Jelang Senja Menuju Samudra

Nusantarapedia.net, Pemalang, Jawa Tengah — Laut utara jawa kala senja tak pernah sepi dari hiruk-pikuk di dalamnya, sebagai laut tempat bandar-bandar pelabuhan sejak era Kalingga hingga kini.
Laut yang tenang dengan deburan ombak kecil, sulit sekali untuk di lewati jika tak dinikmati, sembari membayangkan seperti apa aktifitas perdagangan dan mobilitas di dalamnya yang sudah ramai pada era kuno.






Suasana para nelayan di pelabuhan Tanjungsari, kelurahan Sugih Waras, Pemalang kota, Jawa Tengah ini, menjadi hiburan tersendiri bagi para pencinta alam bahari.
Ahmad, salah seorang nelayan warga Sugih Waras, menuturkan jika persiapan melaut mereka banyak dijadikan sebagai destinasi wisata sore hari buat warga sekitar Pemalang dan luar kota.
Banyak dari mereka sengaja membawa kamera poto atau android untuk mengabadikan kegiatan para nelayan berangkat pergi melaut.
Seorang warga komplek perumahan Pir Bojongbata bernama Usman, ketika di temui awak NPJ di Dermaga Ujung Tanjungsari menuturkan, jika dirinya sering datang ke tempat ini mengajak anak istrinya untuk refreshing menikmati suasana pantai di sore hari, sembari mengajak bermain anaknya menikmati pemandangan alam bahari di sini.
Menurut Usman, yang bekerja di salah satu rumah sakit di Pemalang mengatakan, jika suasana menjelang para nelayan berangkat melaut, bisa dijadikan kegiatan wisata bahari, asal pemerintah daerah punya niat dan keseriusan dalam menggarap obyek wisata di Dermaga Ujung Pelabuhan Tanjungsari.
“Tapi sayang mas, masalah sampah di sini, menjadi kurang nyaman untuk menikmati suasana di pelabuhan ini,” ujar Usman.





Di sisi lain, ratusan perahu kecil dan sedang berjejer sambil mengisi perbekalan seperti es batu, bahan bakar minyak solar, serta kebutuhan sembako dan rokok bagi para pelaut.
Mereka masih harus mendapatkan perhatian lebih dari dinas terkait, sehingga kesejahteraan bagi para nelayan di sini bisa di tingkatkan. seperti pengendalian harga solar yang bisa terjangkau, adanya koperasi sembako perbekalan yang murah, sehingga hasil kerja keras melaut dengan resiko besar mereka di lautan lepas bisa sesuai dengan upah mereka sepadan.
Dari beberapa penuturan nelayan yang di temui, rata-rata penghasilan mereka tak menentu dengan sistem bagi hasil 50% – 50%, yang mana sebagai gambaran jika hasil tangkapan mereka di lelang di Tempat Pelelangan Ikan setempat (TPI) berjumlah 2 juta, maka yang 1 juta buat pemilik perahu, sedangkan yang 1 juta buat para ABK, yang rata-rata berjumlah 4 orang ABK untuk jenis perahu obor (perahu berukuran sedang).
Semoga saja pemerintah daerah bisa memikirkan nasib kesejahteraan para pelaut yang tak mengenal takut, biar pun laut berkabut, salut mereka tak pernah kalut, menjalani kehidupan di tengah laut. (Ragil74 )
Warung Makan Ndesa Pinggir Kali Comal
Asri dan Alaminya Desa Pegongsoran
Perayaan Ultah Ratu Belanda ke-68 di Pemalang
Pabrik Gula Comal Baru, Riwayatmu Kini
Widuri
Amnesia dan Diskursus Sejarah Terhadap Peradaban Maritim Nusantara (1)
Tradisi Nyumbang, Benteng Sosial Bagi Masyarakat
Waduk Gajah Mungkur Wonogiri 2022, Para Pahlawan Pembangunan Dari Pengorbanan Untuk Kemaslahatan (1)
Aktualisasi Semangat Kebangkitan Nasional Indonesia Sebagai Substansi Bukan Sensasi