. Demikianlah sifat setan.

Menariknya, setan yang disebutkan oleh Allah dalam ayat tersebut masih berkaitan dengan konteks pertemanan yang dijelaskan pada ayat sebelumnya. Sehingga, setan yang dimaksudkan pada surah Al-Furqan ayat 29 adalah setan yang berasal dari jenis manusia. Maka, berhati-hatilah terhadap setan jenis ini, sebab bisa jadi dia berhubungan dekat dengan kita dan sering mengajak kita untuk menikmati perkara-perkara yang menyenangkan. Tanpa disadari dia telah membawa kita jauh dari jalan Rasulullah; jauh dari tuntunan Al-Qur`an.

Bagi setan menjauhkan manusia dari Al-Qur`an adalah jalan pintas untuk menyesatkan manusia. Sebab, Al-Qur`an adalah petunjuk, sehingga ketika manusia jauh dari Al-Qur`an sangat mungkin langkahnya akan tergelincir pada kesesatan. Setan benar-benar berusaha keras menggoda manusia, ketika manusia berupaya untuk memperkuat hubungannya dengan Al-Qur`an. Allah berfirman:
فاَذََا قَرَأحتَ الحقُ حراٰنَ فاَ حستَعَ حذ باَ هلِلَّ مَنَ ال هشيحطٰنَ ال هرجَيحمَ 
Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur`an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. 
(Q.s. An-Nahl: 98).

Kesimpulannya, dari surah Al-Furqan ayat 27-29 kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting.

Pertama, sebagai seorang Muslim sudah seharusnya kita mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah. Upaya dalam hal itu bisa dimulai dengan membaca sirah Rasulullah, membaca hadis-hadisnya, memahami sunnah-sunnahya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah juga adalah jalan yang diterangi oleh petunjuk Al-Qur`an. Sehingga siapa pun yang mengikuti arahanarahan (taujihat) Al-Qur`an berarti dia telah menempuh jalan yang sama dengan jalan yang dahulu ditempuh oleh Rasulullah. 

Kedua, kita perlu berhati-hati dalam memilih teman. Perhatikan pula dengan siapa kita bergaul dan berkelompok. Jangan sampai kita berteman dan berkelompok dengan orang-orang yang jahil serta berafiliasi kepada mereka. Pengaruh mereka sungguh membahayakan. Terkadang pengaruhnya sangat halus, dan tanpa disadari membawa kita pada jalan yang semakin jauh dari jalan yang ditempuh Rasulullah.

Ketiga, tetaplah berkomitmen pada Al-Qur`an. Akrabilah Al-Qur`an dalam keseharian kita. Berinteraksilah dengan Al-Qur`an, baik dalam aktivitas membaca, menghafal, memahami, mengamalkan maupun mendakwahkannya. Pada saat yang sama waspadailah upaya-upaya setan untuk menjauhkan kita dari Al-Qur`an. Sebab, setan sungguh tidak suka terhadap hamba Allah yang berkomitmen terhadap Al-Qur`an.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah Swt.

Semoga dengan berupaya melaksanakan ketiga hal di atas kita tidak akan mengalami penyesalan kelak di akhirat. Semoga kelak kita dikelompokkan dalam barisan Rasulullah. Bergembira karena mendapatkan syafaatnya. Dan berbahagia karena pada ujung perjalanan nanti Allah meridhai kita untuk memasuki surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan.

باَركََ اللهُ لَِ وَلكَُ حم فَِ الحقُ حرآنَ الحعَظَيحم، وَنَفَعََباَركََاَيهاكُ حم بمََا فَيحهَ مَنَ ا حلْياتََ وَا ِّلََّ حكرَ ا حلَْكََيحم، وَتَقَ هبلَ مَ ِّنَِ وَمَنحكُ حم تلََاوَتهَُ اَنههُ هُوَ ال ه سمَيحعُ الحعَلَيحم .أق حوُلُ ق حوَلَِ هذَا، وَا حستَ حغفَرُ اللهَ الغَظَيحمَ حلَِ وَلكَُ حم وَلسََائرََ الحمُ حسلَمَ حيَْ وَالحمُ حسلَمَاتَ وَالحمُ حؤمَنَ حيَْ وَالحمُ حؤمَنَات، فاَ حستَ حغفَرُ حوهُ، اَنههُ هُوَ الحغَفُ حورُ ال هرحَيحم.

Terkait

Terkini