Jeritan Sopir Angkot, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Lihatlah di banyak daerah, para pelajar SMA pergi ke sekolah, satu orang naik satu motor!

19 September 2022, 14:20 WIB

Nusantarapedia.net, Galeri | Potret Sosial — Jeritan Sopir Angkot, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

“Tentu, kita hanya pasrah dengan sebuah keniscayaan, bahwa apa yang dilakukan oleh pemangku kepentingan demi mensejahterakan rakyat, tidak menciptakan kemiskinan.”

ANGKUTAN kota (angkot) warna biru atau yang lebih dikenal oleh warga Pemalang kota sebagai Koperanda, kini nasibnya memilukan.

Betapa tidak, baru saja armada yang mulai beroperasi sejak tahun 1989 silam, para sopirnya dihantam badai Covid-19 selama dua tahun lebih, yang mana para pelajar yang menjadi penumpang langganannya tidak masuk sekolah, sehingga otomatis mengurangi pendapatannya. Belum lagi dengan aturan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), yang mana armada warna biru tersebut dilarang melewati trayek resminya karena alasan penyekatan.

Kini, ketika bencana Corona berlalu, muncul masalah baru, yaitu kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Versi pemerintah dengan istilah pengalihan subsidi BBM.

Edi (50), salah seorang sopir angkot jurusan Sirandu – Petarukan menuturkan, jika dirinya sekarang jarang narik angkot, “Tinggal kenangan mas, kejayaan para sopir angkot,” ujarnya dengan wajah sedih.

Menurutnya, sekarang untuk bisa mendapatkan sisa uang setoran dan beli bensin sebesar 50 ribu sulit, padahal biaya-biaya sudah dipangkas seminim mungkin, seperti tidak menggunakan kernet. Menurut Edi, hampir semua angkot tidak pakai kernet, “Boro-boro bayar kernet mas, buat sisa sopir saja mepet,” tambahnya.

Sebagai informasi, DPC Organda (Organisasi Angkutan Darat) Kabupaten Pemalang, berkaitan dengan kenaikan harga BBM, Organda telah mengambil kebijakan menaikkan tarif angkutan kota sebesar 10-20%, hal ini dilakukan sebagai upaya sedikit membantu pendapatan para awak sopir, akan tetapi ada beberapa faktor turunnya pendapatan para sopir, diantaranya; makin banyaknya ojek aplikasi (ojek online), banyaknya warga masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi, ditambah masih beroperasinya kendaraan odong-odong yang sudah dilarang.

“Kami sudah melayangkan surat keberatan, beroperasinya kendaraan odong-odong ke beberapa intansi terkait,” kata Andi Rustono, Ketua DPC Organda Pemalang, Sabtu (17/9/2022).

“Akan tetapi, sampai sekarang masih banyak terlihat kendaraan kereta gandeng tersebut beroperasi,” jelas Andi.

Seperti itulah keadaan yang terjadi di bawah, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tentu, kita hanya pasrah dengan sebuah keniscayaan, bahwa apa yang dilakukan oleh pemangku kepentingan demi mensejahterakan rakyat, tidak menciptakan kemiskinan.

Nasib sopir angkot tersebut, sama halnya dengan jutaan rakyat yang hidupnya tengah berjuang melawan kemiskinan untuk sekedar bertahap hidup.

Kenaikan harga BBM, yang akhirnya segala kebutuhan ikut naik. Tak berhenti sampai di situ, wacana pengalihan golongan listrik 450 VA akan dihapuskan, diganti dengan golongan listrik 900 VA. Pun dengan wacana konversi kompor gas LPG 3 kg ke listrik induksi. Apakah hal tersebut tidak semakin menambah beban berat untuk masyarakat miskin.

Bila itu terkait dengan sarana angkutan rakyat, tentu masyarakat teredukasi dengan pembelian mobil dan motor yang murah. Padahal disitulah tidak mengandung efisiensi energi, disitulah kemudian beban subsidi menjadi tinggi. Dalam konteks ini, sarana transportasi umum/masal di kota-kota di Indonesia telat dibangun dan diintegrasikan, disaat penggunaan kendaraan pribadi massive digunakan, karena di satu sisi, disitulah potensi ekonominya sebagai pasar.

Lihatlah di banyak daerah, para pelajar SMA pergi ke sekolah, satu orang naik satu motor!

Konversi Kompor Gas LPG ke Kompor Induksi Listrik
Studi Kelayakan Program Kompor Induksi
Wacana Penghapusan Golongan Listrik 450 VA, Bebani Rakyat Kecil
Sambut Transformasi Energi, 189.803 Unit Kendaraan Pemerintah Akan Diganti Mobil Listrik
11 April Potret Sosial Teks Indonesia (1)

Terkait

Terkini